Sarana dan Prasarana di Pemandian Air Panas Lokapurna

33 naik angkot arah Leuwiliang-Cibatok-Gunung Salak Endah, lalu dilanjutkan dengan naik ojek sampai pintu gerbang Curug Cigamea.

4.3.2 Sarana dan Prasarana di Curug Cigamea

Sarana dan prasarana di Curug Cigamea sudah lengkap jika dibandingkan dengan Pemandian Air Panas Lokapurna. Di obyek wisata ini selain pedagang warung yang sudah cukup banyak di sini juga ada kios souvenir meskipun jumlahnya masih sangat terbatas. Selain itu, pedagang baju ganti juga sudah cukup banyak, ada juga fotografer keliling yang berasal dari warga setempat. Fasilitas shelter untuk tempat berteduh pengunjung juga sudah mulai banyak, musholla dan toilet juga sudah memadai. Lahan parkir yang luas dan lebar juga sudah tersedia di obyek wisata yang termasuk unggulan di Gunung Salak Endah ini. Sama dengan di pemandian air panas di kawasan Curug Cigaamea juga sudah masuk fasilitas listrik. Fasilitas kebersihan seperti tempat sampah juga sudah tersedia tapi masih dirasakan kurang karena masih banyak sampah-sampah bekas makanan dan minuman pengunjung yang berserakan di beberapa tempat. Biasanya para pedagang yang berdagang di obyek wisata telah mempunyai tempat sampah sendiri dan mengumpulkann ya lalu dibakar. Tiap hari Selasa dan Jum’at rutin dilakukan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan di kampung ini. Selain itu, seminggu sekali ada mobil sampah dari pemda yang mengangkut sampah-sampah warga. Fasilitas yang sangat penting dan belum tersampaikan di kawasan ini yaitu sinyal provider yang masih sangat terbatas. Seperti di Pemandian Air Panas Lokapurna sinyal yang dapat ditangkap oleh pemancar adalah Indosat dan XL.

4.3.3 Kondisi Sosial-Ekonomi Responden di Curug Cigamea

- Jenis Kelamin Mayoritas responden yang diwawancarai berjenis kelamin perempuan, karena pada saat di lapang yang sering ditemui adalah perempuan serta yang mudah untuk diajak berkomunikasi adalah perempuan. Responden yang diwawancarai berjumlah 20 orang yang terbagi atas 15 orang perempuan dan 5 orang laki-laki. Data disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Jenis kelamin responden di Curug Cigamea Jenis Kelamin Frekuensi orang Persentase Laki-laki 5 25 Perempuan 15 75 Jumlah 20 100 - Umur Umur responden rata-rata berkisar antara 22-53 tahun. Golongan umur 22- 42 tahun sebanyak 11 orang dan golongan umum 43-53 tahun sebanyak 9 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa responden yang berusaha di Curug Cigamea adalah umur yang relatif muda dan dalam usia yang produktif. 34 - Pendidikan Terakhir Di Curug Cigamea pendidikan terakhir responden cukup beragam dibandingkan dengan di pemandian air panas yang sebagian besar hanya tamatan SD, dan kebanyakan anak dari orang tua yang berusaha di Curug Cigamea sudah banyak yang sampai perguruan tinggi. Pendidikan masyarakat yang tamat SD sebanyak 13 orang, yang tamat SMP sebanyak 5 orang, dan yang tamat SMA sebanyak 2 orang. Di pemandian air panas dan Curug Cigamea telah manyadari pentingnya arti pendidikan, untuk itu mereka yang hanya tamatan SD tidak ingin anak mereka tidak bisa bersekolah dan memiliki nasib yang sama seperti orang tuanya. Masyarakat yang telah sadar tersebut semaksimal mungkin mancari nafkah untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang yang tinggi. Tingkat pendidikan yang terlihat beragam di sini tidak memungkiri bahwa tingkat pendidikan masyarakat masih rendah terbukti sebanyak 13 orang dari total responden masih tamatan SD. Data disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Tingkat pendidikan terakhir Responden di Curug Cigamea Pendidikan Terakhir Frekuensi orang Persentase Tamat SD 13 65 Tamat SMP 5 25 Tamat SMA 2 10 Jumlah 20 100 - Mata Pencaharian Mata pencaharian masyarakat yang telah mengalami perubahan setelah adanya wisata Gunung Salak Endah dari yang sebelumnya bertani dengan menggarap lahan setelah adanya wisata menjadi lebih banyak yang mendapatkan sumber penghidupannya dari sektor non-pertanian. Sebagian masyarakat di sekitar obyek wisata Curug Cigamea khususnya Kp Rawa Bogo RT 1 RW 9 adalah pedagang warung. Dari 20 responden yang ditemui di lapangan seluruhnya adalah pedagang warung di kawasan wisata air terjun tersebut. Untuk menambah pemasukan yang lebih tidak jarang dari mereka yang mempunyai lebih dari satu warung. Masyarakat yang membuka warug tersebut juga ada yang mencari nafkah di luar desa sebagai kuli bangunan ataupun berwiraswasta. Meskipun, sektor non- pertanian cukup mendominasi, ada juga masyarakat yang masih mencari nafkah di pertanian. Masa panen padi yang bisa dinikmati masyarakat biasanya dua kali per tahun. Mereka yang masih memiliki sawah juga masih manggunakan teknologi tradisional untuk mengelola sawahnya, seperti menggunakan kerbau dan cangkul. Mereka juga mempekerjakan orang dari luar rumahtangga untuk menggarap dan mengelola sawah mereka, yang pendapatannya berupa bagi hasil, menggaji, atau dijual ke tengkulak. Masuknya kawasan Curug Cigamea ke dalam perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, membuat masyarakat merasa khawatir dan terancam. TNGHS dengan basisnya yang menginginkan kawasan hutan menjadi hutan konservasi membuat masyarakat merasa kehidupan mereka selama berpuluh- puluh tahun terancam keberadaannya. Berbagai isu tentang penggusuran lahan