SIMPULAN DAN SARAN Analisis Ekologi–Ekonomi Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem Terumbu Karang (Studi Kasus Perairan Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton,

karang sebagai pelindung pantai, penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati, dan lain sebagainya. Apabila di lihat dari luas hamparan terumbu karang, Indonesia memiliki nomor dua dunia setelah Australia, yaitu mencakup areal sekitar sekitar 42.000 km 2 COREMAP-LIPI, 1998. Estimasi terumbu karang di Indonesia kurang lebih 42.000 km 2 atau 16.50 dari luas total terumbu karang di dunia. Selanjutnya Veron 1995 mengemukakan terumbu karang Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia dengan 70 ganera dan 450 spesies. Namun dari tahun ke tahun terumbu karang Indonesia kondisinya sudah cukup memprihatinkan. Berdasarkan data, diketahui bahwa kondisi terumbu karang Indonesia tinggal 6,51 dalam kondisi sangat baik, 26,04 kondisi baik, 34,71 kondisi sedang, dan 32,74 pada kondisi rusak COREMAP 2001 in Yatin dan Irmadi 2003. Selanjutnya P2O-LIPI 2006 terumbu karang Indonesia dalam keadaan rusak 39.50, sedang 33.50, baik 21.70, dan hanya 3.50 keadaan sangat baik. Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan oleh dua sebab utama yaitu permasalahan yang terjadi akibat kegiatan manusia dan permasalahan yang timbul akibat oleh alam. Sejalan dengan permasalahan penurunan kondisi terumbu karang yang terjadi di atas perubahan kondisi terumbu karang Pulau Liwutongkidi secara umum disebabkan oleh kegiatan manusia. Dari hasil penelitian dengan metode Line Intercept Transect LIT oleh dinas kelautan dan perikanan kabupaten Buton dalam laporan tahun 2007 digambarkan bahwa terumbu karang pada Pulau Liwutongkidi dan sekitarnya terjadi kerusakan sangat kritis dibeberapa lokasi pada kedalaman 3 m dan 10 m. Selanjutnya informasi dari beberapa nelayan bahwa kerusakan terumbu karang ini disebabkan karena faktor manusia yaitu nelayan menangkap ikan dengan cara menggunakan potasium, bubu dan bom. Praktek penangkapan ikan di kawasan Pulau liwutongkidi dengan cara seperti ini mengakibatkan ikan-ikan kecil dan hewan karang yang berklorofil zooxanthellae akn menjadi punah, sehingga terancam kelestarian ekosistem dan spesies. Jika hal tersebut didiami dan kerusakan ini terus berlnjut tanpa adanya suatu usaha perbaikan, maka akan menyebabkan kehilangan suatu komoditas yang berharga sehingga pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya akan menurun. Kondisi ini mendorong adanya upaya pengelolaan perikanan berbasis ekosistem perikanan karang lebih kearah berkelanjutan. Untuk mengetahui kondisi perubahan ekosistem terumbu karang di Pulau Liwutongkidi dan sekitarnya, maka perlu dilakukan penelitian atau kajian yang berhubungan dengan potensi, perubahan dan pemanfaatan ekosistem terumbu karang sehingga akan diketahui keadaan akhir dari ekosistem terumbu karang tersebut. Wilayah pesisir Pulau Liwutongkidi memiliki potensi sumberdaya laut yang besar, apabila potensi tersebut tidak dikelola secara terpadu. Keterpaduan ini diperlukan dengan memperhatikan hubungan antara komponen-komponen sumberdaya dalam suatu model, sehingga kelestarian sumberdaya pesisir dapat terjaga. Melihat kondisi terumbu karang dewasa ini serta pentingnya nilai ekologis maupun ekonomi dari terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya bagi kehidupan manusia, maka perlu menyusun suatu Analisis Ekologi-Ekonomi Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem Terumbu Karang di pulau Liwutongkidi Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. 1.2. Perumusan Masalah Masyarakat sekitar Pulau Liwotongkidi yang hidup di wilayah pesisir seperti nelayan dan petani kehidupannya tergantung pada sumberdaya alam pesisir. Kondisi lingkungan dan sumberdaya alam pesisir yang rentan tersebut berdampak pada aspek sosial ekonomi dan sosial budaya penduduk Kerusakan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia, diantaranya pemanfaatan ekosistem terumbu karang sebagai komoditas perdagangan ikan hias sebagian besar dikarenakan oleh pengguna bahan peledak, tablet potas dan sianida. Kenyataan ini dapat dijumpai dibeberapa lokasi terumbu karang, berupa karang-karang yang rusak secara fisik. Menurut Bappeda 2005, di perairan Kecamatan Siompu pada titik koordinat 050 40’ 23” LS, 120 33’ 57’’ BT kondisi penutupan karang 50- 75 dan di Kecamatan Kadatua pada titik koordinat 050 31’21’’ LS 120 28’14’’ BT, kondisi penutupan karang 25-35 . Selain itu juga penambangan karang untuk bahan bangunan rumah dan jalan. Permasalahan pengelolaan sumberdaya pesisir juga tidak terlepas dari rendahnya pemahaman masyarakat tentang nilai yang sebenarnya dari sumberdaya tersebut secara keseluruhan. Selama ini pemanfaatan oleh masyarakat terhadap sumberdaya pesisir seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove dan lain sebagainya lebih berorientasi kepada pemanfaatan seketika tanpa memperhitungkan keberlanjutannya. Agar terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati pesisir dan lautan serta ekosistemnya dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan produksi perikanan, maka perlu suatu model pengkajian dengan pendekatan secara ekologi- ekonomi berbasis terumbu karang dengan menjawab beberapa pertanyaan mendasar yaitu : 1. Bagaimana karakteristik ekologis khususnya kondisi ekosistem terumbu karang dan ikan-ikan karang 2. Bagaimana pemanfaatan optimal perikanan karang secara berkelanjutan 3. Bagaimana model pengelolaan perikanan karang berbasis ekosistem.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi karakteristik komposisi substrat dasar, struktur komunitas ikan dan korelasinya dengan habitat di ekosistem terumbu karang kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi 2. Mengestimasi nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi 3. Menyusun konsep pengelolaan ekosistem terumbu karang berdasarkan model ekologi-ekonomi di kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dengan adanya penelitian ini adalah : 1. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar bagi pengelola ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi laut Pulau Liwutongkidi. 2. Sebagai bahan acuan dalam, perencanaan, kebijakan, pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan.

1.4. Kerangka Pemikiran

Kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi, Sebagai kawasan kaya akan sumberdaya hayati yang cukup tinggi, dengan kekayaan sumberdaya hayati yang cukup tinggi dan sebagai daerah nursery ground dan spawning ground maka kawasan tersebut dikelola dengan baik. Pemanfatan kawasan pesisir Pulau liwutongkidi dan sekitarnya akhir-akhir ini sangat dikhawatirkan dan berdampak penurunan sumberdaya alam dan lingkungannya. Kondisi ini mendesak kita untuk berbuat sesuatu untuk tujuan perlindungan kawasan ini melalui pengelolaan Kawasan Konservasi Laut. Sebagai salah satu dasar pengelolaan, maka pengelolaan secara ekologi-ekonomi di kawasan ini menjadi sangat penting untuk memahami sejauh mana pemanfaatan Kawasan Konservasi Laut ini memberikan manfaat baik itu manfaat langsung maupun tidak langsung, manfaat ekonomi ataupun manfaat non ekonomi terhadap masyarakat di wilayah pesisir. Semua sumberdaya laut tersebut harus dimanfaatkan secara terencana dan terarah. Tanpa adanya suatu perencanaan yang matang dalam rangka pemanfaatan sumberdaya tersebut dapat mengancam kelestarian ekosistem sumberdaya itu sendiri, selanjutnya juga akan berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya hayati laut yang dapat dimanfaatan oleh manusia. Sehingga pemanfaatan potensi sumberdaya tersebut mutlak harus dilakukan dengan memperhatikan asas keberlanjutan. Pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan sangat penting dan harus dilakukan. Keberadaan ekosistem terumbu karang yang sangat produktif dapat mendukung kehidupan nelayan setempat. Jika habitat terumbu karang dapat berfungsi secara optimal maka produksi perikanan ikan akan meningkat sehingga secara tidak langsung akan memberikan keuntungan baik secara sosial maupun ekonomi. Perikanan bukanlah kegiatan ekonomi semata, namun sudah merupakan jalan hidup sebagian besar nelayan kecil di daerah tropis. Oleh karena itu pendekatan sosial-ekologi yang mengakomodasikan aspek ekologi dan ekonomi dalam suatu sistem layak untuk dipertimbangkan dalam pengelolaan sumberdaya ikan ke depan. Pengelolaan wilayah pesisir merupakan suatu proses atau upaya untuk mengendalikan kegiatan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam diwilayah pesisir, sehingga dapat menjamin keuntungan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, sekarang dan dimasa mendatang. Oleh karena itu untuk menyelidiki cara pengelolaan yang baik, sifat ekosistem terumbu karang yang dinamis dan kondisi lingkungan yang unik perlu dipahami terlebih dahulu. Adanya kesamaan perspektif tentang tujuan, pola pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang merupakan wahana untuk mencapai keuntungan bagi masyarakat. Selanjutnya kualitas ekosistem terumbu karang dan kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal terhadap berbagai kriteria suatu model pengelolaan perikanan berbasis ekosistem perikanan karang dengan menggunakan pendekatan ekologi dan pendekatan ekonomi. Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem khas pesisir tropis yang memiliki berbagai fungsi penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Fungsi ekologis tersebut adalah penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan biota perairan, tempat bermain, dan asuhan bagi berbagai biota. Di samping fungsi ekologis, terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan lain-lain. Pendekatan ekologi dari ekosistem terumbu karang adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur komunitas ikan yang meliputi persen penutupan karang, keanekaragaman, keseragaman dan dominasi dari karang serta ikan-ikan karang serta melihat korelasi antara ikan dan karang. Deskripsi kondisi terumbu karang menggunakan metode survei Line Intercept Transect LIT dengan panjang transek 70 m pada kedalaman antara 3 - 10 m sejajar garis pantai. Pendekatan ekonomi dari aspek ekonomi perikanan karang ditentukan berdasarkan nilai penggunaan langsung direct use value dan nilai penggunaan tidak langsung indirect use value. Nilai penggunaan langsung berupa produksi yang dapat langsung dari suatu ekosistem contoh manfaat perikanan ikan konsumsi dan ikan hias, sedangkan nilai penggunaan tidak langsung sulit untuk ditetapkan karena nilainya selalu tidak tetap seperti fungsi ekosistem karang sebagai natural breakwater, dan habitat bagi berbagai jenis ikan karang. Selain itu terumbu karang menyediakan berbagai pemakaian langsung dan tak langsung yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat pesisir sekitar Pulau Liwutongkidi. Pemakaian yang paling dominan dan paling bernilai adalah besarnya hasil yang dapat diperoleh dari sumberdaya perikanan laut yang didukung oleh ekosistem terumbu karang. Pendekatan ekologi dan ekonomi dijadikan dasar dalam menentukan pola pendekatan kebijakan yang akan dilakukan. Mengkaji sebuah model pendekatan ekologis-ekonomis sehingga pengelolaan perikanan berbasis terumbu karang menjadi pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu adalah suatu proses interaktif dan evolusioner untuk mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Dalam menyususn model pengelolaan ekologi-ekonomi dalam pemanfaatan ekositem perikanan karang di wilayah pesisir Pulau Liwutongkidi, dengan menggunakan software Stella 9.02 sebagai tools yang komprehensif untuk menggambarkan terkaitnya kegiatan pemanfaatan ekologi-ekonomi ekosistem terumbu karang. Mengidentifikasi akar permasalahan yang mendasari penurunan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir Pulau Liwutongkidi, dan menentukan skenario pengelolaan yang tepat untuk mengurangi tekanan kegiatan pemanfaatan pada ekosistein terumbu karang. Sehingga tujuan akhir dari pengelolaan perikanan berkelanjutan bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi economic growth jangka pendek, melainkan juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati secara adil dan proporsional oleh segenap pihak yang terlibat stakeholders, dan memelihara daya dukung serta kualitas lingkungan pesisir, sehingga pembangunan dapat berlangsung secara lestari. Secara diagramatik kerangka pemikiran penelitianini disajikan pada Gambar 1 dibawah ini. Gambar 1. Diagram alur penelitian dengan pendekatan ekologi-ekonomi Model Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem Kawasan Konservasi Laut Pulau Liwutongkidi  Persen penutupan substrat dasar  Indeks Mortaitas  Keanekaragaman  Keseragaman dan  Dominasi Identifikasi Aspek Ekonomi Perikanan Karang Identifikasi Aspek Struktur Komunitas Ikan Karang  Sistem perikanan karang  Pola pemanfaatan dan pengelolaan perikanan karang  Nilai ekonomi sumberdaya perikanan karang Analisis Ekologi- Ekonomi Perikanan Karang Keberkelanjutan Perikanan Karang Ekosistem Terumbu Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis. Meskipun terumbu karang ditemukan diseluruh perairan dunia, tetapi hanya di daerah tropis terumbu karang dapat berkembang. Terumbu terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat CaCo 3 yang dihasilkan organisme karang, alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik dan keanekaragaman spesies penghuninya yang tinggi. Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat produktif dengan keanekaragaman jenis biota laut seperti: 1 beraneka ragam avertebrata: terutama karang batu stony coral, berbagai krustasea, siput dan kerang-kerangan serta ekinodermata seperti bulu babi, anemon laut, teripang, bintang laut dan leli laut; 2 beraneka ragam ikan : terutama 50 – 70 ikan karnivora oportunistik, 15 ikan herbivora dan sisanya omnivora; 3 reptil seperti ular laut dan penyu laut; 4 ganggang dan rumput laut seperti alga koralin, alga hijau berkapur dan lamun Bengen 2001. Terumbu karang Coral reef merupakan masyarakat organisme yang hidup didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur CaCO3 yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organisme-organisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Berkaitan dengan terumbu karang diatas dibedakan antara binatang karang atau karang reef coral sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang coral reef sebagai suatu ekosistem Sorokin 1993. Terumbu karang coral reef sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni Sorokin 1993. Berdasarkan kepada kemampuan memproduksi kapur maka karang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik. Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan didaerah tropis. Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia. Perbedaan yang mencolak antara kedua karang ini adalah bahwa di dalam jaringan karang hermatik terdapat sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis hidup bersama yang dinamakan zooxanthellae, yaitu sejenis algae unisular Dinoflagellata unisular, seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan fotosistesis. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang. Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat fototeopik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 o C Nybakken 1986. Menurut Veron 1995 terumbu karang merupakan endapan massif deposit padat kalsium CaCo 3 yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur Calcareous algae dan organisme - organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat CaCo 3 . Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu Scleractina merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu reef-building corals. Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia Zoantharia dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi dan fisiologi. Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien oligotrofik. Menurut Sumich 1992 dan Burke et al 2002 sebagian besar spesies karang melakukan simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae yang hidup di dalam jaringannya. Dalam simbiosis, zooxanthellae