7. 3. 2 Badan Permusyawaratan Desa BPD

29 12. Mengembangkanpendapatan masyarakat dan desa 13. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya danadat istiadat 14. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa 15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup Selain kewajiban sebagaimana dimaksud diatas, Kepala Desamempunyai kewajiban untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Bupatiwalikota, memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada masyarakat.

I. 7. 3. 2 Badan Permusyawaratan Desa BPD

“Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa BPD atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan yang berfungsi sebagai lembaga pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran Pendapatan Belanja Desa, dan keputusan kepala desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa”. 33 33 Hanif Nurcholis.Loc. cit 30 Rozali Abdullah menjelaskan bahwa : “Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya disebut BPD, adalah suatubadan yang sebelumnya disebut Badan Perwakilan Desa, yangberfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama kepala desa,menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota BPDadalah wakil dari dari penduduk desa yang bersangkutan, yangditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Wakil yangdimaksud dalam hal ini adalah penduduk desa yang memangku jabatanseperti ketua rukun warga, pemangku adat dan tokoh masyarakatlainnya”. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD. Masa jabatananggota BPD adalah enam tahun, sama dengan masa jabatan kepaladesa, dan dapatdipilih kembali untuk satu kali masa jabatanberikutnya. Tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPD diaturdalam perda yang berpedoman pada peraturan pemerintah. AnggotaBPD yang sudah ada pada saat berlakunya UU No. 32 Tahun 2004tetap menjalankan tugassebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun2004 ini, sampai berakhirnya masa jabatan”. 34 a. Badan Permusywaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Menurut HAW. Widjaja Badan Permusyawaratan Desa BPD itu adalah sebagai berikut: 34 Rozali Abdullah. 2005. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal.. 171 31 b. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa yang bersangkutan yang ditetapkan dengan musyawarah dan mufakat.Dimaksud dengan wakil dalam ketentuan ini adalah penduduk desa yang memangku jabatan seperti ketua rukun warga, tetangga, pemangku adat, dan tokoh masyarakat lainnya. c. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD. d. Masa jabatan anggota BPD adalah enam tahun dan dipilih lagiuntuk satu kali masa jabatan berikutnya. e. Syarat dan tata cara penetapan anggotaBPD diatur dalamperda yang berpedoman pada peraturan pemerintah. 35 Fungsi BPD menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah antara lain: 1. Pasal 209, BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersamaKepala Desa, menampung danmenyalurkan aspirasi masyarakat. 2. Pasal 215 ayat 1, bersama Kepala Desa ikut serta dalampembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan olehKabupatenKota dan atau pihak ketiga. 3. Hubungan Fungsional Pemerintah Desa dengan BadanPermusyawaratan Desa BPD. Dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak secara eksplisit mengatur mengenai bentuk hubungan fungsional antara Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa BPD , namun apabila dikaji lebih dalam, dalam pasal - pasal yang mengatur mengenai desa 35 HAW. Widjaya. 2003. Otonomi Desa merupakan Subsistem yang Asli Bulat dan Utuh. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 279 32 yakni pasal 200 sampai denganpasal 216, maka secara implisit kita akan menemukan suatu bentuk hubungan yang terjalin antara Pemerintah desa dengan BadanPermusyawaratan. Hal di atas sesuai dengan penjelasan pada Pasal 200, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa “Dalam pemerintahan daerah KabupatenKota dibentuk pemerintahan Desa yang terdiri dari pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa BPD”. Sedangkan dalam pasal 209 lebih lanjut dinyatakan bahwa: “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan meyalurkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan Desa yang demokratis yang mencerminkan kedaulatan rakyat” Dengan lahirnya UU No. 32 tahun 2004 telah membawa perubahan pengaturan tentang Pemerintah Daerah. Dimana Pemerintah pusat memberikan perhatian serius melalui perubahan format badan-badan pelaksana dan pertanggungjawaban Pemerintah Desa dengan membuat beberapa perubahan. Pertama, adanya pemisahan antara kekuasaan eksekutif desa Pemerintah Desa dan legislatif desa Badan Permusyawaratan Desa. Dengan adanya pemisahan tersebut maka kekuasaan mulai dibagi, dipisahkan serta dibatasi. Eksekutif desa Pemerintah Desa tidak lagi menjadi “pusat” dari proses pembuatan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan desa, namun hanya sebagai pelaksana kebijakan. Proses pembuatan kebijakan desa dilakukan dengan melakukan pelibatan 33 partisipasi masyarakat melalui saluran formal berupa lembaga Badan Permusyawaratan Desa BPD dan sekaligus BPD dapat digunakan masyarakat untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan kebijakan desa yang dilakukan oleh eksekutif desa Pemerintah Desa. Dengan adanya pemisahan kekuasaan antara eksekutif desa dengan legislatif desa maka telah terjadi perubahan struktur Pemerintahan Desa yang tidak lagi bersifat sentralistik yang kemudian berganti dengan pengaturan Pemerintahan Desa secara demokratis melalui pemberian tempat bagi adanya partisipasi oleh warga desa. Kedua, pengurangan mengenai sistem hirarki birokrasi. Jika pada masa Orde Baru pemerintah desa hanya menjadi sub bagian dari kabupaten yang dapat dikontrol dan di intervensi melalui kecamatan. Dengan adanya struktur Pemerintahan Desa yang baru, kecamatan tidak lagi membawahi desa, dan desa langsung berhubungan dengan kabupaten. Hubungan antara desa dan kabupaten yang kemudian diatur lebih dalam hubungan- hubungan yang bersifat formalistik. Hal tersebut misalnya tercermin dalam mekanisme pertanggungjawaban kepala desa yang lebih ditekankan untuk diberikan kepada masyarakat melalui lembaga BPD dan ketingkat kabupaten lebih bersifat pelaporan. Dengan adanya struktur yang demikian, maka jalannya pemerintahan desa lebih dikontrol oleh masyarakat desa sendiri dan bukan oleh pemerintah yang lebih atas. Dengan kata lain proses yang terjadi di desa lebih ditekankan pada dinamika internal desa dibandingkan dengan instruksi dari hirarki pemerintah di atasnya. 34 Dalam melaksanakan kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, di desa dibentuk BPD sebagai lembaga legislasi menetapkan kebijakan desa dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat bersama kepala desa. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai lembaga legislasi, BPD memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa yang dibuat oleh pemerintah desa. Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara bersama- sama pemerintah desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Disini terjadi mekanisme chek and balance system dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang lebih demokratis. Sebagai lembaga pengawasan, BPD memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi kebijakan desa, Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa APBD serta pelaksanaan keputusan pelaksanaan kepala desa. Selain itu, dapat juga dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai kebutuhan desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi BPD dengan Kepala Desa dalam kaitannya dengan fungsi menetapkan Peraturan Desa dapat digambarkan dalam skema berikut ini : Gambar 1.2: Hubungan tugas dan fungsi BPD dengan Kepala Desa 35 Sumber: Diolah dari berbagai sumber Berdasarkan skema tersebut diatas menunjukkan bahwa sebuah rancangan Perdes yang berasal dari Kepala Desa diajukan kepada BPD untuk dibahas guna memperoleh persetujuan bersama, demikian pula terhadap Rancangan Perdes yang berasal dari BPD. Apabila rancangan Perdes yang diajukan oleh KepalaDesa ataupun oleh BPD telah disetujui bersama maka rancangan Perdes dapat ditetapkan sebagai Perdes. Kepala Desa Persetujuan Bersama Penetapan Rancangan Perdes menjadi Perdes BPD Badan Permusyawaratan Desa Rancangan Peraturan Desa 36 Adapun hubungan fungsional BPD dengan Kepala Desa terkait pelaksanaan fungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat tergambar dalam skema dibawah ini : Gambar 1.3: Hubungan fungsional BPD dengan Kepala Desa Sumber: Diolah dari berbagai sumber Suatu aspirasi masyarakat dapat diajukan melalui Kepala Dusun kemudian Kepala Dusun akan menyampaikan aspirasi tersebut kepada Kepala Desa tentang Majelis Kepala Desa BPD Badan Permusyawaratan Desa Kepala Dusun Anggota BPD Aspirasi Masyarakat 37 suatu hal. Aspirasi yang sudah diterima oleh Kepala Desa selanjutnya disampaikan kepada BPD untuk dibahas dalam suatu rapat majelis guna mendapatkan kesepakatan untuk dilaksanakan. Selanjutnya suatu aspirasi yang berasal dari masyarakat dapat disampaikan melalui anggota BPD, anggota BPD tersebut menyampaikannya kepada Ketua BPD untuk mengadakan rapat pembahasan dengan mengundang Pemerintah desa Kepala desa danatau perangkatnya dalam suatu rapat mejelis untuk selanjutnya mendapatkan suatu kesepakatan untuk dilaksanakannya aspirasi tersebut. Demikianlah bentuk-bentuk hubungan fungsional atau hubungan kerjasama antara Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan dalampelaksanaan pemerintahan desa baik ditinjau dari peraturan perundang-undangan, maupun dari buku-buku yang berkenaan dengan fungsipemerintah desa dan fungsiBadan Permusyawaratan Desa BPD.

I. 7. 4 Teori Budaya Politik

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun)

6 172 108

Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Maujana Nagori dalam Pembangunan Desa di Nagori Mekar Sari Raya Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

0 0 10

Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Maujana Nagori dalam Pembangunan Desa di Nagori Mekar Sari Raya Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

1 3 1

Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Maujana Nagori dalam Pembangunan Desa di Nagori Mekar Sari Raya Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

0 3 7

Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Maujana Nagori dalam Pembangunan Desa di Nagori Mekar Sari Raya Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

0 2 24

Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Maujana Nagori dalam Pembangunan Desa di Nagori Mekar Sari Raya Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

0 3 2

Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

0 1 24

BAB II PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN II. 1 Kabupaten Simalungun - Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

0 1 33

BAB I PENDAHULUAN I. 1 L.atar Belakang - Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

0 0 44

HUBUNGAN POLITIK ANTARA PANGULU DENGAN MAUJANA NAGORI DI NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN PERIODE 2008-2015 NOVELLI GIRSANG 110906046

0 0 7