Sarana dan Prasarana di Curug Cigamea

37 BAB V STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PEDAGANG WARUNG DI OBYEK WISATA AIR PANAS LOKAPURNA DAN CURUG CIGAMEA

5.1 Jenis Mata Pencaharian di Pemandian Air Panas Lokapurna dan

Curug Cigamea Kawasan Wisata Gunung Salak Endah yang kini berada dibawah naungan Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki banyak obyek wisata menarik dan masih alami. Beberapa obyek wisata yang selalu ramai pengunjung adalah Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea. Keduanya berada di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Gunung Sari yang masih dikenal dengan sektor pertaniannya terbukti menurut data monografi Desa Gunung Sari sebesar 5 324 orang masih bermatapencaharian sebagai petani. Namun, khusus di kawasan wisata Gunung Salak Endah mayoritas penduduknya sudah memanfaatkan wisata sebagai mata pencaharian pokok mereka. Jauh sebelum Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak mengelola kawasan ini, obyek wisata alam ini telah dibuka dan dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dari tahun 1987, yang diresmikan oleh Bupati Bogor saat itu bernama Ajat Sudrajat dengan nama “Kawasan Wisata Alam Terbuka” sebagai alternatif wisata selain Puncak yang terletak di Bogor Barat. Jalur dan akses jalan yang telah bagus dengan jalan aspal ini berasal dari APBD Pemda. Sebelum dikelola oleh Pemda, masyarakatlah yang mengelola obyek wisata alam ini secara swadaya. Kawasan ini pada tahun 1967 adalah lahan garapan yang ditinggali oleh para veteran perang, lahan garapan ini sebenarnya berfungsi untuk pertanian namun pada tahun 1987 mulai dibuka untuk umum dan pariwisata maka mulailah tumbuh villa-villa yang mayoritas bukan milik warga sekitar melainkan milik para pejabat dan orang-orang penting pada masa pemerintahan Soeharto. Adanya pariwisata maka pengunjung pun berdatangan ke lokasi wisata untuk berekreasi dan sekedar melepas lelah, dari situ warga setempat mulai membuka warung dan pondok-pondok untuk beristirahat bagi pengunjung. Tahun ke tahun pengunjung makin bertambah dan masyarakat yang membuka usaha jasa wisata mulai mearasakan dampak positif pada perekonomian keluarga mereka, mungkin karena pada saat itu warung-warung yang ada masih sedikit jumlahnya tidak seperti sekarang. Semakin majunya industri pariwisata membuat lahan pertanian semakin sempit dengan pemukiman, warung dan juga villa-villa yang sebenarnya belum memiliki izin yang sah, membuat warga setempat beralih mata pencaharian dari pertanian ke ekowisata, dan non-pertanian bukan ekowisata. Tidak sedikit juga masyarakat yang melakukan migrasi keluar kota untuk menambah pendapatan rumahtangga. Masyarakat sangat bergantung pada pendapatan dari pariwisata, saat-saat ramai pengunjung adalah saat liburan sekolah, libur nasional, libur akhir tahun, dan libur lebaran. Akan tetapi, ada saja pengunjung yang datang setiap hari walaupun jumlahnya tidak sebanyak saat liburan datang. Biasanya pengunjung