Tipe Terumbu Karang TINJAUAN PUSTAKA

2.10. Pengelolaan Berbasis Ekosistem

Pengelolaan berbasis ekosistem adalah merupakan suatu konsep pengelolaan sumberdaya alam secara modern. Selanjutnya Cornett 1994 mendefinisikan pengelolaan ekosistem berbasis perikanan dalam paradigma biofisik dan sosial sebagai indikator yang perlu diperhatikan dari sudut pandang keindahan, kesehatan dan kehidupan ekosistem itu secara berkelanjutan. Terumbu karang dilihat dari produktifitas, keanekaragaman biota dan estetikanya memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Sumberdaya ini dapat dimanfaatkan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat dengan memperhatikan keberlanjutannya dan kelestariannya. Upaya pemanfaatan yang optimal perlu dilakukan agar dapat menunjang pembangunan secara berkelanjutan, dan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu pengelolaan strategic plan, mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan proporsionality antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan stakeholders. Agar potensi sumberdaya alam ini dapat dimanfaatkan sepanjang masa dan berkelanjutan diperlukan upaya pengelolaan yang memperhatikan aspek-aspek lingkungan dalam arti memperoleh manfaat yang optimal secara ekonomi akan tetapi juga sesuai dengan daya dukung dan kelestarian lingkungan. Sehingga dalam pengelolaan tidak hanya memanfaatkan akan tetapi juga memelihara dan melestarikannya. Pengelolaan berbasis ekosistem di suatu kawasan, harus ada payung hukum dalam melindungi lingkunagan, dan mempertahankan ekosistem agar keanekaragaman sumberdaya hayati selalu terjaga dan dimanfaatkan secara berkelanjutan dan lestari. Berdasarkan pengelolaan ekosistem perikanan yang dikembangkan oleh United Nations Environmental Programme UNEP dengan pendekatan pengelolaan dalam pengembangan Ecosistem Based Management EBM perlu mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan kondisi wilayah ekologi, sosial dan ekonomi yaitu : 1. Integrasi kondisi ekologis, sosial-ekonomi dan tujuan pengelolaan perlu melibatkan masyarakat sebagai komponen penting dari ekosistem. 2. Batasan pengelolaan perlu mempertimbangkan kondisi ekologi dan politik. 3. Pengelolaan adaptip perlu dilakukan untuk menghadapi perubahan dan ketidak kepastian akibat dari proses alam dan sistem sosial. 4. Pemahaman tentang bagaimana proses dan ekosistem merespons gangguan lingkungan. 5. Keberlanjutan pengelolaan ekosistem pesisir dan laut Oleh sebab itu guna mencapai pemanfaatan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan, maka diperlukan pengelolaan sumberdaya berbasis ekosistem yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan dua aspek kebijakan, yaitu aspek ekonomi dan ekologi. Hal ini dikenal dengan pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu berbasis masyarakat Zamani dan Darmawan 2000. Di samping itu juga diperlukan upaya peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat umumnya dan khususnya penduduk yang ada di wilayah pesisir terhadap pentingnya sumberdaya alam dalam menunjang kehidupan saat ini dan generasi mendatang.

2.11. Model Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem

Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki karakteristik yang unik dan kompleks. Kompleksitas ditunjukkan oleh keberadaan berbagai pengguna dan berbagai entitas pengelola wilayah yang mempunyai kepentingan dan cara pandang yang berbeda mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir. Kabupatenkota di Indonesia masing-masing memiliki karakteristik fisik wilayah pesisir yang satu sama lain berbeda. Disamping itu masing-masing kabupatenkota juga memiliki perhatian yang berbeda di dalam pengelolaan wilayah pesisir. Konsekuensi dari perbedaan perhatian tersebut menghasilkan kebijakan dan instrumen kelembagaan yang berbeda satua sama lain dalam mengelola wilayah pesisirnya. Model pengelolaan wilayah pesisir untuk kabupatenkota di Indonesia, khususnya dengan keluarnya UU no 22 Tahun 1999 secara formal belum pernah dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai konsekuensi dengan keluarnya kebijakan desentralisasi melalui UU nomor 22 tahun 1999, pengelolaan wilayah pesisir menjadi kewenangan pemerintah kabupatenkota. Model pengelolaan pesisir wilayah kabupaten disusun berdasarkan karakteristik ekosistem wilayah pesisir dan diturunkan pada instrumen kelembagaan yang ada di pemerintah daerah kabupaten. Dalam penyusunan model diterapkan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan berbasis ekosistem sebagai sebuah ekosistem yang unik. Membangun sebuah model dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem diperlukan beberapa tahapan sehingga hasilnya dapat dipercaya. Tahapan suatu model dalam ekosistem wilayah pesisir untuk membangun sebuah model Fauzi dan Anna 2008 diperlukan beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Identifikasi masalah dibangun dari beberapa pertanyaan, menjadi sangat penting untuk membangun suatu model 2. Membangun asumsi-asumsi, hal ini diperlukan untuk menyederhanakan suatu model secara realitas yang kompleks. Oleh karena itu setiap penyederhanaan memerlukan asumsi, sehingga ruang lingkup model berada dalam koridor permasalahan yang akan dicari solusi dan jawabannya. 3. Membuat konstruksi dari model itu sendiri dapat dilakukan melalui diagram alur atau persamaan-persaamaan matematis. Kontruksi model dapat digunakan dengan komputer software maupun secara analitis. 4. Menentukan analisis yang tepat. Tahap ini adalah mencari solusi yang sesuai untuk menjawab pertanyaan yang dibangun pada tahan identifikasi. Dalam analisis pemodelan dilakukan dengan dua cara, pertama dengan melakukan optimasi apa yang seharusnya terjadi kedua dengan melakukan simulasi apa yang akan terjadi. 5. Pengembangan model adalah melakukan interprestasi atas hasil yang dicapai dalam tahap analisis. 6. Validasi adalah model yang valid tidak saja mengikuti kaidah-kaidah teoritis yang sahih, namun juga memberikan interprestasi dari hasil yang diperoleh mendekati kesesuaian dalam hal besaran uji-uji standar seperti statistik dan prinsip-prinsip matematis. Dalam konteks diatas, model perencanaan pengelolaan wilayah pesisir adalah merupakan alat yang penting untuk mengetahui dinamika masyarakat pesisir terkait dengan pola pemanfaatan dan apresiasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut. Selanjutnya Adrianto 2009 mengembangkan 6 enam tahapan pengembangan siklus pengelolaan pesisir terpadu adalah sebagai berikut : 1. Tahap 1. Persiapan : adalah tahap awal untuk dilakukan pengembangan pengelolaan pesisir terpadu meliputi : i menyusun mekanisme program; ii mengidentifikasi lokal inisiator yaitu pihak yang melaksanakan program pengelolaan pesisir terpadu; iii menyiapkan rencana kerja bagi pengembangan program pengelolaan pesisir terpadu; iv melaksanakan pelatihan yang diperlukan bagi segenap stakeholder yang terkait dengan pengelolaan pesisir terpadu; v menyusun sistem monitoring dan evaluasi dan; vi mempersiapkan penyusunan status pesisir state of the coasts yang akan menjadi obyek pengelolaan terpadu. 2. Tahap 2. Inisiasi, pada tahap ini dibagi 5 jenis kegiatan yaitu : 1 menyusun perencanaan sistem komunikasi dengan stakeholder yang bertujuan untuk meningkatakan kesadaran stakeholder terhadap pentingnya pengelolaan pesisir dan laut; 2 menyusun rencana partisipatif sistem dan menajemen informasi terkait dengan inisiasi pengelolaan pesisir; 3 menyiapkan status pesisir State of the Coast yaitu dokumen yang berisis status eksisting dari pesisir yang menjadi obyek pengelolaan; 4 apabila memungkinkan menyusun kajian awal tentang resiko lingkungan pesisir Itial Risk Assessment; IRA yang bermanfaat untuk menentukan basis bagi prioritas penyelesaian masalahlingkungan pesisir dan; 5 menyusun rencana pengelolaan pesisir coastal strategy. 3. Tahap 3. Pengembangan Development stage dalam kegiatan ini ada beberapa tahapan penting yang dilihat adalah sebagai berikut : i mempersiapkan rencana implementasi strategi pengelolaan pesisir; ii menyusun rencana monitoring lingkungan; iii mengatur mekanisme kelembagaan yang terkait dengan implementasi strategi pengelolaan yaitu meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar institusi; iv merancang mekanisme tata ruang di kawasan pesisir; v menyusun rancangan sistem pembiayaan yang berkelanjutan terhadap implementasi program dan; vi melanjutkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat. 4. Tahap 4. Tahap Adopsi Adoption Stage adalah adopsi dari rencana implementasi strategi pengelolaan pesisir Coastal Starategy Implementation Plan ; CISP . Dengan demikian proses adopsi tidak hanya melibatkan eksekutif dalam pemerintah, tatapi juga institusi legislatif karena hasil akhir dari adopsi adalah peraturan daerah atau surat kepuusan eksekutif yang