10
memiliki ketertarikan untuk mengeksplorasi mengenai eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan daerah dan menjadi referensi kepustakaan Departemen
Ilmu Politik FISIP USU. C.
Bagi masyarakat luas, penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai eksekutif dan legislatif dalam
pemerintahan daerah. Untuk pemerintahan desa mencangkup Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa BPD diharapkan dapat menjalankan fungsinya
dengan baik, dengan kata lain relasi diantara kedua lembaga harus dapat seimbang sebagai mitra kerja pemerintahan di desa. Terkhusus bagi masyarakat
Simalungun diharapkan dapat ikut berpartisipasi dan mengevaluasi kinerja pemerintahan desa untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
I. 7. Kerangka Teori dan Konsep
I. 7. 1 Teori Kekuasaan
Kekuasaan menempati posisi penting dalam politik. Kekuasaan memberikan perbedaan antara pimpinan dengan anggota. Bahkan kekuasaan dianggap identik
dengan politik. Dalam konteks keilmuwan, konsep kekuasaan secara sederhana dijelaskan sebagai relasi antara dua orang, yang satu adalah “atasan” atau
dikatakan orang penting paramount agent, dan yang satu disebut “ bawahan” atau posisinya lebih rendah subordinat agent. Atasan memiliki dan
menggunakan kekuasaannya, sedangkan bawahan dipengaruhioleh kekuasaan
11
atasan.
7
Gramsci memandang bahwa kekuasaan dapat diperjuangkan dan dipertahankan lewat satu prinsip yang lebih cerdas dan soft yang disebutnya
dengan hegemoni. Gramsci melihat bahwa pertarungan kekuasaan dapat dipandang sebagai pertarungan ide-ide bukan pertarungan “kekuasaan” ,
pertarungan massa, dan kekuatan senjata. Ia melihat ide-ide tersebut dapat mempengaruhi hasrat dan tingkah laku seseorang lewat cara-cara yang lebih
manusiawi dan lebih santun yang dapat disebut politik yang lebih lunak, the soft politics.
Dengan kata lain kekuasaan menjadi perbedaan yang menunjukkan posisi seseorang yang mampu mengendalikan orang lain.
Untuk melihat akar pengertian dari kekuasaan, maka patut untuk dipahami yang dijelaskan oleh Antonio Gramsci 1891-1939. Pada masa itu, secara
eksplisit kata “ kekuasaan” tidak dikenal. Untuk menjelaskan makna “ power”, kata hegemoni dikedepankan untuk djelaskan oleh para pakar politik pada zaman
itu, terutama Gramsci. Dalam bahsa Yunani kuno, hegemoni disebut” eugemonia” yang dipergunakan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh
negara-negara kota polis atau citystate secara individual. Seperti yang dijelaskan oleh Encyclopedia Britanica, contohnya dapat dilihat dalam
penyebutan “hegemoni” untuk menyatakan negara kota Athena dan Sparta.
8
Konsep hegemoni Gramsci berawal dari Gramsci yang secara dialektis dilakukannya dikotomi tradisional karakteristik pemikiran politik Italia dari
7
John Scott. 2011. SOSIOLOGI The key Concept, Jakarta:Rajawali Press. Hal.202
8
Nezar Patria dan Andi Arief. 2003. Antonio Gramsci, Jakarta: Pusat Pelajar. Hal. 117.
12
Machiavelli sampai Pareto hingga Lenin. Dari Machiavelli hingga Pareto, konsepsi yang diambil adalah tentang kekuatan force dan persetujuan consent.
Bagi Gramsci, kelas sosial akan memperoleh keunggulan supremasi melalui dua cara, yaitu melalui cara dominasi dominio atau paksaan coercion dan yang
kedua ialah melalui kepemimpinan intelektual dan moral. Cara yang terakhir inilah yang dimaksud Gramsci sebagai hegemoni.
Gramsci berpendapat bahwa hegemoni tidak hanya bisa dilakukan oleh negara yang selama ini dikenal dengan rulling class namun bisa juga dilakukan
oleh seluruh kelas sosial. Hegemoni sendiri pengertiannya adalah dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan,
sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar yang bernilai moral,
intelektual serta budaya.
9
9
Situs web Strinati, Dominic. 1995. An Introduction to Theories of Popular Culture, London: Routledge.
Disini penguasaan tidak dengan kekerasan melainkan dengan bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai dengan baik sadar
maupun secara tidak sadar. Hegemoni bekerja dengan dua tahap yaitu tahap dominasi dan tahap direction atau tahap pengarahan. Dominasi yang paling sering
dilakukan adalah oleh alat-alat kekuasaan negara seperti sekolah, modal, media dan lembaga-lembaga negara. Ideologi yang disisipkan lewat alat-alat tersebut
bagi Gramsci merupakan kesadaran yang bertujuan agar ide-ide yang diinginkan negara dalam hal ini sistem kapitalisme menjadi norma yang disepakati oleh
masyarakat. Dominasi merupakan awal hegemoni, jika sudah melalui tahapan
13
dominasi maka tahapan berikutnya yaitu tinggal diarahkan dan tunduk pada kepemimpinan oleh kelas yang mendominasi.
Penjelasan rinci oleh Gramsci terkait hegemoni kekuasaan mengilhami pada teoritis politik, khususnya para teoritis yang memusatkan perhatian teori pada
kekuasaan. Max Weber mendefinisikan kekuasaan sebagai kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat atas kemauan-
kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkan tindakan perlawanan dari orang-orang ataupun golongan tertentu. Jadi kekuasaan merupakan hasil pengaruh
yang diinginkan oleh seseorang ataupun sekelompok orang.
10
Dan sumber-sumber kekuasaan merupakan hal yang akan selalu diperebutkan oleh orang ataupun
sekelompok orang yang ingin memperoleh kekuasaan.
11
Power then is generalized capacity to secure the performance of binding oblications by units in a system of collective organization when the
obligations are legitimized with reference to their bearing on collective goals, and where in case of recalcitrancy there is a presumption of
enforcement by negative situastional sanction-whatever the agency of the enforcement.
Berbeda dengan pendapat para ahli diatas, Talcott Parsons menjelaskan defenisi kekuasaan dengan menyertakan perihal perlawanan dalam kekuasaan
tersebut. Dalam bukunya The distribution of Power in America Sosiety, seperti yang dikutip Miriam Budiardjo, Parsons merumuskan pengertian kekuasaan
10
Inu Kencana Syafii. 2011. Etika Pemerintahan, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 167
11
Prof. Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 62
14
Dalam defenisi tersebut, Parsons menekankan kekuasaan merupakan kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat
oleh kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem organisasi kolektif. Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan-tujuan kolektif. Jika ada perlawanan, maka
pemaksaan melalui sanksi-sanksi negatif dianggap wajar untuk dilakukan.
12
Kemudian muncul dua istilah yang menyangkut dengan kekuasaan, yaitu scope of power dan domain of power. Scope of power atau cakupan kekuasaan
menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusan-keputusan yang menjadi objek kekuasaan. Sedangkan domain of power wilayah kekuasaan
menjawab pertanyaan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, artinya istilah ini mengarah pada pelaku, kelompok organisasi atau
kolektivitas yang dikuasai
13
I. 7. 1. 1 Trias Politica