Fungsi Pupuk Bagi Petani Sumber Pengetahuan Petani

87 Namun berbagai resiko terhadap penggunaan pupuk buatan tersebut tidak terlalu diresahkan oleh petani di Pangaribuan, petani Pangaribuan lebih mementingkan keefisienan waktu dan tenaga dalam pengelolaan tanaman padi sawah.

4.11. Fungsi Pupuk Bagi Petani

Dilihat dari pengertian yang diutarakan oleh beberapa petani di Pangaribuan mengenai arti manakkal hauma, terlihat bahwa fungsi pupuk bagi petani sangatlah penting, karena setiap petani akan melakukan cara bagaimana perkembangan padinya berlangsung dengan baik dan semua itu tidak lain dengan adanya pemupukan dan perawatan yang dilakukan oleh petani. Fungsi pemupukan tersebut berupa salah satu usaha dalam membantu perkembangan tanaman padi supaya menghasilkan hasil padi yang memuaskan. Memuaskan yang berarti mencapai hasil padi yang berkualitas dan berkuantitas sehingga dapat memberikan keuntungan yang besar. Seperti dikatakan OP Mekar Gultom, berupa: Takkal peting hian do tu suan-suanan apalagi eme mabahen eme gabe tubu dohot denggan, molo nungga denggan hasilna pe denggan do molo nungga songon ni disi ma hami akka petani gabe maruttung. Pupuk sangat berguna untuk pertanian termasuk padi untuk membuat tanaman padi bertumbuh dengan baik, ketika pertumbuhan dan perkembangan meningkat, maka hasil panen yang di peroleh juga meningkat, dengan begitu kami para petani akan untung dan kebutuhan-kebutuhan kami para petani ini tercukupkan. Keterangan yang diberikan Oppung Mekar di atas secara tidak langsung menjelaskan bahwa pupuk juga berfungsi untuk meningkatkan perekonomian. Hasil padi yang meningkat juga pengaruh pupuk itu sendiri, yang pada akhirnya Universitas Sumatera Utara 88 memberikan keuntungan yang lebih, sehingga tingkat perekonomian petani turut meningkat. 4.12. Memanen Padi 4.12.1. Menyabit Padi manabi eme Foto 7. Menyabit Padi Sumber: Dokumentasi Pribadi Secara harafiah manabi eme terdiri dari 2 dua suku kata yaitu, manabi yang berarti menyabit dan eme yang merupakan tanaman yang dikelola pada lahan sawah yang disebut padi. Dalam pertanian padi sawah di Pangaribuan, manabi eme diartikan sebagai kegiatan memanen padi sawah. Penggunaan kata manabi ini berasal dari alat yang digunakan ketika panen berupa sabit untuk memotong batang padi. Seperti Ibu Frengki Sihombing mengatakan, berupa: Universitas Sumatera Utara 89 Di kampung kami ini memanen padi sering disebut dengan manabi eme, karena di dalam memanen yang dilakukan adalah memotong padi menggunakan sasabi sabit. Foto 8. Sabit Sumber: Dokumentasi Pribadi Terdapat beberapa tanda menurut pengetahuan petani mengenai padi yang siap untuk dipanen. Menurut petani padi yang telah siap di panen padi yang telah berusia 6 enam bulan. Biasanya petani akan mulai untuk manabi ketika melihat padi tersebut telah berwarna kuning muda secara merata. Selain itu batang padi kelihatan semakin merunduk yang menandakan padi sudah berisi. Tanda tersebut dijelaskan Ibu Rumata Manik, berupa: Eme naung marumur onom bulan nungga marisi jaka marhunik, jala bonani eme i pe nungga mulai maheu. Jala diumur si onom bulan on nungga be marhunik sude eme. Padi yang umurnya sekitar 6 bulan sudah berisi dan menguning, sehingga batang padi yang menahannya mulai merunduk. Padi yang berumur enam bulan biasanya telah menguning secara merata. Universitas Sumatera Utara 90 Padi yang pertama disabit oleh petani merupakan padi yang lebih matang dan akan dijadikan dasor parlunggukan. Lungguk biasanya dibuat pada bagian yang kering atau di duru hauma tanah yang di sengaja kosong oleh petani dan sedikit lapang, di dekat sawah yang akan dijadikan tempat lungguk yang bertujuan untuk mempermudah petani mengumpulkan batang padi yang telah disabit dari berbagai sisi sawah pematang sawah. Lungguk berbentuk lingkaran dan semakin meninggi keatas tingginya 2 sampai 3 meter yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan padi yang telah disabit, sebelum padi dikumpulkan pertama sekali dibuat rere palstik, goni bekas supaya padi-padi tidak berjatuhan ke tanah. Duru hauma tidak hanya tempat parlunggukan saja, akan tetapi dimanfaatkan oleh petani tempat beristirahat dengan mendirikan taratap kecil melindungi pekerja ketika sewaktu-waktu datang hujan. Opung Endang Silitonga menjelaskan, berupa: Eme naparjolo disabi ima nagabe dasor ni parlunggukan, parlunggukan biasana dibahen di duru ni hauma, nasengaja di pakosong hira-hira 5x10 meter. Duru ni hauma on holan inganan ni parlunggukan, mabatting jala maradi. Padi yang biasanya disabit duluan adalah padi yang lebih matang yang nantinya dijadikan dasor dasar parlunggukan pengumpulan batang padi yang telah disabit dan parlunggukan ini biasanya dibuat pada duru hauma. Duru hauma yang sengaja di kosongkan petani namun tidak terlalu luas sekitar 5 x 10 meter, hanya digunakan sebagai tempat parlunggukan dan setiap sawah pasti memilikinya duru hauma. Parlunggukan tempat untuk mengumpulkan padi yang telah disabit dan tempat mabatting, mardege dan tempat beristirahat. Universitas Sumatera Utara 91 Foto 9. Dasor dasar parlunggukan Sumber: Dokumentasi Pribadi

4.12.2. Pelepasan Bulir Padi Mabanting, mardege eme

Foto 10. Mabbanting Sumber: Dokumentasi Pribadi Universitas Sumatera Utara 92 Pelepasan bulir padi merupakan kegiatan pada saat panen berupa melepaskan bulir padi dari batang padi dengan cara dibantingkan ke alat bantingan padi yang disediakan atau dibuat petani. Pak Ika Harianja mengatakan, berupa: mabanting eme merupakan melepaskan padi dari batang, dengan cara dibanting pada bantingan benda yang digunakan petani untuk mabanting btangkai padi. Pak Mega Tampubolon turut mengemukakan pendapat beliau mengenai maksud dari mabanting eme berupa; Mabanting eme yaitu bagaimana kita para petani berusaha melepaskan bulir-bulir padi dari tangkai padi yang telah disabit. Terjadi perubahan-perubahan terhadap cara dan alat yang digunakan melepaskan bulir padi dari batangnya di Pangaribuan. Menurut petani pengetahuan petani yang di dapat dari nenek moyang. Dahulu cara yang dipakai nenek moyang dalam melepaskan bulir padi dari batangnya adalah dengan cara mardege batang-batang padi dibentangkan di atas tikar dan kemudian dipijiak- pijak dengan berpegangan pada sebuah kayu yang di tancapkan dan sedikit melengkung, yang kira-kira panjangnya 3 meter sebagai pegangan saat memijak tangkai buah padi untuk melepaskan bulir padi pada batangnya. Cara ini mardege masih diterapkan oleh sebagian petani Pangaribuan. Mardege dilakukan jika padi tinggal sedikit untuk dilepaskan bulir-bulirnya. Cara yang kedua adalah dengan memukul biyur-biyur padi dengan sebuah pentungan yang disediakan petani. Lungguk tempat dikumpulkannya batang- batang padi yang berbentuk lingkaran. Seorang akan masuk ke tengah lungguk dan memukul tangkai padi, ada juga yang mengambil setumpuk batang padi yang kemudian memukulkannya. Seperti diungkapkan OP Rumata Gultom, berupa: Universitas Sumatera Utara 93 Najolo petani mardege do laho ma buat eme. Mardege ikkon mamakke pat jala hau nalao sitiopon, biur ni eme didege-degema asa marurus eme nai jala adong do muse nadi lotak pakke hau. Dahulu petani dalam melepaskan biji padi dari batangnya dengan menggunakan kaki dan kayu. Padi yang sudah disabit kemudian dipijak-pijak menggunakan kaki supaya biji padi terlepas dari batangnya, dan ada dipukulkan menggunakan kayu untuk melepaskan biji-biji padi tersebut. Foto 11. Mardege Sumber: Dokumentasi Pribadi Cara yang diajarkan nenek moyang petani di Pangaribuan memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut petani kelebihannya berupa, bulir padi pada batang bisa dilepaskan secara keseluruhan dan padi aman dalam artian bulir-bulir padi tidak ada yang bercampakan keluar dari tempat yang disediakan. Sementara kekurangannya berupa memerlukan waktu yang lama dan tenaga yang banyak. Hal ini diungkapkan oleh OP Ganda Gultom, berupa: Najolo laho mabatting ikkon godang do tenaga jala leleng doi ni ulahon, najolo i sappe marmalam do iba makkarejoi sude holan lappu teplok do modal jala godang do hami laho karejo asa hatop sae baru pe diangkat tu jabu. Melepaskan biji padi pada zaman dahulu memerlukan tenaga yang banyak dan waktu yang cukup lama, dahulu kami harus bermalam disawah untuk mengerjakan itu semua, dengan menggunakan lampu teblok sebagai penerang, kami mengerjakannya Universitas Sumatera Utara 94 berramai-ramai dan siapnya besok paginya. Selanjutnya padi-padi tersebut diangkut kerumah. Seiring dengan perkembangan informasi petani mulai mendapatkan pengetahuan sebagai upaya untuk menghemat tenaga dan waktu. Petani mulai membuat alat yang lebih efisien untuk melepaskan bulir padi dari batangnya dengan membuat bantingan. Bantingan tersebuat berbentuk meja dengan tinggi setengah meter dan lebar setengah meter juga, panjang 2,5 meter dengan menggunakan kayu-kayu kecil atau bambu yang setiap sisi bantingan tersebut dibuat lobang bisa dari karet atau besi dan nantinya dimasukkan kayu sebagai tiang bantingannya, dengan tinggi 2,5 meter berdiameter 2 cm, yang setiap ujungnya akan disambungkan dengan kayu dengan kira-kira 1 satu meter sebagai atap bantingan tersebut. Oleh karena itu ujung kayu yang akan dijadikan atap diberikan lobang atau karet yang dibuat melingkar untuk menyatukan tiang bantingan dengan atap. Setelah rangka bantingan didirikan baru ditutup dengan tikar yang kira- kira panjang 5 meter dan lebar 2 meter. Ditutupnya bantingan dengan tikar sebagai tirai bertujuan untuk melindungi bulir-bulir padi supaya tidak tercampak keluar dan padi tetap terlindung di dalam tirai. Seperti dijelaskan oleh Pak Lamta Harianja, berupa: Mabatting eme naparjolo pahebbangkon lage nalaho alasna, baru pe di pajongjong battingancditutup ma muse dohot lage asa unang marsappatan akka batu ni eme i. Battingan non di pajong-jong jonok tu parlunggukan asa mura mangangkatti bonani eme i tu lage. Biasana pabatting tolu halak asa unang marsoppit-soppit, eme diangkat sanggolom ni tangan , naparjolo mabuat mabattinng dua hali di lanjutton napaduahon dohot patoluhon sappe marurus batu ni emei. Melepaskan bulir padi dengan cara di pukul mabbanting eme Universitas Sumatera Utara 95 terlebih dahulu membentangkan tikar sebagai alas, dan kemudian mendirikan kerangka bantingan diatas tikar tersebut. kerangka bantingan akan ditutup dengan tirai untuk melindungi padi supaya tidak tercampak keluar. Bantingan didirikan dekat dengan lungguk dan batang-batang padi diangkut sedikit-sedikit dan ditumpukkan sebelah kiri atau kanan sesuai dengan keinginan pekerja. Biasanya yang mengerjakan mabanting maksimal 3 orang supaya lebih leluasa mengerjakan atau mabanting eme, batang padi diangkat sebanyak muatan tangannya, yang mengambil duluan hanya 2 kali pukulan dilanjutkan oleh orang kedua, dan ketiga sampai biji padi jatuh semua dari batangnya. Foto 12. Pemasangan bantingan Sumber: Dokumentasi Pribadi Dari penjelasan di atas bahwa mabbanting itu dilakukan 3 orang pemukul atau pabanting supaya lebih leluasa. Batang padi dipukul diatas bantingan secara bergilir sampai biji padi lepas semua dari batangnya. Bantinagan alat yang dipergunakan untuk melepaskan biji padi didirikan di dekat lungguk tempat dipukulkannya padi-padi supaya lebih mudah mengangkat batang-batang padi ke Universitas Sumatera Utara 96 atas tikar supaya bulir padi yang berjatuhan tetap aman, karena jatuhnya diatas tikar itu sendiri. Mengangkat batang-batang padi dari lungguk juga ada aturannya karena lungguk dibuat atau dibentuk melingkar, petani pun mengangkatnya harus melingkar petani menyebuatnya dengan liat yang berarti satu liat berarti satu putaran, batang padi yang diangkat dari sawah ke lungguk harus beraturan dan sama tingginya atau rata setiap satu putaran. Sipengantar batang-batang padi harus berkeliling mengisi lungguk yang belum sejajar untuk disejajarkan. Padi yang dikumpulkan menjadi satu tumpukkan atau satu lungguk di biarkan beberapa hari bahkan ada yang sampai satu mingguan sebelum dibanting. Bagi petani padi yang masih menguning dan terbentang di sawah harus di dahulukan supaya lebih aman dan terhindar dari hama dan gangguan lainnya yang dapat merugikan petani sendiri, sehingga lungguk-lungguk banyak berdiri di duru hauma. Alasan lain petani tidak langsung mabanting padi, supaya padi-padi tersebut lebih mudah lepas dari batang-batangnya sehingga tidak susah untuk mengerjakannya, karena batang-batang padi telah layu otomatis bulir-bulir padi tersebut dengan mudahnya berlepasan. Cara-cara yang dilakukan oleh petani tersebut adalah cara yang mereka dapatkan melalui pengalaman mereka sendiri yang kemudian dibagikan atau diinformasikan kepada petani-petani lainnya dan masih tetap mereka jalankan sampai hari ini. Universitas Sumatera Utara 97 Demikian halnya dengan alat yang digunakan untukmelepaskan biji padi yaitu bantingan, yang dahulunya hanya menggunakan kayu sebagai pemukul pentungan dan menggunkan, sekarang mereka bekerja menjadi lebih mudah tanpa mengeluarkan biaya yang banyak, karena bahan yang digunakan untuk pembuatan bantingan mereka dapatkan dari pekarangan atau hutan tanpa membelinya, dan petani sendiri bisa merangkainnya sedemikian rupa tanpa membeli dari yang lainnya. Menurut petani penggunaan bantingan ini dalam kegiatan melepaskan bulir-bulir padi dari batangnya adalah terjadi dengan sendirinya, tidak ada petani yang mengetahui dengan pasti sejak kapan bantingan ini mulai digunakan, hanya saja petani memperkirakan semenjak tahun 1987-an. Seperti yang diungkapkan Oppung Lamta Harianja, berupa: Battingan di pakke akka petani dang huboto pastina sadihari alai hira-hira taon 1987-an ma. Alani ima gabe dang pola godang be namardege manang namamakke hau laho mangalotak biur ni eme. Alai molo ro udan disima hami gabe dang boi mabatting alana gabe maraek annon emei boi dilanjuthon molo nungga siang udan. Digunakannya bantingan sebagai alat untuk melepaskan biji padi dari batangnya saya tidak tahu pastinya, tetapi kira-kira tahun1987-an, kami di sini mempergunakan bantingan. Sehingga tidak memerlukan kaki atau pentungan untuk melepaskan biji padi. Kendala yang kami hadapi hanya jika turun hujan pasti terkena basah karena tirai yang kami gunakan dari tikar dan lungguk pun tempat pengumpulan batang-batang padi juga basah sehingga kami memberhentikan pekerjaan kami untuk beberapa jam jika hujan tidak turun sampai satu harian, atau besoknya lagi dilanjutkan. Sampai sekarang petani di Pangaribuan masih mempergunakan bantingan sebagai alat untuk melepaskan bulir padi, sekalipun informasi tentang mesin sebagai alat melepaskan bulir-bulir padi telah ditemukan namun tidak mereka Universitas Sumatera Utara 98 hiraukan, karena memanen padi hanya sekali dalam setahun tidak perlu membuang-buang uang untuk membelinya. Padi yang telah siap dikerjakan dibanting yang kemudian diangkut kerumah, selanjutnya adalah dilakukan pengipasan dengan menggunakan alat kipas yang dibeli atau temuan teknologi baru. Hal ini dilakukan untuk memisahkan padi yang berisi dan yang kosong, dan daun-daun padi yang terikut pada saat dibanting. Setelah itu baru bulir padi tersebut dijemur hingga kering selama 4 empat jam dan dimasukkan ke lumbung padi. Penjemuran tidak berakhir disitu saja petani yang ingin mengolah padi menjadi beras dengan mesin kilang akan mengambil padi dari lumbung padi mereka kemudian dijemur kembali selama 4 empat jam untuk menghindari butir-butir beras supaya tetap bagus atau tidak pecah-pecah. Pemanfaatan beras oleh petani Pangaribuan yakni, sebagai pemenuhan kebutuhan rumah tangga subsiten. Namun para petani pada kondisi tertentu juga menjual beras untuk keperluan biaya sekolah anak-anak mereka. Pemanfaatan lainnya untuk iuran, keperluan untuk pesta pernikahan, kelahiran, kematian, dan ole-ole bagi tamu yang datang dari perantauan. Universitas Sumatera Utara 99

BAB V SUMBER PENGETAHUAN DAN KEPERCAYAAN SERTA

KENDALA DALAM PERTANIAN PADI SAWAH DI PANGARIBUAN Sumber pengetahuan serta pemanfaatannya yang diperoleh petani dan kepercayaan dalam pengelolaan sawah di Pangaribuan mempunyai nilai-nilai yang berfungsi membimbing petani dalam kehidupan berkekerabatan dan bermasyarakat. Fungsi dari nilai-nilai yang terkandung dalam sumber pengetahuan dan kepercayaan melibatkan seluruh petani sehingga membentuk kearifan lokal dalam pengelolaan sawah di Pangaribuan.

5.1. Sumber Pengetahuan Petani

Pengetahuan merupakan suatu keadaan yang hadir di karenakan persekutuan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi. Menurut Mohammad Dalaniy, 2010 dalam pdf, asal-usul pengetahuan oleh Mohammad Taufik pengetahuan adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi alat dan pikiran-pikiran. Demikian juga pertanian di Pangaribuan tetap berlangsung karena pengetahuan-pengetahuan yang mendampingi para petani Pangaribuan dalam mengelola lahan pertanian mereka, khususnya pengelolaan sawah. Pengetahuan diperoleh petani baik dari nenek moyang, hasil percobaan petani sendiri, dan Universitas Sumatera Utara 100 pengalaman sendiri yang kemudian diinformasikan kepada petani lainnya, pengetahuan ada juga di peroleh dari petani lainnya yang tinggal di desa lainnya yang bukan Pangaribuan. Sumber pengetahuan yang berasal dari nenek moyang sangatlah dihargai oleh masyarakat di Pangaribuan. Leluhur petani banyak memberikan pengetahuan bagi para petani, hingga saat ini. Sekalipun ajaran-ajaran yang di turunkan oleh nenek moyang sudah banyak ditinggalkan petani sendiri dan ada juga yang di lanjutkan petani di Pangaribuan. Menurut petani Pangaribuan zaman adalah semakin berkembang dan jika kita tetap mempertahankan pengetahuan kita yang diwariskan oleh nenek moyang adalah kurang baik untuk sekarang ini karena kita harus bisa mempertahankan hidup. Pengetahuan dari nenek moyang adalah kurang baik jika dilakukan dan diterapkan untuk sekarang ini karena menghabiskan waktu dan tenaga yang sangat banyak, yang membuat kita para petani menjadi tertinggal, dan kebutuhan kita menjadi tidak terpenuhi dengan artian tidak mampu bertahan hidup. Menurut Pak Pada Harianja, berupa: Molo hami akka pangula on mapertahatton songon na binahen ni oppung nami najolo dang boi ra hasil nahami dapot songon si saonnari alana godang waktu naniallang parkarejo najoloi mabahen karejo naasing naipe godang tartinggal. Molo saonnari hami nungga be marsikkola be boasa asa boi lamtudengganna jala dang ketinggalan jaman. Jika kami para petani mengikuti cara bertani seperti cara nenek moyang kami dulu mungkin pertanian kami sekarang ini tidak sebaik yang kami peroleh seperti saat ini, dimana zaman nenek moyang pekerjaan adalah memakan waktu yang cukup lama dan tenaga yang cukup banyak sehingga pekerjaan-pekerjaan lainnya akan banyak tertinggal. Kami petani sekarang ini mengikuti Universitas Sumatera Utara 101 zaman karena zaman selalu berkembang sehingga kami juga harus belajar dari apa yang kami lakukan dan nenek moyang supaya lebih baik dan kami pun mampu bersaing di zaman yang modern sekarang ini.

5.2. Pemanfaatan Pengetahuan Yang Bersumber dari Nenek Moyang, Pengalaman, dan Pengamatan Petani