Vasodilator Identitas Pasien Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

dapat mentolerir obat-obat ini tanpa masalah yang signifikan. Contoh inhibitor ACE meliputi kaptopril, enalapril, lisinopril, benazepril dan ramipril Kulick, 2011.

e. Angiotensin II Reseptor Blockers ARBs

Individu yang tidak mampu mentolerir dampak ACE inhibitors, dapat digunakan sebuah kelompok alternatif obat, yang disebut angiotensin receptor blockers ARBs. Obat ini bekerja pada jalur sirkulasi yang sama dengan inhibitor ACE, tetapi kerjanya menduduki reseptor angiotensin II secara langsung Efek samping dari obat ini mirip dengan seperti penggunaan ACE inhibitors, meskipun batuk kering jarang dijumpai. Contoh golongan ini obat meliputi: losartan, candesartan, telmisartan, valsartan, irbesartan, dan olmesartan Kulick, 2011.

f. Vasodilator

Vasodilator sudah lama digunakan dalam pengobatan gagal jantung. Obat golongan ini merileksasi otot polos pembuluh darah secara langsung. Penggunaan secara kombinasi telah terbukti dapat mengurangi angka kematian pada pasien gagal jantung. Hidralazin merupakan vasodilator arteri sehingga menurunkan afterload dan isosorbid dinitrat merupakan venodilator sehingga menurunkan preload jantung Brunton and Parker, 2008. 2.2 Diabetes Mellitus 2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus Diabetes melitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis yang kususnya menyangkut metabolisme glukosa di dalam tubuh. Diabetes melitus berasal dari bahasa Yunani, diabetes artinya mengalir terus, mellitus UNIVERSITAS SUMATRA UTARA artinya madu atau manis. Jadi, diabetes melitus menunjukkan keadaan tubuh penderita, yaitu adanya cairan manis mengalir terus Dalimartha, 2006. 2.2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan pengetahuan muktahir mengenai pathogenesis sindrom diabetes dan ganguan toleransi glukosa yang diperkenalkan oleh American Diabetes Association ADA. Klasifikasi ini telah disahkan oleh World Health Organization WHO dan telah digunakan oleh seluruh dunia. Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa: a diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2, b diabetes gastasional diabetes kehamilan dan c tipe khusus lain. Dua katagori lain dari toleransi glukosa abnormal adalah gangguan toleransi glukosa dan gangguan glukosa puasa. Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe dependent insulin. Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunya dan dapat dibagi dalam dua subtipe: a autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta dan b idiopatik, tanpa bukti autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Tipe ini sering timbul pada etnik Amerika, Afrika, dan Asia. Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe nondependent insulin. Insiden diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunya. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini . Diabetes gestosional dikenali pertama kali selama kehamilan dan memengaruhi 4 dari semua kehamilan. Faktor terjadinya Diabetes gestosional adalah usia, etnik, obesitas multiparitas, dan riwayat keluarga Price dan Wilson, 2006. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

2.2.3 Diagnosis

Penyakit diabetes melitus ditandai dengan gejala 3P, yaitu poliuria banyak berkemih, polidipsia banyak minum, dan polifagia banyak makan. Di samping naiknya kadar glukosa darah, gejela kencing manis juga bercirikan adanya glukosa dalam kemih sehingga banyak berkemih karena glukosa yang disekresikan mengikat air akibatnya timbul rasa sangat haus, kehilangan energi dan turunya berat badan dan timbulnya rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang disertai pembentukan zat-zat perombakan, antara lain aseton, asamhidroksi butirat, dan diasetat, yang membuat darah menjadi asam ketoacidosis, yang dapat menyebabkan pingsan comadiabeticum Tjay dan Rahardja, 2002. Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu 200 mgdl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mgdl juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM Depkes RI, 2005. Kriteria penegakan diagnosis DM dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Kriteria Penegakan Diagnosis DM Glukosa darah Puasa Glukosa darah 2 jam setelah makan Normal 100 mgdL 140 mgdL Pra-diabetes 100-125 mgdL 140-200 mgdL Diabetes ≥126 mgdL ≥200 mgdL

2.2.4. Penatalaksanaan

Terapi farmakologi meliputi pengobatan dengan insulin atau dengan obat- obat hipoglikemia oral. Obat hanya perlu diberikan jika pengaturan diet secara maksimal tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah. Penurunan berat badan UNIVERSITAS SUMATRA UTARA merupakan tindakan yang sangat penting dalam pengendalian diabetes dan harus dilakukan secara intensif terlepas dari obat yang diberikan Handoko dan Suharto, 1995.

2.2.5 Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30 ternyata memerlukan terapi insulin untuk kondisi tertentu Depkes RI, 2005. Prinsip terapi insulin adalah sebagai berikut Depkes RI, 2005: a. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada. b. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. c. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke. d. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin. e. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar UNIVERSITAS SUMATRA UTARA glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. 6. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 7. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat diabetes oral Depkes RI, 2005.

2.2.6 Terapi dengan Obat-Obat Hipoglikemik Oral

Obat-obat ini berguna dalam pengobatan pasien diabetes tidak tergantung insulin NIDDM yang tidak dapat diperbaiki hanya dengan diet. Pasien yang sudah lama menderita diabetes mungkin memerlukan suatu kombinasi obat hipoglikemik dan insulin untuk mengontrol hipoglikemiknya.

2.2.6.1 Golongan Sulfonilurea

Mekanisme kerja sulfonilurea termasuk: a merangsang pelepasan insulin dari sel- β pankreas, b mengurangi kadar glukagon dalam serum, dan c meningkatkan peningkatan insulin pada jaringan target dan reseptor. Obat-obat ini terikat pada protein serum, dimetabolisme oleh hati dan di ekskresikan oleh hati atau ginjal. Kontra indikasi pemakain obat-obat ini adalah pada pasien insufiensi hati atau ginjal karena ekskresi obat tersebut terlambat, mengakibatkan akumulasi dan dapat menimbulkan hipoglikemia Mycek, 2001. Obat-obat utama yang sering digunakan adalah: a. Tolbutamid Diserap secara cepat dalam saluran cerna , kadar obat dalam darah minimum dicapai setelah 5-8 jam pemberian oral masa kerja relative pendek. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA b. Klorpropamid Diserap secara cepat dalam saluran cerna, kadar maksimum obat di dalam darah dicapai dalam 2-4 jam setelah pemberian oral dan efeknya hilang setelah 24 jam. Aktivitasnya 6 kali lebih besar dari tolbutamid. c. Gliklazid Diserap secara cepat dalam saluran cerna , kadar maksimum obat dalam darah dicapai dalam 2-4 jam setelah pemberian oral. d. Glibenklamid Khasiat hipoglikemiknya kira-kira 100 kali lebih kuat daripada tolbutamida. Kerjanya dapat bertahan sampai 24 jam. Pengobatan jangka pendek meningkatkan sekresi insulin dari sel- β pankreas. Pengobatan jangka panjang meningkatkan efek insulin terhadap jaringan perifer dan penurunan glukosa darah dari hati. e. Glipizid Merupakan turunan dari sulfonylurea dengan efek antidiabetes yang kuat. Mempunyai waktu paruh yang lebih pendek sehingga kurang menyebabkan hipoglikemia yang serius dibandingkan glibenklamid Katzung, 2001.

2.2.6.2 Biguanida

Biguanida berbeda dari sulfonylurea karena tidak merangsang sekresi insulin. Resiko hipoglikemia lebih kecil daripada obat-obat sulfonilurea. Contoh golongan ini adalah metformin. Obat ini bekerja terutama dengan dengan jalan mengurangi pengeluaran glukosa hati, sebagian besar dengan menghambat UNIVERSITAS SUMATRA UTARA glukoneogenesis. Penggunaan jangka panjang dapat mempengaruhi absorbsi vitamin B12. Kontra indikasi obat ini adalah pada penderita insufisiensi ginjal dan hati Mycek, 2001.

2.2.6.3 Golongan Penghambat α-glukosidase

Contoh dari golongan obat ini adalah askarbose telah disetujui penggunaanya per-oral sebagai obat aktif pada pengobatan penderita NIDDM dan sebagai tambahan memungkinkan dengan insulin pada IDDM. Akarbose menghambat α glukosidase pada vili-vili usus sehingga menurunkan absorbsi starch dan disakarida. tidak seperti obat oral hipoglikemik lainya, akarbose tidak merangsang pelepasan insulin dari pankreas Mycek, 2001. 2.3 Efusi Pleura 2.3.1 Definisi Efusi pleura adalah penumpukan cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura. Pleura adalah membran tertutup, berdinding ganda yang melapisi rongga toraks. Pleura parietalis melapisi rongga dada dan pleura viseralis membungkus masing-masing paru. Rongga pleura adalah ruang potensial antara pleura parietalis dan viseralis yang berisi beberapa milliliter cairan pleura, yang memberikan lubrikasi, memudahkan lapisan pleura saling gesek selama bernafas Price dan Wilson, 2006. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

2.3.2 Klasifikasi

Efusi pleura dapat berupa: a. transudat merupakan kumpulan cairan non-peradangan, jernih dan kandungan protein 0,3 g100 ml atau kurang. Satu-satunya sel yang ditemukan adalah limfosit dan sel-sel mesotel. Penyebabnya antara lain: i. gagal jantung: berkaitan dengan edema paru. ii. penyakit ginjal: tipe hipoproteinemia pada sindrom nefrotik; gagal ginjal. iii. penyakit hati: terutama sirosis. Volume cairan dapat mencapai proporsi yang sangat besar hingga 2-3 liter Thomson dan Cotton, 1997. b. eksudat merupakan kumpulan cairan berwarna kekuningan dengan kandungan protein lebih besar dari 3 g100 ml. Selain sel-sel mesotel juga ditemukan campuran limfosit dan polimorf. Sebagian besar penyebabnya adalah akibat penyakit peradangan paru yang mendasarinya, misalnya tuberkulosis, pneumonia, abses paru, bronkiektasis. Eksudat pleura juga dapat disertai infeksi sistemik, uremia, infark paru, demam reumatik dan lupus eritematosus sistemik Thomson dan Cotton, 1997.

2.3.3 Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda dari efusi pleura antara lain: i. dispnea bervariasi. ii. nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi. iii. trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi. iv. pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA v. suara nafas berkurang di atas efusi pleura Price dan Wilson, 2006.

2.3.4 Penatalaksanaan

Aspirasi cairan biasanya diperlukan baik untuk pengobatan maupun membantu penegakan diagnosis. Biopsi pleura harus dilakukan pada saat yang sama. Spesimen dikirim ke laboratorium untuk: i. pemeriksaan mikroskopik ii. kultur bakteri, termasuk tuberculosis iii. histology iv. sitologi untuk mencari sel ganas v. kandungan protein: sekitar 30 gl sudah membedakan eksudat dari transudat Rubenstein, 2007. Efusi pleura diobati dengan aspirasi jarum torasentesis. Hal ini khususnya penting apabila efusi merupakan eksudat, karena dapat mengakibatkan fibrotoraks. Efusi ringan dan tidak merupakan peradangan transudat dapat diresorpsi ke dalam kapiler setelah penyebab efusi sudah diatasi Price dan Wilson, 2006. 2.4 Hipoalbuminemia 2.4.1 Definisi Hipoalbuminemia adalah kekurangan albumin di dalam tubuh yang disebabkan oleh penurunan produksi maupun oleh peningkatan dekstruksi sehingga mengakibatkan kehilangan albumin, yang membahayakan jiwa penderita akibatnya terjadi gangguan keseimbangan cairan atau tekanan osmotik dan rangkaian penyakit akibat kelaianan yang ditimbulkanya Anonim, 2012. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

2.4.2. Penatalaksanaan

Penangan hipoalbumin biasanya dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral, namun untuk kasus tertentu seperti sepsis, luka bakar, hipotensi saat hemodialisa perlu dilakukan pemberian asupan albumin Anonim, 2012. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

BAB III PENATALAKSANAAN UMUM

3.1 Identitas Pasien

Nama : KH Nomor MR : 00.83.70.16 Umur : 49 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal Lahir : 16 Juni 1962 Agama : Islam Alamat : Sukaramai Berat Badan : 60 kg Ruangan : Asoka Penyakit Dalam Pria Pembayaran : Jamkesmas Tanggal Masuk : 30 April 2012 pukul 12:11 WIB

3.2 Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Pasien masuk ke RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan atas rujukan puskesmas medan area dengan diagonostik hepatitis. Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat IGD, pada tanggal 30 April 2012 dengan keluhan Utama sesak nafas. Hal ini dialami pasien sejak dua bulan ini dan memberat dalam satu minngu terakhir dan sesak nafas semakin memberat dan disertai dengan bunyi, sesak nafas yang dialami pasien tidak berhubungan UNIVERSITAS SUMATRA UTARA dengan aktivitas dan cuaca. Pasien juga mengalami batuk sejak satu minggu terakhir sebelum masuk rumah sakit yang disertai dengan dahak berwarna hijau. Pasien mengalami penurunan berat badan dan kemudian tampak gejala kaki bengkak pada pasien. Selain keluhan di atas pasien juga memiliki riwayat tidur dengan dua bantal dan lebih nyaman berbaring kearah kanan, selain itu pasien juga memiliki riwayat penyakit diabetes dengan kadar gula darah tertinggi 300 mgdl. Pasien ini juga memiliki riwayat merokok. Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat, kemudian diperiksa oleh dokter, diagonostik awal pasien CHF fc IIIII ec CAD, HHD + efusi pleura + TB Paru + DM Tipe 2 + Hipoalbuminemia. Lalu keluarga pasien mengisi biodata di bagian informasi dan melengkapi berkas administrasi, dan untuk pemeriksaan selanjutnya pasien menjalani rawat inap di ruang Asoka penyakit dalam pria.

3.3 Pemeriksaan