Hubungan Bauran Pemasaran Ritel dan Kepuasan Pelanggan Hubungan Kepuasan Pelanggan terhadap Loyalitas pelanggan

35 prooduk atau jasa yang tersedia bagi konsumen. Bentuk loyalitas ini merupakan bentuk loyalitas terlemah. 2 The second stage : affective loyalty, sikap favorable konsumen terhadap merek yang merupakan hasil dari konfirmasi yang berulang dari harapannya selama tahap cognitively loyal berlangsung. Pada tahap ini dasar kesetiaannya adalah pada sikap dan komitmen konsumen terhadap produk atau jasa sehingga pada tahap ini telah terbentuk suatu hubungan yang lebih mendalam antara konsumen dengan penyedia produk atau jasa dibandingkan pada tahap sebelumnya. A ffective loyaltybukanlah prediktor yang baik dalam mengukur kesetiaan karena meskipun konsumen merasa puas dengan produk tertentu bukan berarti ia akan terus mengkonsumsinya dimasa depan. 3 The third stage : conative loyalty, intensi membeli ulang yang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi. Sehingga dari ketiga bentuk kesetiaan diatas, conative loyaltymerupakan prediktor yang terbaik.

2.1.6 Hubungan Bauran Pemasaran Ritel dan Kepuasan Pelanggan

Zeitaml dan Bitner 2001 mengemukakan hubungan bauran pemasaran dan kepuasan pelanggan sebagai berikut: “ Marketing mix defined as the elements an organizations controls that can be used to satisfy or communicate with customer” Menurut Assael, 1992 Salah satu bentuk stimuli yang dapat mempengaruhi konsumen dalam memuaskan pelanggan dan merupakan faktor Universitas Sumatera Utara 36 yang dapat dikendalikan oleh perusahaan adalah stimuli pemasaran yaitu melalui unsur-unsur strategi marketing mix. Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bauran pemasaran ritel sebagai aspek yang dapat dikontrol oleh perusahaan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.

2.1.7 Hubungan Kepuasan Pelanggan terhadap Loyalitas pelanggan

Dalam suatu proses konsumsi, pelanggan tidak akan berhenti hanya samapai pada proses konsumsi. Pelanggan akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Inilah yang disebut sebagai evaluasi alternative pasca konsumsi Sinaga, 2010. Hasil dari proses evaluasi pasca konsumsi adalah pelanggan merasa puas satisfaction atau tidak puas dissatisfaction terhadap konsumsi produk atau jasa yang sudah dilakukannya. Kepuasan akan mendorong konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali atau mengkonsumsi produk tersebut. Perusahaan selayaknya memberikan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap konsumennya, sebab konsumen yang mendapatkan kepuasan yang cukup hanya akan bertahan sementara waktu dan dapat beralih pada perusahaanproduk sejenis yang lain yang memberikan penawaran yang lebih baik. Pelanggan yang tidak mendapat kepuasan akan kabur bahkan tidak akan pernah kembali. Menurut Schnaars dalam Pratiwi, 2010, terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian Universitas Sumatera Utara 37 ulang, terciptanya loyalitas pelanggan terhadap suatu produk tertentu dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan. Kepuasan adalah salah satu di antara beberapa penyebab terbentuknya loyalitas Dharmayanti, 2006, dalam Sinaga, 2010. Kandampully dan Suhartanto 2000, menyatakan bahwa apabila pelanggan puas terhadap barang atau pelayanan yang diterima, maka akan menimbulkan kesetiaan loyalitas konsumen.

2.1.8 Penelitian Terdahulu