Aktifitas Kegiatan Perikanan Tangkap Ikan Karang

konservasi tinggi karena memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi, keindahan dan menyediakan cadangan sumber plasma nutfah Sawyer 1992 in Dahuri 2003. Sumberdaya alam yang berperan sangat penting bagi kehidupan ternyata dalam pemanfaatannya sering menggunakan cara-cara yang kurang bijaksana. Hal ini tercermin dari sikap dan perilaku dalam mengekstraksi dengan menggunakan pola pemanfaatan tidak ramah lingkungan. Selanjutnya Cesar 2000 melaporkan terjadi praktek penangkapan besar–besaran dengan bahan peledak dan sianida di Indonesia. Penyebabnya adalah demand yang tinggi terhadap ikan karang terutama jenis kerapu groupers maupun ikan Napoleon wrasse. Dengan nilai pasar yang tinggi berkisar USD 60-180 per kilo telah menyebabkan perburuan ikan karang dihampir seluruh perairan Indonesia. Akibat perilaku destruktif tersebut tidak dapat dihindari terjadi degradasi sumberdaya alam yang tak terkendali. Salah satu sumberdaya alam yang berada dalam kondisi ini adalah ekosistem terumbu karang. Saat ini terjadi perubahan pada pola pemanfaatan ekosistem terumbu karang. Umumnya perubahan pola pemanfaaatan bukan kearah yang lebih baik tetapi pada pola pemanfaatan yang destruktif dengan tidak berdasarkan kepada keberlanjutan ekosistem tersebut seperti penangkapan berlebih, pengunaan bom, penggunaan obat bius, pemasangan perangkap dan penambangan karang. Penelitian ini dapat memberikan peringatan kepada kita bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, apabila dilakukan tidak secara berhati- hati akan dapat menguras persediaan sumberdaya alam yang ada. Kondisi ini pada gilirannya nanti akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan harus dilakukan secara bijaksana, dengan selalu mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya. Ikan adalah salah satu bentuk sumberdaya alam yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulihdapat memperbaharui diri. Disamping sifat renewable, menurut Widodo dan Nurhakim 2002, sumberdaya ikan pada umumnya mempunyai sifat “open access” dan “common property” yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum. Sifat sumberdaya seperti ini menimbulkan beberapa konsekuensi, antara lain : 1 Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala eksploitasi berlebihan over exploitation, investasi berlebihan over investment dan tenaga kerja berlebihan over employment. 2 Perlu adanya hak kepemilikan property rights, misalnya oleh Negara state property rights , oleh masyarakat community property rights atau oleh swastaperorangan private property rights. Persoalan-persoalan yang terjadi di lokasi penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa sebesar apapun potensi sumberdaya ikan yang berada dalam suatu perairan tetapi tidak diatur atau tidak ada regulasi dalam bidang pemanfaatan sumberdaya ikan. Akan terjadi degradasi terhadap potensi sumberdaya ikan, hal ini akan berdampak terhadap pelaku-pelaku usaha penangkapan ikan terutama nelayan tangkap. 5.6. Analisis Pemodelan dalam Perikanan Karang 5.6.1. Konsepsi dan Diskripsi Model Pemodelan sistem berawal dari bagaimana mencoba memahami dunia nyata ini dan menuangkannya menjadi sebuah model dengan beragam metode yang ada. Model dinilai sejauh mana model itu dapat berguna, sehingga langkah pertama dalam pemodelan adalah menentukan tujuan dari pemodelan tersebut. Model dapat dibuat untuk memprediksi sebuah komponen dalam model setelah jangka waktu tertentu. Kegunaan model sebagai alat prediksi terletak pada ketepatan dan ketelitian hasil prediksinya. Model juga dapat dipakai sebagai wahana untuk ingin memahami struktur dan perilaku dari sumberdaya perikanan karang. Model perikanan berkelanjutan terdiri dari 2 sub model yaitu model ekologi dan model ekonomi. Kedua sub model ini dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya. Model ini juga merupakan perpaduan model dinamik sub model ekologi dan ekonomi, secara diagramatik keterkaitan antara sub model dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Sub model ekologi dan ekonomi perikanan karang

5.6.2. Informasi Dasar dan Asumsi Model

Perumusan sistem yang dibangun berdasarkan model matematikan dengan menggunakan persamaan seperti Lampiran 10. Berdasarkan hasil analisis pada setiap dimensi ekosistem berbasis perikanan diperlukan hal-hal yang dapat mempengaruhi ekosistem perikanan karang adalah sebagai berikut : i laju pertumbuhan alami populasi ikan; ii mati akibat penangkapn; iii mati alami akibat stres, penyakit atau ketuaan; iv biaya perunit usaha; v harga per kg ikan; vi rata-rata hasil penangkapan ikan per bulan; vii jumlah hari penangkapan per bulan dan jumlah armada penangkapan. Berdasarkan batasan tersebut maka wilayah kajian adalah areal Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau liwutongkidi dengan luas areal 262,36 ha. Hasil Penelitian populasi awal dari daya dukung lingkungan untuk mengestimasi biomasa ikan dapat dihitung W=aL b dimana a dan b adalah konstanta hubungan panjang dan berat Love 1993. Beberapa peneliti yang bergabung dalam Fishbase Organization 2010 dan Pauly 1980 berpendapat mengenai kisaran a = 0,01 dan b = 2 - 3 untuk ikan demersal. Sehingga STOK IKAN RECRUITMEN INTEREST GROUTH RATE MORTALITY TOTAL PENANGKAPAN NATURAL MORTALITY KKAPAL MOTOR COST REVENEUS KEUNTUNGAN PER BULAN HARGA PER KG TANGKAPAN PER NELAY AN MUSIM DENSITY AREA biomasa ikan dikawasan konservasi laut daerah Pulau Liwutongkidi dapat dihitung. Hasil perhitungan biomasa ikan di lokasi penelitian adalah 39.771,12 kg biomasa ikan atau 39.77 ton. Perhitungan analisis biomasa ikan sesuai yang dilakukan Pet-Soede at al, 2001 in Froese dan Pauly, 1998, Lampiran 11. Menurut Luckof et al. 2005 laju pertumbuhan alami populasi ikan antara 50 - 60. Laju kematian adalah sangat penting dalam menganalisis dinamika suatu populasi yang dieksploitasi. Mortalitas alami disebabkan oleh predasi, penyakit, ketuaan, kondisi lingkungan, stress yang berkaitan dengan ekosistem dan lain sebagainya 0.3. Selanjutnya dikemukakan oleh Gulland 1977 in Pauly 1984 Laju Eksploitasi alami berkisar antara 0.3 - 0.5 tergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya. Biaya per unit usaha adalah Rp. 200.000 perbulan, dan harga per kg ikan adalah Rp. 12.500, frekwensi usaha penangkapan adalah 20 hari penangkapan per bulan. Dengan jumlah kapal waktu saat penelitian existing 147 kapal.

5.6.3. Analisis Pemodelan

Analisis Pemodelan adalah proses yang menekankan pada pendekatan holistik terhadap pemecahan masalah dan menggunakan model untuk mengidentifikasi dan meniru karakteristik dari sistem-sistem yang kompleks serta membuat suatu skenario pemecahan masalah. Dinamika sistem sangat berguna untuk menggambarkan pemahaman kita tentang sistem yang ada di alam nyata. Dalam keadaan demikian analisis sistem dan simulasi sering dipakai untuk menguji hipotesis-hipotesis kita tentang bagaimana sistem bekerja Lane 1994. Jika kita dapat memodelkan sistem perikana karang maka skenario untuk mengelola laut dan ekosistemnya secara lestari dapat dilaksanakan secara baik, benar dan berkesinambungan.

a. Skenario 1. Exixting

Suatu pengelolaan sumberdaya parikanan karang di kawasan konservasi laut daerah yang berkelanjutan adalah jenis pengelolaan yang mempertimbangkan fungsi ekologis dan ekonomis agar diperoleh kegiatan pemanfaatan yang rasional dan optimal. Dalam pemanfaatan ekosistem perikanan karang sebagai kawasan konservasi perlu dilihat keseimbangan dalam pemanfaatan dan biomassa lingkungan. Berdasarkan hasil simulasi keberlanjutan perikanan karang di kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi dan sekitarnya pada bulan pertama sampai dengan bulan ke sembilan terlihat perubahan yang signifikan. Gambar 22 menunjukan penurunan biomasa ikan dan recruitmen seiring dengan peningkatan aktifitas penangkapan nelayan. Jika skenario ini terjadi, maka kondisi yang demikian dapat dipredeksi keberlanjutan perikanan karang akan mengalami penurunan yang signifikan pada periode bulan ke bulan. Hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap biomasa ikan di kawasan terumbu karang. Gambar 22. Grafik simulasi mortality, recruitment, stok ikan, jumlah armada penangkapan dan total penangkapan Perubahan biomassa ikan dapat diukur berdasarkan jumlah kapal dan upaya tangkapan dengan jumlah 147 kapal penangkapan. Pada bulan pertama sampai dengan bulan kesembilan jumlah upaya penangkapan sejalan dengan menurunnya biomassa ikan. Bulan ketujuh upaya tangkap meningkat biomassa ikan menurun sampai periode bulan kesembilan, setelah bulan kesembilan pada periode bulan ke sepuluh biomasa ikan habis. Selanjutnya Fazli et al. 2009, McManus 1997 biomasa ikan di pengaruh oleh upaya penangkapan disebabkan oleh kelebihan tangkapan. Lampiran 12. 1.00 15.75 30.50 45.25 60.00 20000 40000 15000 30000 10000 20000 146 147 148 -50000000 100000000 250000000 1: Stok Ikan 2: Recruitment 3: Total …n perbulan 4: Kapal Motor 5: Keunt…n perbulan 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5

b. Skenario 2.

Hasil simulasi biomassa ikan di kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi, Kadatua dan Siompu untuk melihat degradasi pada biomassa ikan ada beberapa variable yang harus diperhatikan adalah biomassa ikan, manfaat ekonomi dan upaya. Sebagaimana dalam model standar bioekonomi ekosistem perikanan karang. Perubahan biomassa ikan dipengaruhi oleh tiga parameter biofisik yaitu rekruitmen, biomassa dan jumlah armada penangkapan ikan. Gambar 23. Grafik simulasi recruitment dan biomassa ikan dengan penguranagn jumlah armada penangkapan 0.85 atau 125 armada Hasil analisis simulasi pada Gambar 23. Dari gambar terlihat fluktuasi penangkapan dari periode awal bulan sampai dengan akhir bulan. Naik turunnya upaya penangkapan tidak sejalan dengan fluktuasi biomassa ikan. Hal ini tidak terjadi keseimbangan antara total penangkapan dengan biomassa ikan artinya rekruitmen dan biomasa ikan dari waktu ke waktu bertambah tidak di pengaruhi oleh upaya penangkapan. Pada gambar tersebut terlihat biomassa dari periode awal bulan meningkat sejalan dengan periode waktu. Pengurangan jumlah perahu motor dari 147 menjadi 125 kapal sangat mempengaruhi biomassa ikan. Dengan demikian perubahan terhadap jumlah kapal dapat meningkatkn biomassa ikan dan rekruitmen dari periode bulan pertama sampai pada bulan ke enam puluh. 12:53 PM Mon, Aug 22, 2011 1.00 15.75 30.50 45.25 60.00 Months 1e+010. 2e+010. 3.5e+009 7e+009. 5000 15000 25000 50000000 150000000 250000000 124 125 126 1: Stok Ikan 2: Recruitment 3: Total …n perbulan 4: Keunt…n perbulan 5: Kapal Motor 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 Untuk melihat perubahan biomassa ikan dari periode bulan pertama sampai dengan bula ke enam puluh yang dipengaruhi oleh upaya penangkapan perbulan dengan jumlah kapal, selanjutnya dijelaskan oleh Grandcourt 2003 rekruitmen dan biomasa ikan di pengaruhi oleh upaya penangkapan dapat dilihat pada Lampiran 13.

c. Skenario 3

Skenario ini lebih baik kondisinya dibandingkan dengan scenario yang lain. Pada Lampiran 14 Variable penangkapan ikan mempengaruhi degradasi biomassa ikan. Dinamika perubahan yang terjadi pada biomassa ikan secara langsung akan mempengaruhi rekruimen dan jumlah pendapatan masyarakat nelayan. Keterkaitan antara biomassa ikan dengan upaya penangkapan dilakukan melalui perubahan jumlah kapal yang menjadi variabel penentu dalam fungsi pertumbuhan ikan rekruitmen. Penurunan biomassa ikan dan rekruitmen berbanding terbalik dengan total penangkapan dan keuntungan nelayan perbulan dari periode awal bulan sampai dengan akhir bulan. Hasil simulasi dengan menggunakan 131 armada penangkapan terlihat hubungan timbal balik antara upaya penangkapan dengan biomassa ikan sepanjang waktu. Pada awal periode total penangkapan tinggi biomassa mengalami penurunan, total penangkapan menurun biomassa ikan mengalami peningkatan dan seterusnya. Gambar 24. Grafik simulasi recruitment dan biomassa ikan dengan penguranagn jumlah armada penangkapan 0.89 atau 131 armada 1.00 15.75 30.50 45.25 60.00 300000000 600000000 500000000 1e+009. 5000 15000 25000 130 131 132 50000000 200000000 350000000 1: Recruitment 2: Stok Ikan 3: Total …n perbulan 4: Kapal Motor 5: Keunt…n perbulan 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 Apabila keseimbangan ini biomasa ikan dan rekruitmen ini terjadi sepanjang masa dari bulanke bulan, maka kondisi biomassa ikan dan total penangkapan pada daerah kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi , Kadatua dan Siompu dapat dikatakan kondisi ideal Lampiran 14. Biomassa ikan pada suatu lokasi dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu makanan, ruang habitat dan faktor lain salah satu adalah tekanan penangkapan Royce 1972. Tingginya tekanan penangkapan dapat mengakibatkan penurunan kelimpahan populasi dan menurun rata-rata ukuran ikan. Jika semua individu dewasa ditangkap dan gagal matang gonad maka tidak ada lagi pemijahan yang menyuplai anak ikan untuk rekruitmen. Pendugaan biomassa ikan memiliki peranan penting sebagai “fine tunning” system penangkapan guna hasil tangkapan yang lebih besar. Selanjutnya dapat berperan untuk menyusun perencanaan guna rehabilitasi ketika terjadi laju penangkapan lebih dan mengembankan strategi pengelolaan selama berlangsungnya transisi teknologi kearah penggunaan berbagai metode penangkapan yang lebih efisien dan berkelanjutan. Selain itu pendugaan biomassa ikan memiliki tugas utama dalam mempersiapkan perencanaan yang tepat tentang hasil tangkapan dan biomassa populasi serta mencoba membuat prediksi tentang dampak dari berbagai kebijakan pengelolaan yang diterapkan.

5.7. Model Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem Perikanan Karang

Untuk mencapai hasil yang optimum dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tidak terlepas dari sistim dinamik karena sumberdaya ekosistem perikanan karang adalah merupakan sumberdaya perikanan yang dinamis. Secara keseluruhan dinamik ekosistem sumberdaya perikanan dan intervensi manusia dapat mempengaruhi kondisi sumberdaya perikanan karang baik langsung maupun tidak langsung sepanjang tahun. Sebuah pengelolaan haruslah ditekankan pada orientasi pemecahan masalah dengan menggunakan cara-cara yang ilmiah berdasarkan fisik, biologi, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan karang dilakukan terlebih dahulu dengan merumuskan suatu rencana pengelolaan berbasis masyarakat. Rencana pengelolaan perikanan karang di kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi, Pulau Siompu dan Pulau Kadatua dapat berupa pengawasan dan pengembangan perikanan tangkap ikan karang yang berwawasan lingkungan Zhang at al. 2009. Pengawasan bertujuan untuk menjaga agar sumberdaya dan lingkungan perairan dapat terjaga secara lestari dan berkelanjutan, sedangkan pengembangan usaha perikanan karang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan terhadap sumberdaya ikan karang dengan memperhatikan daya dukung lingkungan Degnbol 2002. Untuk mencegah terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap komoditi sumber daya ikan karang di terumbu karang dapat dilakukan beberapa aturan- aturan yang ditetapkan antara lain dengan : 1. Membatasi jumlah hasil tangkap. Untuk sumber daya perikanan terumbu karang, cara ini mudah dilakukan karena secara umum biota terumbu karang adalah biota yang hidup menetap di dasar benthos atau yang bergerak tidak jauh dan tidak pernah meninggalkan terumbu karang, sehingga jumlah stok di ekosistem tersebut mudah dihitung. Dengan mengetahui jumlah stok di alam dan kemampuan regenerasi, maka jumlah tangkapan perwaktu tangkap dapat diatur. Komoditi perikanan terumbu karang seperti kima, teripang, ikan hias, anemon serta karang. 2. Pengaturan waktu tangkap. Pengaturan waktu tangkap perlu dilakukan bagi jenis-jenis sumber perikanan terumbu karang tertentu, guna menghindari tertangkapnya jenis yang sedang dalam musim pemijahan. Untuk mengetahui kapan jenis-jenis tersebut memijah, tentu saja perlu ada penelitian mendalam tentang siklus reproduksinya, kapan telur jenis-jenis biota itu masak dan memijah perlu penelitian. 3. Membatasi ukuran tertentu panjangberat individu jenis biota Pembatasan ukuran jenis tangkapan perlu dilakukan untuk menjamin agar semua individu yang ditangkap sudah menunaikan tugas memperpanjang keturunannya. Untuk mengetahui ukuran berapa individu jenis biota itu mulai memijah. 4. Mengatur dan mengawasi penggunaan alat tangkap ikan. Dengan pengaturan ukuran mata jaring misalnya, ikan-ikan kecil yang tidak ekonomis tidak ditangkap. Bubu sebagai alat tangkap ikan terumbu karang dapat merusak habitat terumbu karang karena menggunakan batu karang hidup sebagai pemberat dan pe-nyamar alat tersebut. 5. Penerapan sistem zonasi. Sistem zonasi yakni membagi kawasan terumbu karang menjadi zona yang berbeda pemanfaatannya. Antara lain ada zona yang ditutup sementara waktu untuk semua jenis pemanfaatan guna menjamin pelestarian sumber alamnya, atau zona pemanfaatan secara berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat dapat didefinisikan sebagai suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengelola sumberdayanya sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan, keinginan, tujuan serta aspirasinya. Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat ini menyangkut juga pemberian tanggung jawab kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka. Model pengelolaan seperti tersebut di atas akan lebih efektif jika dimasyarakat Tongali, Kapoa dan Waonu terdapat suatu kelembagaan di bidang perikanan. Kelembagaan tersebut berfungsi sebagai wadah untuk menampung semua aspirasi masyarakat dalam pengelolaan perikanan. Pentingnya di bentuk kelembagaan pengelolaan perikanan di sebuah desa pesisir selain berfungsi sebagai wadah penampung aspirasi masyarakat juga untuk mempermudan pemberian bantuan maupun pelaksanaan program dalam pemberdayaan masyarakat pesisir oleh pemerintah atau lembaga non pemerintah. Lebih lanjut dikemukakan oleh Alcala 1998 sebuah pengelolaan terhadap ikan karang merupakan suatu hal yang kompleks karena berkaitan dengan penangkapan yaitu interaksi antara sumberdaya ikan, alat tangkap dan armada penangkapan sehingga banyak faktor yang saling berkaitan. Sebuah pengelolaan harusnya dapat memulihkan atau melindungi suatu wilayah dari degrdasi lingkungan serta dalam jangka panjang dapat merawat sumberdaya tersebut agar berkelanjutan. Oleh karena itu keterlibatan masrarakat yang nantinya sebagai pelaksana dari sebuah pengelola ekosistem perikanan mutlak diperlukan agar mereka merasa ikut berperan dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan pengelolaan di daerah lingkungan pesisir mereka.

5.8. Keberlanjutan Perikanan Karang

Pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir pada dasarnya adalah suatu proses perbaikan kehidupan masyarakat pesisir menuju arah yang lebih baik, terutama dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat atau perangkat kerjanya. Dalam memanfaatkan dan mengelola keberlanjutan perikanan karang di wilayah pesisir Pulau Liwutongkidi dan sekitarnya perlu di perhatikan daya dukung dan kemampuan sumberdaya ikan asimilasi wilayah pesisir dan daratan dalam hubungan ekologis, ekonomis, dan sosial. Kesinambungan ketersediaan sumber daya ini merupakan kunci dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Namun, dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di ketiga desa tersebut selama ini, yang perlu mendapat perhatian, antara lain : pertambahan jumlah penduduk di wilayah pesisir yang cukup pesat dan memerlukan sumber daya kelautan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya; masih banyaknya praktek pemanfaatan sumber daya perikanan karang secara merusak dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Sebagian besar penduduk Desa Tongali, Kapoa dan Waonu menggantungkan kehidupan pada sumberdaya laut dengan mata pencaharian utama adalah nelayan. Mereka memanfaatkan sumberdaya laut seperti ikan, kepiting dan ikan-ikan hias dengan menggunakan berbagai macam alat tangkap yang dapat merusak dan mengeksploitasi sumberdaya alam tersebut. Dominasi pekerjaan nelayan di laut, seperti kemampuan menangkap ikan sangat mempengaruhi pendapatan dan keadaan ekonomi mereka. Pendapatan masyarakat nelayan masih relative rendah dan sangat berfariasi tergantung pada musim, musim ikan, musim ombak atau musim paceklik. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi terumbu karang di kawasan konservasi, terutama dari aktivitas masyarakat nelayan maka diperlukan pengelolaan ekosistem terumbu karang. Pengelolaan ini pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan masyarakta pengguna agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana sesuai dengan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan. Selanjutnya Lowis at al, 1997 untuk mengetahui kondisi perubahan ekosistem terumbu karang, maka perlu dilakukan Pengelolaan berkelanjutan perikanan karang dan memulihkan kembali kondisi karang yang telah degradasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengaruh kegiatan pembangunan pada ekosistem terumbu karang cukup besar, meliputi perusakan karang secara