115
5.5. Fungsi Menanam Serentak Terhadap Penanggulangan Hama
Menanam serentak berfungsi dalam membantu petani mengendalikan hama dapat dilihat ketika pemanenan, burung-burung pipit dan tikus-tikus yang
banyak menyerang tanaman padi, hama-hama tersebut akan tersebar sehingga petani tidak begitu merugi atas hama-hama tersebut karena peluang hama
menyerang tanaman padi tidak terfokus pada satu lahan pertanian saja dan juga mencegah terjadinya perkembangan hama karena tersedianya makanan dalam
jumlah besar. Seperti diungkapkan Oppung Mekar Gultom, berupa: Molo sarappak marsuan boi muse do mengendalihon hama tarsongon
apporik dohot bagudung alana akka musu na on gabe menyebarma tu sude hauma jadina akka hama dang pola pagodangku. Dengan
menanam serentak ini dapat juga mengendalikan hama karena hama seperti burung pipit dan juga tikus tidak hanya terfokus pada satu
lahan pertanian tetapi tersebar, sehingga perkembangan hama juga tidak begitu pesat karena pengaruh sarappak marsuan oleh para petani
pada sawah.
5.6. Fungsi Menanam Serentak Terhadap Hubungan Sosial Petani
Menanam serentak berperan terhadap hubungan sosial petani di mana secara tidak langsung, pada saat petani bekerja di sawah melakukan pengelolaan
sawah mereka akan sering berkumpul dan bertemu di sawah tersebut, karena pengelolaan sawah termasuk pekerjaan yang berat bagi petani dan ada peraturan
tersirat bahwa sebelum hari natal petani telah siap menyelesaikan pekerjaan di sawah sehingga petani akan membuat kebijakan untuk saling membantu dengan
marsiruppa istilah tolong menolong atau bergotong royong di Pangaribuan. Misalnya pada hari ini bekerja di lahan sawah si- A besoknya di lahan sawah si- B
Universitas Sumatera Utara
116
begitu seterusnya sehingga pekerjaan terasa ringan dan hubungan sosial semakin kuat antar petani sendiri.
Seperti dikatakan Ibu Saurma, berupa: kami dalam mengelola sawah sering marsiruppa untuk meringankan pekerjaan kami biasanya kami lakukan
secara bergilir, supaya lahan sawah juga lebih cepat terselesaikan dan tidak ada yang tertinggal dari lahan-lahan sawah lainnya.
5.7. Kepercayaan Petani
Pada pertanian padi sawah di Pangaribuan terdapat hal-hal yang dianggap tabu oleh petani. Hal-hal yang dianggap tabu tersebut berkembang dan beredar ke
seluruh petani dalam bentuk kepercayaan mengenai satu hal yang tidak dapat dilanggar oleh petani atau lebih dikenal oleh petani di Pangaribuan dengan istilah
pattang. Kepercayaan terhadap larangan-larangan berupa pada saat panen
berlangsung tidak boleh satu orang pun yang mengeluarkan suara keras-keras dan bernyanyi sekalipun. Larangan tertawa-tertawa pada saat melangsungkan
pengelolaan dan petani tidak boleh meninggalkan padi yang disabit pada saat panen di pematang sawah serta sesuatu yang pantang menduduki beras.
Kepercayaan petani yang dianggap pantang oleh mereka merupakan ajaran dari nenek moyang yang diteruskan pada generasi-generasi mereka sampai
sekarang. Penyesuaian arti dalam kepercayaan terhadap hal-hal yang dianggap tabu dalam pertanian di Pangaribuan disesuaikan pada budaya kesopanan dan
budaya bekerja keras dengan serius. Pada saat melakukan pekerjaan jika jika seorang bernyanyi-nyanyi dan tertawa-tertawa dengan suara keras maka hal
Universitas Sumatera Utara
117
tersebut termasuk bermain-main dengan mengeluarkan energi secara sia-sia. Budaya kesopanan yang setiap orang tidak bisa menduduki beras, karena beras
tersebut juga juga akan dimakan, sedangkan jika petani meninggalkan padi-padi yang disabit merupakan suatu kesia-siaan yang mengurangi hasil pertanian petani.
Akan tetapi kepercayaan pada jaman dahulu jika hal tersebut dilanggar maka akan ada salah satu keluarga yang akan meninggal dan juga panen akan mengalami
gagal total sehingga untuk menghindari hal yang tidak di inginkan, padi yang disabit yang tinggal dipematang sawah harus dijemput dengan ulos batak dengan
membawa orang tua di kampung tersebut serta menyediakan lappet kue untuk dimakan bersama.
Semua pantangan di atas tidak lain adalah menghargai dan tunduk kepada Tuhan sebagai sumber rejeki bagi petani di Pangaribuan. Oleh karena itu ketika
melakukan kegiatan pengelolaan sawah sebaiknya dilakukan dengan penuh keseriusan untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan lagi.
Di samping kepercayaan petani, ada juga tradisi yang selalu dilangsungkan petani secara serentak, yaitu prosesi doa yang dilakukan setelah panen yang
dilangsungkan warga desa setempat. Prosesi doa dilakukan di gereja oleh jemaat gereja itu sendiri. Setelah warga betul-betul siap memanen padi dari sawahnya
masing-masing. Masyarakat meyakini jika prosesi doa dilangsungkan sebelum semua padi belum terangkat ke rumah, maka padi tersebut tidak ditemukan lagi
besok harinya. Penjelasan di atas ditandai dari perkembangan ilmu pengetahuan pada
petani di Pangaribuan, makna pada larangan untuk tidak bisa tertawa, bernyanyi-
Universitas Sumatera Utara
118
nyanyi dan padi-padi yang tertinggal di sawah yang dulunya dianggap petani tabu. Semua itu adalah mengurangi kerugian karena sia-sia jika padi tersebut terbuang
dan pada pengelolaan sawah dikerjakan dengan penuh keseriusan.
5.8. Kendala Yang Di Hadapi Petani Di Pangaribuan