Gejala Pola Nafkah pada Rumahtangga Pedagang Warung di Pemandian Air Panas Lokapurna

47 Box 3 Kisah Kehidupan Ibu UMR 35 tahun Suami Ibu UMR masih memanfaatkan sektor pertanian untuk mencari nafkah, meskipun tidak bertani sawah. Suami Ibu UMR beternak ayam Bangkok. Ayam Bangkok biasa digunakan oleh masyarakat untuk disabung atau diadu. Ayam Bangkok yang diternakkan oleh suami Ibu UMR dijual dengan harga Rp600 000 per ekor. Tahun 2012 dari penjualan ayam Bangkok mendapatkan Rp4 200 000. Penjualan ayam Bangkok ini dirasakan sangat membantu perekonomian keluarga, selain itu juga suami Ibu UMR mencari nafkah sebagai penjaga loket yang penghasilan rata-rata Rp50 000 per harinya. Ibu UMR telah mempunyai dua warung yang berlokasi di Curug Cigamea. Salah satu warung yang dekat dengan air terjun memberikan sumbangan yang signifikan bagi pendaptan rumahtangga. Dari warung tersebut Ibu UMR mendapatkan untung Rp35 000 per hari dan pada Sabtu-Minggu ketika suasana pegunjung ramai dapat mencapai Rp350 000 per dua hari. Ibu UMR mendapatkan keuntungan karena letak warungnya yang langsung menghadap air terjun, sehingga banyak pengunjung yang mampir ke warung Ibu UMR. - Salah satu dari suami maupun istri ada yang bekerja di sektor pertanian. Pola nafkah ganda ini terjadi pada rumahtangga ibu UMR yang berusia 35 tahun dan telah tujuh tahun berusaha warung di Curug Cigamea. Di bawah ini akan diceritakan kisah Ibu UMR dan suaminya yang masih memanfaatkan sektor pertanian untuk mencari nafkah dengan beternak ayam Bangkok. Penuturan kisah Ibu UMR di atas menunjukkan dengan beternak ayam Bangkok sektor pertanian masih dapat menyumbang bagi pendapatan rumahtangga. Akan tetapi, pendapatan utama dari rumahtangga Ibu UMR adalah dari warung dan juga menjaga loket obyek wisata yang dilakukan oleh suaminya setiap hari. Pola nfkah ganda dilakukan oleh rumahtangga Ibu UMR untuk menambah pemasukkan dan tabungan untuk anak sekolah nantinya, serta merenovasi rumah. - Gejala pola nafkah yang ketiga adalah di mana suami dan atau istri bekerja di saat-saat musim tertentu. Di rumahtangga Cigamea cukup banyak istri-sitri yang menambah pendapatan keluarga saat musim liburan dengan membuka jasa ketering. Jasa ini biasanya diperlukan oleh pengunjung yang menginap di villa bersama rombongan dan membutuhkan makanan yang cepat serta murah. Untuk itu beberapa ibu-ibu di sini membuka jasa ketering. Sedikitnya dalam sebulan ada sekali yang menggunakan ketering mereka. Usaha jasa ketering ditekuni oleh Ibu ENR yang berusia 30 tahun yang sudah berusaha selama lima tahun di lokasi wisata air terjun ini. Usaha ketering ini merupakan pekerjaan sampingan ibu ENR, pekerjaan utama ibu ENR adalah pedagang warung di lokasi wisata Curug Cigamea juga. Dengan menawarkan ketering seharga Rp50 000 per orang untuk tiga kali makan ibu ENR mendapatkan untung mencapai Rp1 000 000. 48 - Gejala pola nafkah ganda yang terakhir adalah ibu, ayah, dan anak semuanya bekerja untuk menghidupi keluarga. Pola nafkah ini terjadi pada rumahtangga Bapak RSN yang berusia 53 tahun dan telah berusaha di lokasi selama tujuh tahun. Istri dari pak RSN bekerja sebagai pedagang warung dan juga menyediakan jasa ketering, Pak RSN juga mengelola homestay, salah satu anak pak RSN ada yang bekerja di Jakarta dan biasanya mengirimkan uang sebesar Rp200 000 per bulan untuk tambahan nafkah keluarga. Istri pak RSN membuka warung setiap hari, tidak hanya makanan dan minuman saja yang dijual oleh istri Pak RSN tapi ada juga gas dan air minum isi ulang, warga sekitar juga sering membeli keperluan sehari-hari di warung milik istri Pak RSN.

5.4 Ikhtisar

Berdasarkan pembahasan di atas terdapat tiga strategi nafkah yang dilakukan oleh masing-masing rumahtangga di kedua lokasi, yaitu Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea. Strategi yang pertama yaitu rekayasa sumber nafkah pertanian, walaupun yang memanfaatkan sektor ini mulai sedikit karena adanya kawasan wisata Gunung Salak Endah, sebagian rumahtangga masih mendapatkan pendapatannya dari sektor pertanian. Jenis pertanian yang digeluti masyarakat di kedua lokasi adalah dengan bertani, beternak, maupun menjadi pengurus ternak. Hewan yang biasa diternakan adalah ayam dan kambing. Hasil panen yang dihasilkan dari sektor pertanian bagi beberapa rumahtangga masih dikonsumsi sendiri dengan alasan mengehemat pengeluaran biaya beras. Namun, ada juga yang menjual hasil panennya yang berupa buah- buahan dan padi ke tengkulak atau ke pasar. Strategi yang kedua dan paling banyak digunakan oleh rumahtangga di dua lokasi adalah pola nafkah ganda. Pola nafkah ganda ini dibagi dalam beberapa gejala yang menunjukkan pola nafkah ganda, seperti suami dan atau istri yang bekerja di sektor ekowisata dan non-pertanian bukan ekowisata, suami dan atau istri ada yang bekerja di sektor pertanian, suami dan atau istri bekerja di sektor non-pertanian bukan ekowisata pada musim-musim tertentu, dan yang terakhir rumahtangga yang mempekerjakan suami, istri, anak, amaupun menantu untuk menambah pendapatan rumahtangga. Strategi nafkah yang ketiga adalah migrasi, migrasi dilakukan oleh anggota rumahtangga yang mencari nafkah di luar desa. Hal ini terlihat banyaknya kepala rumahtangga yang bekerja sebagai kuli bangunan, dan supir. Pola nafkah ganda tersebut dilakukan rumahtangga untuk mempertahankan kestabilan kehidupannya dalam menghadapi perubahan- perubahan yang terjadi. Selain itu, sektor ekowisata dipandang penting bagi sebagian besar responden, dengan adanya kawasan wisata alam dan Taman Nasional otomatis lahan yang sebelumnya digarap di dalam Taman Nasional sudah tidak boleh digarap lagi dan sudah diambil kembali oleh pihak Taman Nasional, hal ini membuat para rumahtangga beralih mata pencaharian menjadi pedagang atau penyedia jasa di ekowisata untuk tetap bertahan hidup dan beradaptasi dengan kondisi yang ada. di sektor ekowisata. Pola nafkah yang dilakukan dari kebanyakan rumahtangga di kedua lokasi adalah berdagang warung sambil 49 menyediakan jasa, seperti ketering, pondok penginapan, penyewaan bale-bale, homestay , jaga loket, ataupun gabungan dari bermacam jenis pekerjaan di bidang ekowisata. Walaupun dipandang penting, sektor ekowisata ini bagi sebagain responden masih belum memberikan kontribusi yang cukup bagi pendapatan keluarga, karena sektor ekowisata ramai-ramainya saat akhir pekan dan hari-libur nasional atau libur sekolah, sehingga pendapatannya tidak menentu. Cara yang digunakan responden adalah dengan memanfaatkan sektor lain yaitu non- pertanian bukan ekowisata dengan melakukan migrasi ke luar desa sebagai kuli bangunan, supir, maupun wiraswasta. 50