Pelepasan Bulir Padi Mabanting, mardege eme

91 Foto 9. Dasor dasar parlunggukan Sumber: Dokumentasi Pribadi

4.12.2. Pelepasan Bulir Padi Mabanting, mardege eme

Foto 10. Mabbanting Sumber: Dokumentasi Pribadi Universitas Sumatera Utara 92 Pelepasan bulir padi merupakan kegiatan pada saat panen berupa melepaskan bulir padi dari batang padi dengan cara dibantingkan ke alat bantingan padi yang disediakan atau dibuat petani. Pak Ika Harianja mengatakan, berupa: mabanting eme merupakan melepaskan padi dari batang, dengan cara dibanting pada bantingan benda yang digunakan petani untuk mabanting btangkai padi. Pak Mega Tampubolon turut mengemukakan pendapat beliau mengenai maksud dari mabanting eme berupa; Mabanting eme yaitu bagaimana kita para petani berusaha melepaskan bulir-bulir padi dari tangkai padi yang telah disabit. Terjadi perubahan-perubahan terhadap cara dan alat yang digunakan melepaskan bulir padi dari batangnya di Pangaribuan. Menurut petani pengetahuan petani yang di dapat dari nenek moyang. Dahulu cara yang dipakai nenek moyang dalam melepaskan bulir padi dari batangnya adalah dengan cara mardege batang-batang padi dibentangkan di atas tikar dan kemudian dipijiak- pijak dengan berpegangan pada sebuah kayu yang di tancapkan dan sedikit melengkung, yang kira-kira panjangnya 3 meter sebagai pegangan saat memijak tangkai buah padi untuk melepaskan bulir padi pada batangnya. Cara ini mardege masih diterapkan oleh sebagian petani Pangaribuan. Mardege dilakukan jika padi tinggal sedikit untuk dilepaskan bulir-bulirnya. Cara yang kedua adalah dengan memukul biyur-biyur padi dengan sebuah pentungan yang disediakan petani. Lungguk tempat dikumpulkannya batang- batang padi yang berbentuk lingkaran. Seorang akan masuk ke tengah lungguk dan memukul tangkai padi, ada juga yang mengambil setumpuk batang padi yang kemudian memukulkannya. Seperti diungkapkan OP Rumata Gultom, berupa: Universitas Sumatera Utara 93 Najolo petani mardege do laho ma buat eme. Mardege ikkon mamakke pat jala hau nalao sitiopon, biur ni eme didege-degema asa marurus eme nai jala adong do muse nadi lotak pakke hau. Dahulu petani dalam melepaskan biji padi dari batangnya dengan menggunakan kaki dan kayu. Padi yang sudah disabit kemudian dipijak-pijak menggunakan kaki supaya biji padi terlepas dari batangnya, dan ada dipukulkan menggunakan kayu untuk melepaskan biji-biji padi tersebut. Foto 11. Mardege Sumber: Dokumentasi Pribadi Cara yang diajarkan nenek moyang petani di Pangaribuan memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut petani kelebihannya berupa, bulir padi pada batang bisa dilepaskan secara keseluruhan dan padi aman dalam artian bulir-bulir padi tidak ada yang bercampakan keluar dari tempat yang disediakan. Sementara kekurangannya berupa memerlukan waktu yang lama dan tenaga yang banyak. Hal ini diungkapkan oleh OP Ganda Gultom, berupa: Najolo laho mabatting ikkon godang do tenaga jala leleng doi ni ulahon, najolo i sappe marmalam do iba makkarejoi sude holan lappu teplok do modal jala godang do hami laho karejo asa hatop sae baru pe diangkat tu jabu. Melepaskan biji padi pada zaman dahulu memerlukan tenaga yang banyak dan waktu yang cukup lama, dahulu kami harus bermalam disawah untuk mengerjakan itu semua, dengan menggunakan lampu teblok sebagai penerang, kami mengerjakannya Universitas Sumatera Utara 94 berramai-ramai dan siapnya besok paginya. Selanjutnya padi-padi tersebut diangkut kerumah. Seiring dengan perkembangan informasi petani mulai mendapatkan pengetahuan sebagai upaya untuk menghemat tenaga dan waktu. Petani mulai membuat alat yang lebih efisien untuk melepaskan bulir padi dari batangnya dengan membuat bantingan. Bantingan tersebuat berbentuk meja dengan tinggi setengah meter dan lebar setengah meter juga, panjang 2,5 meter dengan menggunakan kayu-kayu kecil atau bambu yang setiap sisi bantingan tersebut dibuat lobang bisa dari karet atau besi dan nantinya dimasukkan kayu sebagai tiang bantingannya, dengan tinggi 2,5 meter berdiameter 2 cm, yang setiap ujungnya akan disambungkan dengan kayu dengan kira-kira 1 satu meter sebagai atap bantingan tersebut. Oleh karena itu ujung kayu yang akan dijadikan atap diberikan lobang atau karet yang dibuat melingkar untuk menyatukan tiang bantingan dengan atap. Setelah rangka bantingan didirikan baru ditutup dengan tikar yang kira- kira panjang 5 meter dan lebar 2 meter. Ditutupnya bantingan dengan tikar sebagai tirai bertujuan untuk melindungi bulir-bulir padi supaya tidak tercampak keluar dan padi tetap terlindung di dalam tirai. Seperti dijelaskan oleh Pak Lamta Harianja, berupa: Mabatting eme naparjolo pahebbangkon lage nalaho alasna, baru pe di pajongjong battingancditutup ma muse dohot lage asa unang marsappatan akka batu ni eme i. Battingan non di pajong-jong jonok tu parlunggukan asa mura mangangkatti bonani eme i tu lage. Biasana pabatting tolu halak asa unang marsoppit-soppit, eme diangkat sanggolom ni tangan , naparjolo mabuat mabattinng dua hali di lanjutton napaduahon dohot patoluhon sappe marurus batu ni emei. Melepaskan bulir padi dengan cara di pukul mabbanting eme Universitas Sumatera Utara 95 terlebih dahulu membentangkan tikar sebagai alas, dan kemudian mendirikan kerangka bantingan diatas tikar tersebut. kerangka bantingan akan ditutup dengan tirai untuk melindungi padi supaya tidak tercampak keluar. Bantingan didirikan dekat dengan lungguk dan batang-batang padi diangkut sedikit-sedikit dan ditumpukkan sebelah kiri atau kanan sesuai dengan keinginan pekerja. Biasanya yang mengerjakan mabanting maksimal 3 orang supaya lebih leluasa mengerjakan atau mabanting eme, batang padi diangkat sebanyak muatan tangannya, yang mengambil duluan hanya 2 kali pukulan dilanjutkan oleh orang kedua, dan ketiga sampai biji padi jatuh semua dari batangnya. Foto 12. Pemasangan bantingan Sumber: Dokumentasi Pribadi Dari penjelasan di atas bahwa mabbanting itu dilakukan 3 orang pemukul atau pabanting supaya lebih leluasa. Batang padi dipukul diatas bantingan secara bergilir sampai biji padi lepas semua dari batangnya. Bantinagan alat yang dipergunakan untuk melepaskan biji padi didirikan di dekat lungguk tempat dipukulkannya padi-padi supaya lebih mudah mengangkat batang-batang padi ke Universitas Sumatera Utara 96 atas tikar supaya bulir padi yang berjatuhan tetap aman, karena jatuhnya diatas tikar itu sendiri. Mengangkat batang-batang padi dari lungguk juga ada aturannya karena lungguk dibuat atau dibentuk melingkar, petani pun mengangkatnya harus melingkar petani menyebuatnya dengan liat yang berarti satu liat berarti satu putaran, batang padi yang diangkat dari sawah ke lungguk harus beraturan dan sama tingginya atau rata setiap satu putaran. Sipengantar batang-batang padi harus berkeliling mengisi lungguk yang belum sejajar untuk disejajarkan. Padi yang dikumpulkan menjadi satu tumpukkan atau satu lungguk di biarkan beberapa hari bahkan ada yang sampai satu mingguan sebelum dibanting. Bagi petani padi yang masih menguning dan terbentang di sawah harus di dahulukan supaya lebih aman dan terhindar dari hama dan gangguan lainnya yang dapat merugikan petani sendiri, sehingga lungguk-lungguk banyak berdiri di duru hauma. Alasan lain petani tidak langsung mabanting padi, supaya padi-padi tersebut lebih mudah lepas dari batang-batangnya sehingga tidak susah untuk mengerjakannya, karena batang-batang padi telah layu otomatis bulir-bulir padi tersebut dengan mudahnya berlepasan. Cara-cara yang dilakukan oleh petani tersebut adalah cara yang mereka dapatkan melalui pengalaman mereka sendiri yang kemudian dibagikan atau diinformasikan kepada petani-petani lainnya dan masih tetap mereka jalankan sampai hari ini. Universitas Sumatera Utara 97 Demikian halnya dengan alat yang digunakan untukmelepaskan biji padi yaitu bantingan, yang dahulunya hanya menggunakan kayu sebagai pemukul pentungan dan menggunkan, sekarang mereka bekerja menjadi lebih mudah tanpa mengeluarkan biaya yang banyak, karena bahan yang digunakan untuk pembuatan bantingan mereka dapatkan dari pekarangan atau hutan tanpa membelinya, dan petani sendiri bisa merangkainnya sedemikian rupa tanpa membeli dari yang lainnya. Menurut petani penggunaan bantingan ini dalam kegiatan melepaskan bulir-bulir padi dari batangnya adalah terjadi dengan sendirinya, tidak ada petani yang mengetahui dengan pasti sejak kapan bantingan ini mulai digunakan, hanya saja petani memperkirakan semenjak tahun 1987-an. Seperti yang diungkapkan Oppung Lamta Harianja, berupa: Battingan di pakke akka petani dang huboto pastina sadihari alai hira-hira taon 1987-an ma. Alani ima gabe dang pola godang be namardege manang namamakke hau laho mangalotak biur ni eme. Alai molo ro udan disima hami gabe dang boi mabatting alana gabe maraek annon emei boi dilanjuthon molo nungga siang udan. Digunakannya bantingan sebagai alat untuk melepaskan biji padi dari batangnya saya tidak tahu pastinya, tetapi kira-kira tahun1987-an, kami di sini mempergunakan bantingan. Sehingga tidak memerlukan kaki atau pentungan untuk melepaskan biji padi. Kendala yang kami hadapi hanya jika turun hujan pasti terkena basah karena tirai yang kami gunakan dari tikar dan lungguk pun tempat pengumpulan batang-batang padi juga basah sehingga kami memberhentikan pekerjaan kami untuk beberapa jam jika hujan tidak turun sampai satu harian, atau besoknya lagi dilanjutkan. Sampai sekarang petani di Pangaribuan masih mempergunakan bantingan sebagai alat untuk melepaskan bulir padi, sekalipun informasi tentang mesin sebagai alat melepaskan bulir-bulir padi telah ditemukan namun tidak mereka Universitas Sumatera Utara 98 hiraukan, karena memanen padi hanya sekali dalam setahun tidak perlu membuang-buang uang untuk membelinya. Padi yang telah siap dikerjakan dibanting yang kemudian diangkut kerumah, selanjutnya adalah dilakukan pengipasan dengan menggunakan alat kipas yang dibeli atau temuan teknologi baru. Hal ini dilakukan untuk memisahkan padi yang berisi dan yang kosong, dan daun-daun padi yang terikut pada saat dibanting. Setelah itu baru bulir padi tersebut dijemur hingga kering selama 4 empat jam dan dimasukkan ke lumbung padi. Penjemuran tidak berakhir disitu saja petani yang ingin mengolah padi menjadi beras dengan mesin kilang akan mengambil padi dari lumbung padi mereka kemudian dijemur kembali selama 4 empat jam untuk menghindari butir-butir beras supaya tetap bagus atau tidak pecah-pecah. Pemanfaatan beras oleh petani Pangaribuan yakni, sebagai pemenuhan kebutuhan rumah tangga subsiten. Namun para petani pada kondisi tertentu juga menjual beras untuk keperluan biaya sekolah anak-anak mereka. Pemanfaatan lainnya untuk iuran, keperluan untuk pesta pernikahan, kelahiran, kematian, dan ole-ole bagi tamu yang datang dari perantauan. Universitas Sumatera Utara 99

BAB V SUMBER PENGETAHUAN DAN KEPERCAYAAN SERTA

KENDALA DALAM PERTANIAN PADI SAWAH DI PANGARIBUAN Sumber pengetahuan serta pemanfaatannya yang diperoleh petani dan kepercayaan dalam pengelolaan sawah di Pangaribuan mempunyai nilai-nilai yang berfungsi membimbing petani dalam kehidupan berkekerabatan dan bermasyarakat. Fungsi dari nilai-nilai yang terkandung dalam sumber pengetahuan dan kepercayaan melibatkan seluruh petani sehingga membentuk kearifan lokal dalam pengelolaan sawah di Pangaribuan.

5.1. Sumber Pengetahuan Petani