Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

(1)

1

HUBUNGAN POLITIK ANTARA PANGULU DENGAN MAUJANA NAGORI DI NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN PERIODE 2008-2015

NOVELLI GIRSANG 110906046

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOVELLI GIRSANG (110906046)

HUBUNGAN POLITIK ANTARA PANGULU DENGAN MAUJANA NAGORI DI NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN PERIODE 2008-2015

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba untuk menguraikan bagaimana hubungan politik antara pangulu sebagai lembaga eksekutif dengan maujana nagori sebagai lembaga legislatif di tingkat nagori. Pada dasarnya kedua lembaga ini memiliki posisi yang setara dan sejajar dalam pemerintahan nagori. Namun dalam praktik seringkali tidak sesuai dengan perundang-undangan, serta antara pangulu dan maujana nagori seringkali terjadi hubungan kolusi dan kolaborasi yang pada akhirnya menumbuhkan permasalahan dalam pemerintahan nagori khususnya dalam hubungan kekuasaan dalam pemerintahan nagori.

Metode penelitian yang digunakan didalam penelitian ini ialah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, yaitu memecahkan masalah yang ada berdasarkan fakta dan data yang ada. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara langsung, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah pangulu dengan maujana nagori.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hubungan antara pangulu dengan maujana nagori hingga saat ini belum dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hubungan antara pangulu dengan maujana nagori sebagai mitra kerja pemerintahan nagori yang memiliki posisi yang sejajar diwarnai dengan praktik-praktik yang kurang harmonis dan cenderung didominasi oleh pangulu. Permasalahan di nagori semakin menumpuk dimulai dari pembentukan maujana nagori dan gamot yang dipilih oleh pangulu sendiri, sehingga dimungkinkan maujana nagori dan gamot menjadi tunduk kepada pangulu. Disamping itu partisipatif dan keterlibatan masyarakat tidak ada terlihat dalam melakukan kritik maupun tindakan protes terhadap pangulu maupun maujana nagori. Sehingga kekuasaan benar-benar terpusat pada satu orang yaitu pangulu dan lembaga lain tidak mempunyai kekuasaan yang signifikan didalam nagori.


(3)

ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

NOVELLI GIRSANG (110906046)

POLITICAL RELATIONS BETWEEN THE MAUJANA NAGORI AND PANGULU IN TIGA RAS NAGORI, DOLOK PARDAMEAN DISTRICK,

SIMALUNGUN KABUPATEN PERIOD 2008-2015

ABSTRACK

This study tries to observe how the political relations between pangulu as an executive agency with maujana Nagori as a legislative agency at the level of Nagori. Basically these two institutions have equal and parallel position in implementing Nagori’s government. But in practice often not in accordance with the legislation, as well as between pangulu and maujana Nagori often happens collusion and collaboration relationship, which in turn fosters the problems in government Nagori particularly in relation Nagori power in government.

This research method is qualitative research with descriptive method, where the descriptive research is a means used to solve the existing problems based on facts and data available. Data collection techniques performed by the method of direct interview, and literature study using power theory, the theory of government and political culture theory. As for the unit of analysis and informants in this study are pangulu with maujana Nagori.

The study concluded that the relationship between pangulu with maujana Nagori haven’t been able to run properly up to now. The relationship between pangulu with maujana Nagori Nagori government as a partner who has a position that is parallel tinged with practices that are less harmonious and tend to be dominated by pangulu. Nagori’s problems accumulate starting from the formation of maujana Nagori and gamot are chosen by pangulu, so it is possible maujana Nagori and gamot be subject to pangulu. Besides, participatory and community involvement nothing visible in the criticism and protest actions against pangulu and maujana Nagori. So that the power is really centered on one person namely pangulu. While other agencies do not have significant power in Nagori.


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015”. Skripsi ini menguraikan bahwa hubungan antara pangulu dan maujana nagori hingga saat ini belum dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hubungan antara pangulu dengan maujana nagori sebagai mitra kerja yang memiliki posisi yang sejajar diwarnai dengan praktik-praktik yang kurang harmonis dan cenderung didominasi oleh pangulu. Permasalahan di nagori semakin menumpuk sejak pembentukan maujana nagori dan gamot yang dipilih oleh pangulu sendiri, sehingga dimungkinkan maujana nagori dan gamot menjadi tunduk kepada pangulu. Disamping itu partisipatif dan keterlibatan masyarakat dalam melakukan kritik maupun tindakan protes terhadap pangulu maupun maujana nagori tidak terlihat serta sosial budaya masyarakat masih menerapkan prinsip lama yang sulit hilang, yaitu pola relasi kekuasaan pemerintahan yang mendekati nilai-nilai korupsi, kolusi dan nepotisme.

Puji serta syukur pada Tuhan YME, untuk segala rahmat dan penyertaan-Nya pada penulis terkhusus selama penyelesaian penulisan skripsi ini. Sejak dari awal hingga sampai selesainya skripsi ini, penulis sungguh merasakan campur tangan Tuhan dalam setiap proses yang boleh penulis lalui. Sungguh luar biasa Penyertaan Tuhan dalam kehidupan penulis. Semoga semakin banyak pribadi-pribadi yang merasakannya.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Adil Arifin, M.A selaku dosen pembimbing yang memberikan bantuan dan bimbingan berupa masukan dan kritik yang membangun bagi penulis sehingga skripsi ini bisa selesai tepat waktu. Semoga Allah membalas kebaikan dan kesabaran yang telah diberikan dengan berkat yang berlipat ganda.

Kepada seluruh keluarga tercinta, ibunda dan ayahanda serta abang dan kakak yang telah banyak membantu, memberikan perhatian kepada penulis dan selalu mengajarkan arti tanggungjawab. Kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih untuk kebersamaan selama ini.

Kepada bapak-bapak informan dari Nagori Tiga Ras yang telah meluangkan waktunya dan memberikan informasi yang diperlukan, untuk semua itu penulis mengucapkan terimakasih. Semoga Allah membalas kebaikan yang telah diberikan dengan berkat yang berlipat ganda.

Medan, Mei 2015 Novelli Girsang


(5)

iv DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul

Abstrak………... Abstract... Halaman Pengesahan... Halaman Persetujuan... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel, Gambar, dan Bagan...

Daftar Isi... BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang ... 1

I. 2 Penelitian Sebelumnya ... 7

I. 3 Rumusan Masalah ... 8

I. 4 Batasan Masalah ... 8

I. 5 Tujuan Penelitian ... 9

I. 6 Manfaat Penelitian ... 9

I. 7 Kerangka Teori ... 10

I. 7. 1 Teori Kekuasaan ... 10

I. 7. 1. 1 Trias Politika ... 14

I. 7. 1. 2 Check and Balances ... 19

I. 7. 2 Teori Pemerintahan ... 21

I. 7. 3 Pemerintahan Desa ... 24

I. 7. 3. 1 Kepala Desa ... 27

I. 7. 3. 2 BPD ... 29

I. 7. 4 Teori BudayaPolitik ... 37


(6)

v

I. 8. 1 Metodologi Penelitian ... 40

I. 8. 2 Jenis Penelitian ... 41

I. 8. 3 Lokasi Penelitian ... 41

I. 8. 4 Teknik Pengumpulan Data ... 41

I. 8. 5 Teknik Analisa Data ... 42

I. 9 Sistematika Penulisan ... 43

BAB II PROFIL NAGORI TIGA RAS II.1 Kabupaten Simalungun ... 45

II.2 Kecamatan Dolok Pardamean ... 47

II.3 Nagori Tiga Ras ... 49

II.3. 1 Letak Geografis ... 50

II.3. 2 Keadaan Penduduk ... 51

II.3. 3 Struktur Sosial Budaya ... 55

II.4 Pemerintahan Nagori Tiga Ras ... 58

II.4. 1 Pangulu ... 60

II.4. 2 Maujana Nagori ... 61

II.5 Peraturan Nagori ... 64

II.6 Sejarah Nagori di Simalungun... 66

II.7 Fase Historis Pemerintahan Daerah... 71

BAB III ANALISIS HUBUNGAN POLITIK ANTARA PANGULU DAN MAUJANA NAGORI III. 1 Penyelenggaraan Pemerintahan Nagori Tiga Ras ... 78

III. 2 Relasi Hubungan Politik Antara Pangulu dengan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras ... 82

A.Pembentukan Maujana Nagori Tiga Ras ... 84

B.Pola Relasi ... 87

III. 3 Faktor Penghambat Hubungan Kekuasaan Pangulu dengan Maujana Nagori ... 92

BAB IV PENUTUP IV.1 Kesimpulan ... 101

IV.2 Saran ... 104

Daftar Pustaka ... 105 Daftar Lampiran:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Lampiran 2. Hasil Wawancara


(7)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

2. 1 Nama nagori berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk...48

2. 2 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin...51

2. 3 Jumlah penduduk berdasarkan suku ...51

2. 4 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian...52

2. 5 Jumlah penduduk berdasarkan agama...53

2. 6 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan...54

2. 7 Perbedaan BPD dalam UU No. 22 tahun 1999 dengan UU No. 32 tahun 2004...76

DAFTAR GAMBAR Halaman 2. 1 Peta Kabupaten Simalungun...46

DAFTAR BAGAN Halaman 1. 1 Struktur organisasi Pemerintahan Desa...26

1. 2 Hubungan tugas dan fungsi BPD dengan Kepala Desa...35

1. 3 Hubungan fungsional Kepala Desa dengan Maujana Nagori...36

2. 1 Struktur organisasi Pemerintahan Nagori Tiga Ras...59


(8)

i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOVELLI GIRSANG (110906046)

HUBUNGAN POLITIK ANTARA PANGULU DENGAN MAUJANA NAGORI DI NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN PERIODE 2008-2015

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba untuk menguraikan bagaimana hubungan politik antara pangulu sebagai lembaga eksekutif dengan maujana nagori sebagai lembaga legislatif di tingkat nagori. Pada dasarnya kedua lembaga ini memiliki posisi yang setara dan sejajar dalam pemerintahan nagori. Namun dalam praktik seringkali tidak sesuai dengan perundang-undangan, serta antara pangulu dan maujana nagori seringkali terjadi hubungan kolusi dan kolaborasi yang pada akhirnya menumbuhkan permasalahan dalam pemerintahan nagori khususnya dalam hubungan kekuasaan dalam pemerintahan nagori.

Metode penelitian yang digunakan didalam penelitian ini ialah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, yaitu memecahkan masalah yang ada berdasarkan fakta dan data yang ada. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara langsung, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah pangulu dengan maujana nagori.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hubungan antara pangulu dengan maujana nagori hingga saat ini belum dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hubungan antara pangulu dengan maujana nagori sebagai mitra kerja pemerintahan nagori yang memiliki posisi yang sejajar diwarnai dengan praktik-praktik yang kurang harmonis dan cenderung didominasi oleh pangulu. Permasalahan di nagori semakin menumpuk dimulai dari pembentukan maujana nagori dan gamot yang dipilih oleh pangulu sendiri, sehingga dimungkinkan maujana nagori dan gamot menjadi tunduk kepada pangulu. Disamping itu partisipatif dan keterlibatan masyarakat tidak ada terlihat dalam melakukan kritik maupun tindakan protes terhadap pangulu maupun maujana nagori. Sehingga kekuasaan benar-benar terpusat pada satu orang yaitu pangulu dan lembaga lain tidak mempunyai kekuasaan yang signifikan didalam nagori.


(9)

ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

NOVELLI GIRSANG (110906046)

POLITICAL RELATIONS BETWEEN THE MAUJANA NAGORI AND PANGULU IN TIGA RAS NAGORI, DOLOK PARDAMEAN DISTRICK,

SIMALUNGUN KABUPATEN PERIOD 2008-2015

ABSTRACK

This study tries to observe how the political relations between pangulu as an executive agency with maujana Nagori as a legislative agency at the level of Nagori. Basically these two institutions have equal and parallel position in implementing Nagori’s government. But in practice often not in accordance with the legislation, as well as between pangulu and maujana Nagori often happens collusion and collaboration relationship, which in turn fosters the problems in government Nagori particularly in relation Nagori power in government.

This research method is qualitative research with descriptive method, where the descriptive research is a means used to solve the existing problems based on facts and data available. Data collection techniques performed by the method of direct interview, and literature study using power theory, the theory of government and political culture theory. As for the unit of analysis and informants in this study are pangulu with maujana Nagori.

The study concluded that the relationship between pangulu with maujana Nagori haven’t been able to run properly up to now. The relationship between pangulu with maujana Nagori Nagori government as a partner who has a position that is parallel tinged with practices that are less harmonious and tend to be dominated by pangulu. Nagori’s problems accumulate starting from the formation of maujana Nagori and gamot are chosen by pangulu, so it is possible maujana Nagori and gamot be subject to pangulu. Besides, participatory and community involvement nothing visible in the criticism and protest actions against pangulu and maujana Nagori. So that the power is really centered on one person namely pangulu. While other agencies do not have significant power in Nagori.


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

I. 1 L.atar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara kesatuan, dimana didalam negara kesatuan dapat dibagi menjadi dua bentuk, yang pertama ialah negara kesatuan dalam sistem sentralisasi yaitu segala urusan negara diatur langsung oleh pemerintahan pusat dan daerah tinggal melaksanakan dan yang kedua ialah negara kesatuan dalam sistem desentralisasi yaitu daerah diberi kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.1

Kekuasaan merupakan masalah sentral yang terdapat didalam setiap negara, hal ini dikarenakan negara merupakan pelembagaan masyarakat politik (Polity)

paling besar dan memiliki kekuasaan yang otoritatif.2

Pembagian kekuasaan pertama kali dilakukan oleh John Locke (1632- 1704). Dalam bukunya Two Treaties of Government (1679), John Locke membagi kekuasaan menjadi tiga macam yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif,

Sehingga didalam negara demokrasi untuk menghindari terjadinya pemusatan kekuasaan maka perlu dilakukan pembagian kekuasaan ( distribution of power).

1

Christine S.T, Kansil, C.S.T. 2008. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara 2

Kacung Maridjan. 2010. Sistem Politik Indonesia Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru. Jakarta: Kencana. Hal. 17.


(11)

2

dan kekuasaan federatif. Sedangkan Montesquieu (1689-1755) memisahkan kekuasaan ke dalam tiga organ yakni kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Dengan adanya pembagian kekuasaan dalam tiga lembaga tersebut diharapkan dalam menjalankan pemerintahan negara tidak terjadi tumpang tindih diantara lembaga pemegang kekuasaan tersebut. Berkaitan dengan upaya mengontrol kekuasaan, agar tidak terulang sentralisasi kekuasaan sebagaimana pada masa Orde Baru.

Era reformasi telah membawa perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkatpusat sampai ke desa. Dimana sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah.3

Penyelenggaraan pemerintahan di desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang ditetapkan pada tanggal 30Desember 2005.Dalam Peraturan Pemerintah dijelaskan susunan organisasi pemerintahan desa, yakni Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan PerwakilanDesa (BPD) untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat

Dimana otonomi daerah itu sendiri bertujuan untuk mempercepat pembangunan daerah dan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

3

Prof. Drs. HAW. Widjaja. 2001. Pemerintahan Desa/ Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hal. 1.


(12)

3

setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa atau sebutan lain merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan desa merupakan pemerintahan terkecil dari penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintahan berhubungan langsung dengan masyarakat desa, olehkarena itu hubungan yang sangat menentukan dari berjalannya pemerintahan daerah ditentukan oleh pemerintahan desa yaitu kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari pemerintahan di desa. Diharapkan dengan adanya pemerintahan didesa ini dapat lebih peka terhadap permasalahan yang ada didalam masyarakat desa . Kepaladesa beserta Badan Permusyawaratan Desa berhak untuk mengatur masyarakatnya dalambentuk Peraturan Desa yang telah disepakati bersama- sama masyarakat desa.

Badan Perwakilan Desa adalah lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan peraturan desa anggaran pendapatan dan belanja desa dan keputusan kepalaDesa. BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah desa. BPD merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada eraotonomi daerah di Indonesia. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan


(13)

4

berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masajabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/ diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.

Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kekuasaan antara Kepala Desa dengan BPD dalam melaksanakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dimana pola relasi kekuasaan yang sejajar sebagaimana telah diatur dalam undang-undang, dalam pelaksanaannya diwarnai oleh praktek-praktek hubungan kerja yang kurang harmonis dan menunjukkan kecenderungan terjadinya dominasi Kepala Desa. Wujud konkret dari terjadinya hubungan yang tidak harmonis antara Kepala Desa dengan BPD terlihat dalam proses-proses penyusunan dan penetapan peraturan desa, penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD), pelaksanaan peraturan desa dan pelaksanaan pertanggungjawaban Kepala Desa.

Hubungan kekuasaan elit Pemerintahan Desa yaitu Kepala Desa denganBPD menunjukkan hanya sebatas pada penetapan peraturan desa.Penyelenggaraan Pemerintahan Desa menjadi otoritas Kepala Desa. BPD (Kekuasaan Legislatif di desa) hanya sebagai lembaga yang memberikan nasehat terhadap Kepala Desa. Dalam hal ini terjadi hegemoni Kepala Desa terhadap BPD yakni dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau


(14)

5

tanpa ancaman kekerasan sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar yang bersifat moral, intelektual serta budaya.

Dalam suatu hubungan kekuasaan (power relationship) selalu ada pihak yang lebih kuat dari pihak lain4

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari beberapa sub-etnik seperti Simalungun, Karo, Toba, selain itu terdapat juga beberapa etnik lain seperti etnik Jawa, dan Cina. Masyarakat Simalungun merupakan masyarakat yang telah lama mengenal . Jadi, selalu ada hubungan tidak seimbang atau asimetris. Dalam melaksanakan pengelolaan Pemerintahan Desa, kekuasaan Kepala Desa terlihat lebih menonjol dibandingkan dengan Badan Permusyawaratan Desa. Dominasi kekuasaan Kepala Desa terlihat dalam pembuatan keputusan atau peraturan desa. Dominasi ini terjadi karena adanya persepsi yang salah dan cenderung menyimpang akan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mengindikasikan adanya pembagian kekuasaan yang tidak merata antara kekuasaan Kepala Desa (eksekutif) dengan Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga legislatif dalam Pemerintahan Desa. Maka apa yang dikatakan oleh Ramlan Surbakti bahwa kekuasaan politik senantiasa suatu kekuasaan yang memiliki aspek politik yang berupa penggunaan sumber-sumber pengaruh untuk memberikan pengaruh terhadap proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

4


(15)

6

politik ataupun pemerintahan. Dimana sejak awal jauh sebelum Indonesia dibentuk, di Simalungun telah terdapat pemerintahan feodalisme yang dipimpin oleh sistem kerajaan yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan masyarakat Simalungun hingga sekarang. Salah satu kecamatan yang ada di kabupaten simalungun ialah kecamatan Dolok Pardamean.

Kecamatan Dolok Pardamean merupakan kecamatan yang memilki luas wilayah terkecil di Kabupaten Simalungun, sehingga sistem pemerintahannya seharusnya dapat berjalan lebih efektif dibanding dengan wilayah yang lebih luas lainnya. Kecamatan Dolok Pardamean ini terdiri dari enam belas nagori, yakni diantaranya ialah Bangun Pane, Butu Bayu Panei, Dolok Saribu, Parik Sabungan, Parjalangan, Sibuntuon, Silabah Jaya, Sinaman Labah, Tiga Ras dan Togu Domu Nauli, Nagori Bayu, Sihemun Baru, Tanjung Saribu, Pamatang Sinaman, Partuahan.5

Studi mengenai relasi kekuasaan antara Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa ini dilakukan di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori, istilah desa disebut dengan Nagori, Kepala Desa diganti nama dengan Pangulu, sedangkan Badan Permusyawaratan Desa disebut dengan Maujana nagori. Kekuasaan Pangulu yang dominan dalam pemerintahan nagori memperlihatkan adanya kekuasaan yang tidak merata dalam struktur pemerintahan nagori di Nagori Tiga Ras. Sebagai lembaga legislatif di

5

http://www.organisasi.org/1970/01/daftar-nama-kecamatan-kelurahan-desa-kodepos-di-kota-kabupaten-simalungun-sumatera-utara-sumut.html


(16)

7

desa, Maujana nagori hanya sebagai lembaga yang memberikan nasehat terhadap Pangulu sedangkan pengelolaan Pemerintahan nagori lebih banyak dilakukan oleh Pangulu.

Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, peneliti tertarik membahas mengenai hubungan politik dalam pemerintahan desa. Sehingga peneliti mengangkat judul penelitian Hubungan Politik antara Pangulu dengan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun.

I. 2 Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan kekuasaan dalam Pemerintahan Desa ialah Analisis Relasi Kekuasaan Dalam Pemerintahan Desa, dimana penelitian tersebut menunjukkan bahwa hingga saat ini penyelenggaraan dan pelaksanaan pemerintahan desa masih jauh dari perencanaan yang dirumuskan dan belum sesuai dengan undang-undang didalam mewujudkan relasi sosial yang partisipatif dan demokrasi.

Antara pemerintah desa dan BPD juga terlihat bahwa kedua pihak memiliki pola hubungan kolusi atau kolaburasi yang menumbuhkan suatu permasalahan dalam pemerintahan desa khususnya relasi kekuasaan yang terbangun dalam pemerintahan desa. Disamping itu partisipasi dan keterlibatan masyarakat desa dalam melakukan kritik maupun tindakan-tindakan protes terhadap kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga tak ada, masyarakat tidak peduli terhadap pemerintahan yang ada. Relasi kekuasaan dalam pemerintah desa


(17)

8

bersifat sentralistik, dan sosial budaya masyarakat secara sosiologis masih menerapkan prinsip-prinsip lama. Dimana kekuasaan dalam pembuatan kebijakan terpusat pada satu orang yaitu Kepala Desa. Sedangkan elemen-elemen lain yang ada didesa tidak mempunyai kekuasaan yang signifikan dalam penentuan kebijakan-kebijakan desa.

Pola relasi kekuasaan yang terbangun dalam Pemerintahan Desa tidak sesuai dengan mekanisme yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya Pemerintahan di tingkat desa tidak dijalankan sesuai denganperaturan yang berlaku.6

I. 3 Perumusan Masalah

Dalam menjalankan pemerintahan desa Badan Permusyawaratan Desa (lembaga legislatif) berkedudukan sejajar dengan kepala desa ( lembaga eksekutif). Namun jika dilihat fakta yang ada malah sebaliknya Badan Permusyawaratan Desa memiliki posisi dibawah Kepala Desa. Tugas yang seharusnya menjadi bagian Badan Permusyawaratan Desa kini telah diambil alih oleh Kepala Desa. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai “ Bagaimana Hubungan Politik antara Pangulu dengan Maujana Nagori dalam Pengelolaan Pemerintahan Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2010-2015?

I. 4 Pembatasan Masalah

6

Heru Kurnia, 2011. Skripsi: Analisis Relasi Kekuasaan dalam Pemerintahan Desa.. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.


(18)

9

Pembatasan masalah merupakan salah satu upaya untuk menetapkan fokus pembahasan yang memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian berupa lokasi, rentang waktu yang ingin diteliti dengan tujuan untuk menghasilkan uraian yang sistematis. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini ialah:

A. Bagaimana hubungan politik Pangulu dengan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun?

B. Apa yang menjadi faktor penghambat terhadap hubungan antara Pangulu dengan Maujana Nagori tersebut?

I. 5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yakni;

A.Untuk mengetahui hubungan politik antara Pangulu dengan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun.

B.Untuk mengetahui faktor penghambat terhadap hubungan Pangulu dengan Maujana Nagori.

I. 6 Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang sungguh diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran yang bermanfaat pada penelitian-penelitian selanjutnya dalam fokus kajian eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan daerah.

B.Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama didalam Departemen Ilmu Politik, maupun bagi kalangan akademisi yang


(19)

10

memiliki ketertarikan untuk mengeksplorasi mengenai eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan daerah dan menjadi referensi/ kepustakaan Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

C.Bagi masyarakat luas, penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan daerah. Untuk pemerintahan desa mencangkup Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diharapkan dapat menjalankan fungsinya dengan baik, dengan kata lain relasi diantara kedua lembaga harus dapat seimbang sebagai mitra kerja pemerintahan di desa. Terkhusus bagi masyarakat Simalungun diharapkan dapat ikut berpartisipasi dan mengevaluasi kinerja pemerintahan desa untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

I. 7. Kerangka Teori dan Konsep I. 7. 1 Teori Kekuasaan

Kekuasaan menempati posisi penting dalam politik. Kekuasaan memberikan perbedaan antara pimpinan dengan anggota. Bahkan kekuasaan dianggap identik dengan politik. Dalam konteks keilmuwan, konsep kekuasaan secara sederhana dijelaskan sebagai relasi antara dua orang, yang satu adalah “atasan” atau dikatakan orang penting ( paramount agent), dan yang satu disebut “ bawahan” atau posisinya lebih rendah (subordinat agent). Atasan memiliki dan menggunakan kekuasaannya, sedangkan bawahan dipengaruhioleh kekuasaan


(20)

11

atasan.7

Gramsci memandang bahwa kekuasaan dapat diperjuangkan dan dipertahankan lewat satu prinsip yang lebih cerdas dan soft yang disebutnya dengan hegemoni. Gramsci melihat bahwa pertarungan kekuasaan dapat dipandang sebagai pertarungan ide-ide bukan pertarungan “kekuasaan” , pertarungan massa, dan kekuatan senjata. Ia melihat ide-ide tersebut dapat mempengaruhi hasrat dan tingkah laku seseorang lewat cara-cara yang lebih manusiawi dan lebih santun yang dapat disebut politik yang lebih lunak, the soft politics.

Dengan kata lain kekuasaan menjadi perbedaan yang menunjukkan posisi seseorang yang mampu mengendalikan orang lain.

Untuk melihat akar pengertian dari kekuasaan, maka patut untuk dipahami yang dijelaskan oleh Antonio Gramsci (1891-1939). Pada masa itu, secara eksplisit kata “ kekuasaan” tidak dikenal. Untuk menjelaskan makna “ power”,

kata hegemoni dikedepankan untuk djelaskan oleh para pakar politik pada zaman itu, terutama Gramsci. Dalam bahsa Yunani kuno, hegemoni disebut” eugemonia” yang dipergunakan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota ( polis atau citystate) secara individual. Seperti yang dijelaskan oleh Encyclopedia Britanica, contohnya dapat dilihat dalam penyebutan “hegemoni” untuk menyatakan negara kota Athena dan Sparta.

8

Konsep hegemoni Gramsci berawal dari Gramsci yang secara dialektis dilakukannya dikotomi tradisional karakteristik pemikiran politik Italia dari

7

John Scott. 2011. SOSIOLOGI The key Concept, Jakarta:Rajawali Press. Hal.202 8


(21)

12

Machiavelli sampai Pareto hingga Lenin. Dari Machiavelli hingga Pareto, konsepsi yang diambil adalah tentang kekuatan (force) dan persetujuan (consent).

Bagi Gramsci, kelas sosial akan memperoleh keunggulan (supremasi) melalui dua cara, yaitu melalui cara dominasi (dominio) atau paksaan (coercion) dan yang kedua ialah melalui kepemimpinan intelektual dan moral. Cara yang terakhir inilah yang dimaksud Gramsci sebagai hegemoni.

Gramsci berpendapat bahwa hegemoni tidak hanya bisa dilakukan oleh negara yang selama ini dikenal dengan rulling class namun bisa juga dilakukan oleh seluruh kelas sosial. Hegemoni sendiri pengertiannya adalah dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar yang bernilai moral, intelektual serta budaya.9

9

Situs web Strinati, Dominic. 1995. An Introduction to Theories of Popular Culture, London: Routledge. Disini penguasaan tidak dengan kekerasan melainkan dengan bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai dengan baik sadar maupun secara tidak sadar. Hegemoni bekerja dengan dua tahap yaitu tahap dominasi dan tahap direction atau tahap pengarahan. Dominasi yang paling sering dilakukan adalah oleh alat-alat kekuasaan negara seperti sekolah, modal, media dan lembaga-lembaga negara. Ideologi yang disisipkan lewat alat-alat tersebut bagi Gramsci merupakan kesadaran yang bertujuan agar ide-ide yang diinginkan negara (dalam hal ini sistem kapitalisme) menjadi norma yang disepakati oleh masyarakat. Dominasi merupakan awal hegemoni, jika sudah melalui tahapan


(22)

13

dominasi maka tahapan berikutnya yaitu tinggal diarahkan dan tunduk pada kepemimpinan oleh kelas yang mendominasi.

Penjelasan rinci oleh Gramsci terkait hegemoni kekuasaan mengilhami pada teoritis politik, khususnya para teoritis yang memusatkan perhatian teori pada kekuasaan. Max Weber mendefinisikan kekuasaan sebagai kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat atas kemauan-kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkan tindakan perlawanan dari orang-orang ataupun golongan tertentu. Jadi kekuasaan merupakan hasil pengaruh yang diinginkan oleh seseorang ataupun sekelompok orang.10 Dan sumber-sumber kekuasaan merupakan hal yang akan selalu diperebutkan oleh orang ataupun sekelompok orang yang ingin memperoleh kekuasaan.11

Power then is generalized capacity to secure the performance of binding oblications by units in a system of collective organization when the obligations are legitimized with reference to their bearing on collective goals, and where in case of recalcitrancy there is a presumption of enforcement by negative situastional sanction-whatever the agency of the enforcement.

Berbeda dengan pendapat para ahli diatas, Talcott Parsons menjelaskan defenisi kekuasaan dengan menyertakan perihal perlawanan dalam kekuasaan tersebut. Dalam bukunya The distribution of Power in America Sosiety, seperti yang dikutip Miriam Budiardjo, Parsons merumuskan pengertian kekuasaan

10

Inu Kencana Syafii. 2011. Etika Pemerintahan, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 167 11


(23)

14

Dalam defenisi tersebut, Parsons menekankan kekuasaan merupakan kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat oleh kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem organisasi kolektif. Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan-tujuan kolektif. Jika ada perlawanan, maka pemaksaan melalui sanksi-sanksi negatif dianggap wajar untuk dilakukan.12

Kemudian muncul dua istilah yang menyangkut dengan kekuasaan, yaitu

scope of power dan domain of power. Scope of power atau cakupan kekuasaan

menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusan-keputusan yang menjadi objek kekuasaan. Sedangkan domain of power (wilayah kekuasaan) menjawab pertanyaan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, artinya istilah ini mengarah pada pelaku, kelompok organisasi atau kolektivitas yang dikuasai13

I. 7. 1. 1 Trias Politica

.

Untuk menghindari pemerintahan yang sentralistik, maka perlu dilakukan pembagian kekuasaan seperti yang dikemukakan oleh Jhon Locke14

1. Kekuasaan Legislatif, kekuasaan untuk membuat undang-undang

Jhon Locke memisahkan kekuasaan dari tiap-tiap negara dalam tiga bagian, yakni:

2. Kekuasaan Eksekutif, kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.

12

Ibid, hal.63

13

Mirriam Budiardjo. Op cit..Hal. 126 14


(24)

15

3. Kekuasaan Federatif, kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.

Menurut Jhon Locke, ketiga kekuasaan ini harus dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut Montesquie dalam suatu sistem pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan tersebut harus terpisah, baik mengenai fungsi (tugas) maupun mengenai alat kelengkapan (organ) yang melaksanakan:15

1. Kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat 2. Kekuasaan Eksekutif dilaksanakan oleh pemerintah

3. Kekuasaan Yudikatif dilaksanakan oleh badan peradilan

Ajaran Montesquie ini lebih dikenal dengan istilah Trias Politica.

Keharusan pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga jenis tersebut bertujuan untuk menghindari tindakan sewenang-wenang oleh raja. Istilah Trias Politica

berasal dari bahasa Yunani yang artinya “ Politik tiga serangkai”. Menurut ajaran

Trias Politica dalam setiap pemerintahan negara harus ada tiga jenis kekuasaan

yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan kekuasaan itu harus terpisah.16

Ajaran Trias Politica ini nyata-nyata bertentangan dengan kekuasaan pada zaman Feodalisme dalam abad pertengahan. Dimana pada saat itu yang ketiga kekuasaan yang ada didalam negara tersebut dipegang oleh seorang raja, yang

15

C.S.T. Kansil dan Cristine S. T. Kansil. 2003. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 8

16


(25)

16

membuat sendiri undang-undang, menjalankannya dan menghukum segala pelanggaran atas undang-undang yang telah ia buat. Monopoli atas ketiga kekuasaan tersebu dapat terlihat dari semboyan raja Louis XIV “L’ Etat cest moi”

(negara adalah saya) kekuasaan mana berlangsung hingga permulaan abad ke XVII. Setelah pecah revolusi Perancis pada tahun 1789, barulah paham tentang kekuasaan yang bertumpuk ditangan raja menjadi lenyap. Saat itu pula timbullah gagasan baru mengenai pemisahan kekuasaan yang dipelopori oleh Montesquie.17

17

C.S.T. Kansil dan Cristine S. T. Kansil Op.cit. hal. 10-11

Pemisahan ketiga kekuasaan tersebut, baik mengenai tugas dan fungsi, maupun mengenai alat perlengkapan atau organ yang menyelenggarakan. Montesqiue menegaskan, bahwa kemerdekaan individu terhadap tindakan sewenang-wenang pihak penguasa akan terjamin apabila antara legislatif, eksekutif dan yudikatif diadakan pemisahan mutlak antara yang satu dengan yang lainnya.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa Jhon Locke memasukkan yudisiil kedalam kekuasaan eksekutif. Sebaliknya Montesquie menganggap bahwa kekuasaan yudisiil sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri. Ajaran Montesquie banyak mempengaruhi orang Amerika Serikat pada waktu UUD-nya dirumuskan, sehingga kostitusi negara itu dapat dianggap yang lebih banyak mencerminkan Trias Politika menurut teori aslinya.


(26)

17

Prof. Jennings18

Prof. Dr. Ismail Suny S.H., M.C.L,

membedakan antara pemisahan kekuasaan dalam arti materiil dan dalam arti formal. Dimana kekuasaan dalam arti materiil ialah pemisahan kekuasaan dalam arti pembagian kekuasaan itu dipertahankan dengan tegas dalam tugas kenegaraan yang dengan jelas memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu kepada tiga bagian, yakni Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Sedangkan pemisahan kekuasaan dalam arti formal ialah pembagian kekuasaan itu tidak dipertahankan dengan jelas.

19

Amerika dianggap sebagai negara pertama yang menerapkan ajaran pemisahan kekuasaan trias politika. Seperti, Presiden Amerika Serikat tidak dapat membubarkan kongres sebaliknya kongres tidak dapat menjatuhkan Presiden selama jabatan empat tahun. Para Hakim Agung Amerika Serikat diangkat oleh Presiden dan selama berkelakuan baik memegang jabatannya seumur hidup atau sampai mengundurkan dirisecara sukarela, sebab Mahkamah Agung Amerika

dalam bukunya yang berjudul

Pergeseran Kekuasaan Eksekutif mengambil kesimpulan dalam arti materiil itu

sepantasnya disebut Seperation of powers (pemisahan kekuasaan) sedangkan dalam arti formal sebaiknya disebut Divison of powers (pembagian kekuasaan). Menurutnya pemisahan kekuasaan dalam arti materiil paling banyak hanya terdapat di Amerika Serikat, sedangkan di Inggris dan Uni Sovyet terdapat division powers.

18

C.S.T. Kansil dan Cristine S. T. Kansil. 2003. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.

Hal.53 .14. 19


(27)

18

Serikat memiliki kedudukan yang bebas. Badan Yudisiil tertinggiatau Mahkamah Agung bertanggung jawab untuk menafsirkan undang-undang, mempunyai hak uji materiil dan yudicial review atas undang-undang terhadap konstitusi, meskipun hak ini hanya merupakan konvensi ketatanegaraan, tidak tertulis didalam konstitusi.

Ajaran trias politica juga dapat menjadi perhatian dan diterapkan didaratan Eropa Barat seperti Jerman dan Belanda. Di negara-negara ini ternyata anggota-anggota kabinet tidak dapat merangkap menjadi anggota-anggota badan legislatif. Apabila seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat menjadi menteri, yang bersangkutan tersebut harus berhenti dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Di Inggris ajaran Trias politika tidak diterapkan. Ini terbukti bahwa seperti yang telah diuraikan didepan, tidak ada pemisahan kekuasaan,malahan terjalin hubungan yang erat antara badan legisltif dan badan eksekutif.20

Setelah UUD 1945 mengalami perubahan pertama kalinya hingga keempat, meskipun tidak disebut secara tegas, namun asas-asas trias politika secara konstitusional ditegakkan, dilindungi dan dijamin realisasinya. Misalnya, setelah perubahan terdapat bab-bab yang mencerminkan adanya pembagian kekuasaan didalam negara kesatuan RI, antara lain bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, bab III tentang kekuasaan pemerintahan negara, bab VII tentang Dewan

20

Susilo Suharto. 1945. Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dalam Periode Berlakunya Undang-undang dasar 1945, Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal.42-44


(28)

19

Perwakilan Rakyat, bab VII A tentang Dewan Perwakilan daerah, bab VIII A tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dan bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dengan demikian jelaslah bahwa UUD 1945 setelah perubahan, walaupun secara eksplisit tidak menyebut tentang ajaran Trias Politica, namun secara nyata dan pasti negara RI menganut ajaran Trias Politica dalam artian pembagian kekuasaan.21

I. 7. 1. 2 Check and Balances

Check and balances merupakan sistem dimana orang-orang dalam

pemerintahan dapat mencegah pekerjaan pihak yang lain dalam pemerintahan jika mereka meyakini adanya pelanggaran terhadap hak. Pengawasan (checks) sebagai bagian dari checks and balances adalah suatu langkah maju yang sempurna. Mencapai keseimbangan lebih sulit untuk diwujudkan. Gagasan utama dalam checks and balances adalah upaya untuk membagi kekuasaan yang ada ke dalam cabang-cabang kekuasaan dengan tujuan mencegah dominannya suatu kelompok. Bila seluruh ketiga cabang kekuasaan tersebut memiliki checks terhadap satu sama lainnya, checks tersebut dipergunakan untuk menyeimbangkan kekuasaan. Suatu cabang kekuasaan yang mengambil terlalu banyak kekuasaan dibatasi lewat tindakan cabang kekuasaan yang lain. Checks and Balances

diciptakan untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Hal tersebut dapat tercapai dengan men-split pemerintah dalam kelompok-kelompok persaingan yang dapat

21


(29)

20

secara aktif membatasi kekuasaan kelompok lainnya. Hal ini akan berakhir bila ada suatu kelompok kekuasaan yang mencoba untuk menggunakan kekuasaannya secara ilegal.

Berbeda dengan Inggris, Perdana Menteri dapat membimbing Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden Amerika tidak dapat membimbing kongres. Presiden dan para menteri tidak boleh merangkap anggota kongres. Sebaliknya Perdana Menteri dan kebanyakan menteri di Inggris berasal dari majelis rendah dan turut dalam perdebatan majelis itu. Perdana Menteri mengetuai kabinet yang terdiri deri teman separtai dan sekaligus memberi bimbingan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam menyelenggarakan tugas sehari-hari, misalnya dalam soal menentukan prioritas pembahasan rancangan undang-undang dan lain sebagainya.

Di Inggris nasib kabinet bergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat, sebab apabila kehilangan dukungan dalam badan itu, kabinet harus mengundurkan diri. Jadi di Inggris tidak terdapat pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudisiil. Disana terlihat adanya jalinan yang erat antara legislatif dan eksekutif. Untuk menjamin agar masing-masing cadang kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya, para penyusun konstitusi Amerika Serikat mengadakan suatu

Check and balances atau saling mengawasi dan saling mengimbangi antar cabang

kekuasaan negara.


(30)

21

1. Presiden Amerika diberi wewenang menveto rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh kongres. Hak veto ini dapat batal apabila kongres dukungannya 2/3 suara dari kedua majelis yang telah memenuhi kuorum, menolak veto Presiden

2. Mahkamah Agung mengadakan check terhadap badan legislatif dan bdan eksekutif melaui ujia materiil atau judicial reviw .

3. Disisi lain, hakim agung yang tela diangkat seumur hidup oleh presiden dapatdiberhentikan oleh kongres, apabila ternyata telah melakukan tindakan kriminal

4. Demikian juga Presiden dapat di Impeachmet oleh Kongres berdasarkan Konstitusi Amerika Serikat pasal 2 ayat 4.

5. Presiden dapat mendatangani perjanjian internasional, akan tetapi baru sah apabila senat menyetujuinya, begitu juga dalam hal pengangkatan jabatan-jabatan yang menjadi wewenang Presiden, misalnya Hakim Agung dan Duta Besar.

6. Khusus menyatakan perang, hanya dapat dilakukan kongres.

Dengan demikian sistem check and balances berakibat dalam batas-batas tertentu, satu cabang kekuasaan dapat campur tangan dalam tindakan kekuasaan lain.

I. 7. 2 Teori Pemerintahan

Istilah sistem pemerintahanberasal dari dua suku kata “sistem”dan “pemerintahan”. Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian


(31)

22

yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antar bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu.22Pemerintahan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri, jadi tidak diartikan sebagai pemerintahan yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya termasuk legislatif dan yudikatif, sehingga sistempemerintahan adalah pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu, dalam rangka kepentingan rakyat.23

sebagai sebuah sistem hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga negara. Dalam ilmu negara umum (algemeine staatslehre) yang dimaksud dengan sistem pemerintahan ialah sistem hukum ketatanegaraan, baik yang berbentuk monarki maupun republik, yaitu mengenai hubungan antar pemerintah dan badan yang mewakili rakyat. Ditambahkan Mahfud MD, sistem pemerintahan dipahami

24

22

Moh. Kusnardi dan Harmaili Ibrahim. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara. Hal. 171

23

Moh. Kusnardi dan Harmaili Ibrahim. Loc.Cit

24

Saldi Isra. 2010. Pergeseran Fungsi Legislatif: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam SistemPresidensial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Hal. 23

Disamping pendapat para ahli tersebut, Jimly Asshiddiqie mengemukakan, sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian regeringsdaad, yaitu penyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif.


(32)

23

Ditinjau dari aspek pembagian kekuasaannya, organisasi pemerintah dapat dibagi dua, yaitu pembagian kekuasana secara horizontal didasarkan atas sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya yang menimbulkan berbagai macam lembaga di dalam suatu negara, dan pembagian kekuasaan secara vertikal menurut tingkat pemerintahan, melahirkan hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi dandekonsentrasi.25

Sistem pemerintahan yang dianut Indonesia sebelum perubahan UUD 1945 menurut Bagir Manan terdapat dua pendapat yang lazimdigunakan, yaitu Kelompok yang berpendapat bahwa Indonesia menganut sistem presidensial dan kelompok yang berpendapat bahwa Indonesia menganut sistem campuran. Para ahliyang berpendapat sebagai sistem presidensial karena presiden adalah kepala pemerintahan dan ditambah dengan karakter : (a) adakepastian masa jabatan presiden, yaitu lima tahun; (b) presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR; dan (c) presiden tidak dapat membubarkan DPR. Sementara itu,yang berpendapat bahwa Indonesia menganut sistempemerintah campuran karena selain terdapat karakter sistem pemerintahan presidensial terdapat pula karakter sistem parlementer. Ciri parlementer yang dimaksudkan adalah presiden bertanggung jawab kepada lembaga perwakilan rakyat yang dalam hal ini MPR.26

Perubahan pertamahingga keempatUUD1945, telahmenjadikan sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami berbagai perubahan yang mendasar.

25

Moh. Kusnardi dan Harmaili Ibrahim. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara. Hal. 171

26

Bagir Manan. 1995. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Sebuah Negara. Bandung: Mandar Maju. Hal. 78-79


(33)

24

Perubahan-perubahan itu mempengaruhi struktur dan mekanisme struktural orga– organ negara Indonesia. Banyak pokok pikiran baru yang diadopsikan kedalam kerangka UUD 1945 tersebut,diantaranya adalah:

1. Penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi secara komplementer

2. Pemisahankekuasaandanprinsipchecks and balances

3. Pemurnian sistempemerintah presidensial

4. Penguatan cita persatuan dan keragamandalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perubahan ini yang saat ini menimbulkan berbagai kelembagaan negara dan pembentukan sistem dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis.

I. 7. 3 Pemerintahan Desa

Dengan pengesahan Undang-Undang yang baru tentang pemerintahan daerah dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ini merupakan perubahan yang terjadi dalam substansi pelaksanaan pemerintahan, termasuk pemerintahan desa.Terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan desa, penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan “subsistem dari system penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya”.27

27

HAW. Widjaya. 2003. Otonomi Desa merupakan Subsistem yang Asli Bulat dan Utuh. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 3.


(34)

25

Status desa adalah satuan pemerintahan dibawah kabupaten/ kota.28

Selanjutnya dalam angka 7 dijelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan “Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalahKepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Sedangkan dalam angka 8 Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan

demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desasebagai unsur

penyelenggara pemerintahan desa”

Desa tidak sama dengan kelurahan yang statusnya dibawah camat. Kelurahan hanyalah wilayah kerja lurah dibawah camat yang tidak mempunyai hak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Sedangkan desa memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI (UU No. 32/2004).

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa:

“Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

28

Hanif Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Hal. 74


(35)

26

Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa ada dua institusi yang mengendalikannya, yaitu Pemerintah Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintah desa yang dimaksud disini kepala desa sebagai lembaga eksekutif pemerintah desa yang berfungsi sebagai kepala pemerintah di desa, kemudian dalam menjalankan tugasnya,Kepala desa di bantu oleh perangkat desa. Perangkat desa bertugas membantu kinerja kepala desa dalam melaksanakan tugas-tugas danfungsi-fungsi pemerintah desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya, sedangkan sebagai lembaga legislatif, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa serta menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Gambar 1.1: Strukur Organisasi Pemerintahan Desa29

29

Hanif Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Hal. 74

Kepala Desa BPD

Sekdes

Staf

Kepala

Kewilayahan Pelaksana


(36)

27 I. 7. 3. 1 Kepala Desa

“Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa. Seorangkepala desa haruslah seorang warga Negara Republik Indonesia yangmemenuhi syarat, yangselanjutnya akan ditentukan dalam perda tentangtata cara pemilihan kepala desa. Dalam pemilihan kepala desa, calon yang memiliki suara terbanyak, ditetapkan sebagai kepala desaterpilih.Untuk desa-desa yang memiliki hak tradisional yang masihhidup dan diakui keberadaannya, pemilihan kepala desanya dilakukanberdasarkan ketentuan hukum adat setempat, yang ditetapkan dalamperda dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.

Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun dan dapat dipilih kembalihanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.Masa jabatan kepaladesa, bagi desa yang merupakan masayarakat hukum adat, yangkeberadaannya masih hidup dan diakui, dapat di kecualikan dan hal inidiatur dengan perda”.30

“Kepala desa pada dasarnya bertanggungjawab kepada rakyat desa yang dalam tata cara dan prosedurnya pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui camat. Kepala Badan Permusyawaratan Desa, kepala desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya kepada rakyat, menyampaikan informasi Lebih lanjut HAW. Widjaja mengungkapkan bahwa :

30

Rozali Abdullah. 2005. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung.


(37)

28

pokok-pokok pertanggungjawabannya, namun harus tetap memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa untuk menanyakan dan/atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal -hal yang berhubungan dengan pertanggungjawaban yang dimaksud”.31

Berdasarkan Peraturan-Pemerintah No. 72 Tahun 2005, dapatkita ketahui, kewajiban dari Kepala Desa adalahsebagai berikut:32

1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

3. Memelihara ketentraman dan keterlibatan masyarakat 4. Melaksanakan kehidupan demokrasi

5. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebasdari korupsi, kolusi dan nepotisme

6. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahandesa 7. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang – undangan 8. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik

9. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangandesa 10. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa

11. Mendamaikan perselisihamn masyarakat di desa

31

Hanif Nurcholis Op.cit. hal. 149

32

Hanif Nurcholis. 2011.Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Hal. 74-75


(38)

29

12. Mengembangkanpendapatan masyarakat dan desa

13. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya danadat istiadat

14. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa

15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup

Selain kewajiban sebagaimana dimaksud diatas, Kepala Desamempunyai kewajiban untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Bupati/walikota, memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada masyarakat.

I. 7. 3. 2 Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

“Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan yang berfungsi sebagai lembaga pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran Pendapatan Belanja Desa, dan keputusan kepala desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa”.33

33Hanif Nurcholis.


(39)

30

Rozali Abdullah menjelaskan bahwa :

“Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya disebut BPD, adalah suatubadan yang sebelumnya disebut Badan Perwakilan Desa, yangberfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama kepala desa,menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota BPDadalah wakil dari dari penduduk desa yang bersangkutan, yangditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Wakil yangdimaksud dalam hal ini adalah penduduk desa yang memangku jabatanseperti ketua rukun warga, pemangku adat dan tokoh masyarakatlainnya”.

Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD. Masa jabatananggota BPD adalah enam tahun, sama dengan masa jabatan kepaladesa, dan dapatdipilih kembali untuk satu kali masa jabatanberikutnya. Tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPD diaturdalam perda yang berpedoman pada peraturan pemerintah. AnggotaBPD yang sudah ada pada saat berlakunya UU No. 32 Tahun 2004tetap menjalankan tugassebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun2004 ini, sampai berakhirnya masa jabatan”.34

a. Badan Permusywaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Menurut HAW. Widjaja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) itu adalah sebagai berikut:

34

Rozali Abdullah. 2005. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung.


(40)

31

b. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa yang bersangkutan yang ditetapkan dengan musyawarah dan mufakat.Dimaksud dengan wakil dalam ketentuan ini adalah penduduk desa yang memangku jabatan seperti ketua rukun warga, tetangga, pemangku adat, dan tokoh masyarakat lainnya.

c. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD.

d. Masa jabatan anggota BPD adalah enam tahun dan dipilih lagiuntuk satu kali masa jabatan berikutnya.

e. Syarat dan tata cara penetapan anggotaBPD diatur dalamperda yang berpedoman pada peraturan pemerintah.35

Fungsi BPD menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah antara lain:

1. Pasal 209, BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersamaKepala Desa, menampung danmenyalurkan aspirasi masyarakat.

2. Pasal 215 ayat (1), bersama Kepala Desa ikut serta dalampembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan olehKabupaten/Kota dan atau pihak ketiga. 3. Hubungan Fungsional Pemerintah Desa dengan BadanPermusyawaratan Desa

(BPD).

Dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak secara eksplisit mengatur mengenai bentuk hubungan fungsional antara Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) , namun apabila dikaji lebih dalam, dalam pasal - pasal yang mengatur mengenai desa

35

HAW. Widjaya. 2003. Otonomi Desa merupakan Subsistem yang Asli Bulat dan Utuh. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 279


(41)

32

yakni pasal 200 sampai denganpasal 216, maka secara implisit kita akan menemukan suatu bentuk hubungan yang terjalin antara Pemerintah desa dengan BadanPermusyawaratan.

Hal di atas sesuai dengan penjelasan pada Pasal 200, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa “Dalam pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dibentuk pemerintahan Desa yang terdiri dari pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)”. Sedangkan dalam pasal 209 lebih lanjut dinyatakan bahwa:

“Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan meyalurkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan Desa yang demokratis yang mencerminkan kedaulatan rakyat”

Dengan lahirnya UU No. 32 tahun 2004 telah membawa perubahan pengaturan tentang Pemerintah Daerah. Dimana Pemerintah pusat memberikan perhatian serius melalui perubahan format badan-badan pelaksana dan pertanggungjawaban Pemerintah Desa dengan membuat beberapa perubahan. Pertama, adanya pemisahan antara kekuasaan eksekutif desa (Pemerintah Desa) dan legislatif desa (Badan Permusyawaratan Desa). Dengan adanya pemisahan tersebut maka kekuasaan mulai dibagi, dipisahkan serta dibatasi. Eksekutif desa (Pemerintah Desa) tidak lagi menjadi “pusat” dari proses pembuatan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan desa, namun hanya sebagai pelaksana kebijakan. Proses pembuatan kebijakan desa dilakukan dengan melakukan pelibatan


(42)

33

partisipasi masyarakat melalui saluran formal berupa lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan sekaligus BPD dapat digunakan masyarakat untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan kebijakan desa yang dilakukan oleh eksekutif desa (Pemerintah Desa).

Dengan adanya pemisahan kekuasaan antara eksekutif desa dengan legislatif desa maka telah terjadi perubahan struktur Pemerintahan Desa yang tidak lagi bersifat sentralistik yang kemudian berganti dengan pengaturan Pemerintahan Desa secara demokratis melalui pemberian tempat bagi adanya partisipasi oleh warga desa.

Kedua, pengurangan mengenai sistem hirarki birokrasi. Jika pada masa Orde Baru pemerintah desa hanya menjadi sub bagian dari kabupaten yang dapat dikontrol dan di intervensi melalui kecamatan. Dengan adanya struktur Pemerintahan Desa yang baru, kecamatan tidak lagi membawahi desa, dan desa langsung berhubungan dengan kabupaten. Hubungan antara desa dan kabupaten yang kemudian diatur lebih dalam hubungan- hubungan yang bersifat formalistik. Hal tersebut misalnya tercermin dalam mekanisme pertanggungjawaban kepala desa yang lebih ditekankan untuk diberikan kepada masyarakat melalui lembaga BPD dan ketingkat kabupaten lebih bersifat pelaporan. Dengan adanya struktur yang demikian, maka jalannya pemerintahan desa lebih dikontrol oleh masyarakat desa sendiri dan bukan oleh pemerintah yang lebih atas. Dengan kata lain proses yang terjadi di desa lebih ditekankan pada dinamika internal desa dibandingkan dengan instruksi dari hirarki pemerintah di atasnya.


(43)

34

Dalam melaksanakan kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, di desa dibentuk BPD sebagai lembaga legislasi (menetapkan kebijakan desa) dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat bersama kepala desa. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Sebagai lembaga legislasi, BPD memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa yang dibuat oleh pemerintah desa. Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara bersama- sama pemerintah desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Disini terjadi mekanisme chek and

balance system dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang lebih

demokratis. Sebagai lembaga pengawasan, BPD memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi kebijakan desa, Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBD) serta pelaksanaan keputusan pelaksanaan kepala desa. Selain itu, dapat juga dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai kebutuhan desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi BPD dengan Kepala Desa dalam kaitannya dengan fungsi menetapkan Peraturan Desa dapat digambarkan dalam skema berikut ini :


(44)

35 Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Berdasarkan skema tersebut diatas menunjukkan bahwa sebuah rancangan Perdes yang berasal dari Kepala Desa diajukan kepada BPD untuk dibahas guna memperoleh persetujuan bersama, demikian pula terhadap Rancangan Perdes yang berasal dari BPD. Apabila rancangan Perdes yang diajukan oleh KepalaDesa ataupun oleh BPD telah disetujui bersama maka rancangan Perdes dapat ditetapkan sebagai Perdes.

Kepala Desa

Persetujuan Bersama

Penetapan Rancangan Perdes

menjadi Perdes BPD (Badan

Permusyawaratan Desa)

Rancangan Peraturan Desa


(45)

36

Adapun hubungan fungsional BPD dengan Kepala Desa terkait pelaksanaan fungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat tergambar dalam skema dibawah ini :

Gambar 1.3: Hubungan fungsional BPD dengan Kepala Desa

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Suatu aspirasi masyarakat dapat diajukan melalui Kepala Dusun kemudian Kepala Dusun akan menyampaikan aspirasi tersebut kepada Kepala Desa tentang

Majelis Kepala Desa

BPD ( Badan Permusyawaratan

Desa)

Kepala Dusun Anggota BPD

Aspirasi Masyarakat


(46)

37

suatu hal. Aspirasi yang sudah diterima oleh Kepala Desa selanjutnya disampaikan kepada BPD untuk dibahas dalam suatu rapat majelis guna mendapatkan kesepakatan untuk dilaksanakan.

Selanjutnya suatu aspirasi yang berasal dari masyarakat dapat disampaikan melalui anggota BPD, anggota BPD tersebut menyampaikannya kepada Ketua BPD untuk mengadakan rapat pembahasan dengan mengundang Pemerintah desa (Kepala desa) dan/atau perangkatnya dalam suatu rapat mejelis untuk selanjutnya mendapatkan suatu kesepakatan untuk dilaksanakannya aspirasi tersebut.

Demikianlah bentuk-bentuk hubungan fungsional atau hubungan kerjasama antara Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan dalampelaksanaan pemerintahan desa baik ditinjau dari peraturan perundang-undangan, maupun dari buku-buku yang berkenaan dengan fungsipemerintah desa dan fungsiBadan Permusyawaratan Desa (BPD).

I. 7. 4 Teori Budaya Politik

Gabriel A. Almond dan Sidney Verba mendefinisikan budaya Politik sebagai sikap individu terhadap sistem dan komponen-komponennya, dan juga sikap individu terhadap peranan yang dimainkan dalam sistem politik.36 Dengan kata lain, budaya politik tidak lain merupakan orientasi psikologis terhadap objek sosial, dalam hal ini sistem politik.37

36

Gabriel A. Almond dan Sidney Verba. 1990. Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bumi Aksara. hal. 13

37

Affan Gaffar. 1999. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Jakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 99 Sikap positif atau negatif seseorang terhadap sistem politik tergantung dari corak orientasi budaya politik yang dimilikinya.


(47)

38

Disamping orientasi terhadap sistem politik, menurut Almond dan Powel, terdapat aspek lain dari budaya politik yang berkaitan dengan pandangan dan sikap individu dalam masyarakat sebagai sesama warga negara. Sikap atau pandangan ini berkaitan dengan rasa percaya diri (trust) dan permusuhan

(hostility) antara warga negara yang satu dengan yang lainnya ataupun antar

golongan yang satu dengan yang lainnya dalam masyarakat.38

Berfungsinya budaya politik dengan baik sebagai budaya yang matang menurut Almond dan Verba ditentukan oleh tingkat keserasian antara kebudayaan bangsa tersebut dengan sistem politiknya. Dengan demikian, semakin serasi

Perasaan- perasaan yang merupakan cerminan budaya politik tersebut mungkin terlihat pada pandangan dan sikap seseorang terhadap pengelompokan yang ada disekitarnya dalam bentuk kualitas politik, yaitu konflik dan kerja sama. Jadi kerja sama dan konflik antar kelompok atau golongan sosial merupakan ciri aktual yang dapat mewarnai budaya politik didalam masyarakat.

Perkembangan budaya politik suatu masyarakat dipengaruhi oleh kompleksitas nilai yang ada didalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, kehidupan masyarakat dipenuhi oleh interaksi antarorientasi dan antar nilai yang memungkinkan timbulnya kontak-kontak diantara budaya politik suatu kelompok atau golongan yang mungkin lebih tepat disebut dengan subbudaya politik, yang pada dasarnya merupakan proses terjadinya pengembangan budaya bangsa.

38

R. Siti Zuhro. 2009. Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan Niai-Nilai Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Bali. Yogyakarta: Ombak. Hal. 33


(48)

39

budaya bangsa itu dengan struktur politiknya, semakin matang pula budaya politik yang ada didalam masyarakat tersebut.

Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :39

1. Budaya Politik parokial(parochial political culture) yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah). Menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil, sempit misalnya yang bersifat provincial. Karena wilayah yang terbatas acapkali pelaku politik sering memainkan peranannya seiring dengan diferiensiasi, maka tidak terdapat peranan politik yang bersikap khas dan berdiri sendiri. Yang menonjol dalam budaya politik adalah kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan\kekuasaan politik dalam masyarakat.

2. Budaya Politik kaula(subyek political culture)yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif. Anggota masyarakat mempunyai minat perhatian, mungkin juga kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan terutama pada aspek outputnya. Kesadaran masyarakat sebagai aktor dalam politik untuk memberikan input politik boleh dikatakan nol. Posisi sebagai kaula merupakan posisi yang pasif dan lemah. Mereka menganggap dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau

39


(49)

40

mengubah sistem dan oleh karena itu menyerah saja pada kepada segala kebijakan dan keputusan para pemegang jabatan.

3. Budaya Politik partisipan(participant political culture), yaitu budayapolitik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi. Masyarakat dalam budaya ini memiliki sikap yang kritis untyuk memberi penilaian terhadap sistem politik dan hampir pada semua aspek kekuasaan.

4. Budaya Politik campuran(mixed political cultures)yaitu gabungan karakeristik tipe-tipe kebudayaan politik yang murni.

I. 8 Metodologi Penelitian I. 8. 1 Metode Penelitian

Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka teori diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dimana penelitian deskriptif merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Penelitian ini memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena40

40

Bambang Prasetyo dkk. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hal. 42.

. Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah mendeskripsikan, menggambarkan atau melukiskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan.


(50)

41 I. 8. 2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Jenis penelitian kualitatif merupan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.41

I. 8. 3 Lokasi Penelitian

Dengan demikian untuk memperoleh data, peneliti turun ke lapangan untuk melakukan wawancara terhadap aktivitas dari objek yang diteliti serta dari dokumentasi-dokumentasi yang ada sebagai pelengkap data yang dibutuhkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap hubungan politik antara Pangulu dengan Maujana Nagori dalam pengelolaan Pemerintahan Nagori.

Adapun lokasi penelitian berada pada Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun

I. 8. 4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan penulis

melakukan teknik pengumpulan data primer dan sekunder. 42

a. Data primer

Teknik pengumpulan data tersebut yakni sebagai berikut:

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini yakni melalui metode wawancara ( interview). Teknik pengumpulan data melalui wawancara ialah dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian. Dalam hal ini informan yang dijadikan sebagai

41

Lexy J. Moleong. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 5. 42

Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga. Hal. 105


(51)

42

sumber informasi adalah beberapa informan kunci ( key informan) yakni Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, serta informan tambahan seperti tokoh adat dan juga masyarakat Nagori Tiga Ras.

b. Data sekunder

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dengan mencari informasi dan data melalui buku-buku, internet, jurnal ilmiah, dan bentuk informasi lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Selain itu informasi dan dat tambahan juga didapatkan dari literatur perundang-undangan, artikel-artikel dan lainnya. Informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut dapat dijadikan panduan dalam melakukan penelitian ini.

I. 8. 5 Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yaitu menguraikan serta mengintrepetasikan data yang diperoleh dilapangan dari para key informan. Penganalisaan ini didasarkan pada kemampuan dalam menghubungkan fakta, data dan informasi kemudian data yang diperoleh akan dianalisa sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian. Jadi teknik analisa kualitatif yaitu dengan menyajikan data dengan melakukan analisa terhadap masalah yang terdapat dilapangan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan kemudian menarik kesimpulan.


(52)

43 I. 9 Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi kedalam beberapa bab untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci mengenai permasalahan yang diteliti. Adapun pembagian dalam sistematika penulisan penelitian ini adalah seperti berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, penelitian sebelumnya, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum dari Kabupaten Simalungun, Kecamatan Dolok Pardamean, Desa dan Pemerintahan Desa, Peraturan Desa, Nagori Tiga Ras, Pemerintahan Nagori Tiga Ras, Peraturan Nagori, Sejarah Nagori Di Simalungun, Fase Historis Peraturan Daerah

BAB III: HUBUNGAN PANGULU DAN MAUJANA NAGORI DALAM PEMERINTAHAN DESA

Bab ini akan diawali dengan penyelenggaraan Pemerintahan Nagori Tiga Ras , kemudian bab ini akan menganalisis relasi Pangulu dan Maujana Nagori


(53)

44

dalam pemerintahan nagori serta melihat faktor-faktor yang menghambat hubungan antara pangulu dengan maujana nagori.

BAB IV: PENUTUP

Bab ini menyajikan kesimpulan, saran dan implikasi teoritis dari hasil analisis data dan hasil penelitian yang telah dilakukan.


(54)

45 BAB II

PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN

II. 1 Kabupaten Simalungun

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Kabupaten Simalungun bagian timur. Secara geografis Kabupaten Simalungun terletak antara 980,320– 990,350 BT dan 20,360 – 30,180 LU dengan kelembaban udara rata-rata perbulan 83.0 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 86 %, dengan penguapan rata-rata 3,52 mm/hari.43

Dalam satu tahun rata-rata terdapat 15 hari hujan dengan hari hujan tertinggi terdapat pada bulan Oktober sebanyak 24 hari hujan, curah hujan terbanyak pada bulan nopember sebesar 407 mm dengan ketinggian 20-1400 M diatas permukaan laut yang berbatasan dengan:

Sebelah barat : Kabupaten Karo

Sebelah Timur : Kabupaten Asahan

Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Selatan :Kabupaten Toba Samosir


(55)

46

Luas wilayah Kabupaten Simalungun ialah mencapai 4.386, 60 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 830986 jiwa dengan kepadatan 189,44 jiwa/ Km2.

Gambar 2. 1: Peta Kabupaten Simalungun

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Secara administratif Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 Kecamatan, yakni Bandar, Bandar huluan, Bandar Masilam, Bosar Maligas, Dolok Batunanggar, Dolok Panribuan, Dolok Pardamean, Dolok Pardamean, Dolok Silau, Girsang Sipangan Bolon, Gunung Malela, Gunung Maligas, Panei, Panombean Panei, Pematang Bandar, Pematang Sidamanik, Pematang Silimahuta, Purba, Raya, Raya Kahean, Siantar, Sidamanik, Haranggaol Horisan, Hatonduhan, Huta Bayu Raja, Jawa Maraja Bah Jambi, Jorlang Hataran, Silau Kahean, Silimakuta, Tanah Jawa, Tapian Dolok, Ujung Pandang beserta 27


(56)

47

kelurahan dan 386 Nagori dengan jumlah terbanyak berada di kecamatan Raya yaitu 18 Nagori dan 4 kelurahan.44

II. 2 Kecamatan Dolok Pardamean

Sektor pertanian dan hasil perkebunan menjadi komoditi utama yang dihasilkan di Kabupaten Simalungun. Penggunaan lahan secara keseluruhan didominasi untuk sektor pertanian dan perkebunan dengan penghasil padi, jagung, dan ubi kayu terbesar di Sumatera Utara.

Kecamatan Dolok Pardamean merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Simalungun dengan luas adalah 103, 04 Km2 dengan ketinggian 1247 M diatas permukaan laut yang berbatasan dengan:

Sebelah Timur : Kecamatan Panei

Sebelah Selatan : Danau Toba

Sebelah Barat : Kecamatan Purba

Sebelah Utara : Kecamatan Raya

Kecamatan Dolok Pardamean secara admiinistratif merupakan kecamatan di Kabupaten Simalungun memiliki wilayah paling kecil yaitu 103,04 Km2 dengan jarak 35 Km2 ke kabupaten dan terdiri dari 16 (enam belas) Nagori, diantaranya Bangun Pane, Butu Bayu Panei, Dolok Saribu, Parik Sabungan, Parjalangan, Sibuntuon, Silabah Jaya, Sinaman Labah, Sirube-rube Gunung Purba, Tiga Ras

44


(57)

48

dan Togu Domu Nauli, Nagori Bayu, Sihemun Baru, Tanjung Saribu, Pamatang Sinaman, Partuahan. Berikut tabel nama nagori beserta luas dan jumlah penduduk yang terdapat di Kecamatan Dolok Pardamean:

Tabel 2.1 : Nama Nagori berdasarkan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk

No Nama Nagori Luas Wilayah Jumlah

Penduduk

1 Bangun Panei 899 Ha 1327 Orang

2 Butu Bayu Panei Raja 904 Ha 1032 Orang

3 Dolok Saribu 1020 Ha 1701 Orang

4 Parik Sabungan 933 Ha 1247 Orang

5 Parjalangan 688 Ha 993 Orang

6 Sibuntuon 967 Ha 1834 Orang

7 Silabah Jaya 987 Ha 1673 Orang

8 Sinaman Labah 1120 Ha 1820 Orang

9 Sirube-rube Gunung Purba 992 Ha 1509 Orang

10 Tiga Ras 1209 Ha 1529 Orang

11 Togu Domu Nauli 1003 Ha 1415 Orang

12 Nagori Bayu 891 Ha 897 Orang

13 Sihemun Baru 1089 Ha 1205 Orang


(58)

49

15 Pamatang Sinaman 697 Ha 919 Orang

16 Partuahan 1050 Ha 998 Orang

Sumber: Profil Kecamatan Dolok Pardamean

Adapun jumlah penduduk Dolok Pardamean ialah sekitar 16. 080 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 8. 123 jiwa dan perempuan sebanyak 7.947 jiwa. Dari tabel diatas tampak bahwa wilayah terluas ialah wilayah Nagori Tiga ras yaitu dengan luas 1209 Ha dengan jumlah penduduk yang mencapai 1529 orang.

II.3 Nagori Tiga Ras

Nagori Tiga Ras merupakan salah satu Nagori di Simalungun yang terkenal dengan tempat pariwisatanya, yakni seperti Pantai Paris, Pantai Garoga dan lain sebagainya. Tiga Ras sendiri terdiri dari “tiga” (pajak/ pekan) dan Ras (suku). Dimana pada tahun 1927 didaerah ini terdapat pekan atau pusat perbelanjaan, dan yang berkunjung ke pekan ini datang dari berbagaisuku, diantaranya suku simalungun, suku samosir, dan suku toba.

Nagori Tiga Ras merupakan satu-satunya alternatif penyeberangan ke Samosir dan Tapanuli pada masa itu sebelum terbentuk pelabuhan di Parapat, Tomok dan lain sebagainya. Namun sarana penyeberangan kapal baru dibuka pada tahun 2007.


(1)

125

melaksanakan bukan dia. Sebenarnya maujana nagori bisa memecat pangulu, namun karena disini bisa dibilang masih keluarga semua, dan yang menjadi maujana nagoripun keluarga-keluarga dekatnya, ya tidak mungkinla mereka memecat panglu. Namun slama ini maujana nagori hanya bertani. Jadi kalau ditinjau dari kinerja pangulu selama ini, sebenarnya maujana nagori tidak diperlukan didalam nagori. Hanya menghabis-habiskan uang pemerintahnya itu. Sama yang tadi saya bilang hanyak trik pemerintahnya itu, karena honor itu kan ditangan bupati sudah dipotong, sampai ditangan camat dipotong, sampai ditangan pangulu dipotong lagi. Jadi semua itu hanya untuk mengambil uang masuk

7. Maujana nagori dipilih oleh pangulu dan tidak ada didampingi masyarakat. Kalau kami complain tidak ada gunanya, toh masyarakat lemah tidak diakui pendapatnya didalam nagori

8. Kalau ada keluhan masyarakat disampaikan kepada pangulu, kalau didengar syukur kalau tidak ya terimakasih. Memang kadang ditanggapi juga keluhan masyarakat tapi tidak dilaksanakan. Apa yang menurut dia benar itulah dilaksanakannya. Contohnya uang retribusi untuk masuk kenagori inilah, masyarakat kan mengeluh karena itu mengurangi pengunjung ketempat pariwisata ini. Tapi sampai sekarang tetap masih adanya disana yang memungut dari kecamatan. Karena sebenarnya sudah kerja samanya dia dengan kecamatan, pasti ada uang masuk juganya dia dari retribusi tersebut. Kalau tidak seperti itu, tidak mungkin baru menjabat dia langsung bisa beli mobil. Itulah yang membuat masyarakat tidak mau tau tentang pemerintahan karena keluhan masyarakat tidak pernah diperdulikan oleh pangulu.

K.Masyarakat. Royen Silalahi (mantan kaur pembangunan)

1. Yang termasuk dengan pemerintah nagori ialah pangulu, kaur, gamot

2. Sistem pemerintahan belum berjalan dengan baik, dimana segala yang telah diprogramkan tidak sesuai dengan kenyataan. Misalkan proyek air minum


(2)

126

yang terbengkalai, hingga saat ini air minumnya belum masuk, padahal pipa yang dipasang sebagian sudah rusak

3. Tugas pangulu yaitu melakukan penagihan pajak dan pendataan masyarakat. Meskipun memang itu tidak langsung dilakukan pangulu, tapi dilakukan oleh gamot. Pangulu hanya menerima laporan saja. Mungkin hanya keberuntungan saja, pada maa dia menjabat banyak bantuan dari Propinsi untuk pembangunan nagori

4. Kinerja pangulu bisa dikatakan masih kurang karena pangulu sekarang memiliki nepotisme, misalnya dalam memberikan bantuan seperti raskin. Seharusnya orang yang dapat bantuan tidak dapat dan sebaliknya keluarga mapan malah dapat. Disamping itu pangulu lebih pro kepada atasan baik itu camat maupun bupati daripada masyarakat, mungkin karena itu yang lebih menguntungkan untuk dia.

5. Tugas maujana ialah merapatkan bantuan dengan pangulu

6. Sistem pengangkatan maujana nagori ada kejanggalan. Dimana seharusnya dalam memilih harus ada musyawarah, namun ini tidak ada. Maujana nagori diangkat oleh pangulu. Maujana nagori dipilih dri umur 30-an, pdahal ada yg lebih tua dan berpotensi. Pangulu memilih maujana nagori yang seumuran dengan dia dan kawan-kawan pada masa muda dulu

7. Relasi pangulu dan maujana baik, karena yang dipilih menjadi maujana adalah yang dekat dengan dia dan juga keluarga. Jadi kalaupun pangulu melakukan kesalahan, maujana nagori kan segan mengkritik karena masih keluarga

8. Dari struktur lebih tinggi pangulu, karena maujana nagori dibawah naungan pangulu namun maujana nagori berfungsi untuk mengontrol kinerja pangulu 9. Di nagori Tiga Ras masih 2 (dua) kali melaksanakan pemilu dalam

pemilihan pangulu. Pemilihan langsung dan tidak langsung sih sama saja menurutku, tetapnya keluarga mereka yang naik karena mereka keluarga yang berada. Sebelum demokrasi, di nagori Tiga Ras masih menggunakan sistem kerajaan yang bersifat turun-temurun sehingga bersifat feodal.


(3)

127

10. Sistem pemerintahan dipengaruhi oleh budaya, setiap ada pesta pangulu selalu memiliki peranan dan dihormati. Disamping itu pengaruh agama juga masih kental. Kemaren pada pemilihan pangulu hanya ada dua calon, satu orang beragama islam dan satu orang lagi beragama kristen. Di nagori ini kan mayoritas penduduk kristen, makanya yang menang juga yang beragama kristen. Sebagai contoh yang lain ialah dikarenakan kentalnya kekeluargaan yang mengakibatkan meskipun ada usulan ataupun kritik dari masyarakat didiamkan saja karena masih ada hubungan darah,jadi takut rusak kekeluargaan. Sehingga sistem pemerintahan itu jalan ditempat.

L.Masyarakat (Ranto sinaga)

1. Yang termasuk dengan pemerintaha nagori ialah pangulu, kaur, gamot,sekretaris nagori

2. Sistem pemerintahan sudah semakin membaik, dengan adanya beberapa pembangunan nagori, meskipun bukan kinerja pangulu setidaknya dia mengarahkan masyarakat

3. Tugas pangulu ialah memantau desa serta mengurus surat-menyurat

4. Terkait kinerja pangulu kami enggan memberitahukannya karena kami masih ada kekeluargaan. Namun kelebihan pangulu ini, dia mau bergabung dan ramah kepada masyarakat. Berbicara tentang kinerjanya kurang maksimallah, karena antara pangulu dan sekretaris kami tidak sejalan. Dimana sekretaris sangat arrogant, dikarenakan disamping dia memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan pangulu dia sudah menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) sedangkan pangulu hanya menjabat 6 (enam) tahun, dan juga sekretaris tidak berada dibawah pangulu tetapi dibawah camat.

Posisi pangulu dan sekretaris yang tidak sejalan itu memberikan contoh yang tidak baik kepada masyarakat. Sehingga jika diajak gotong royong sebagian masyarakat tidak mau


(4)

128

5. Maujana nagori menurut saya hanya sebagai formalitas, kalau kerjanya tidak ada. Wajah-wajah maujana nagoripun saya tidak tahu yang mana. Cuma kalau maujana nagori katanya memang ada

6. Tidak tahu apa yang mereka kerjakan sebagai maujana nagori, sudah saya bilang maujana nagori itu hanya sebuah trik untuk menguatkan kekuasaannya itu. Padahal seharusnya mereka harus memantau rapat sebagai pengawas dan penasehat gamot


(5)

129

Profil Narasumber 1. BPMPN

Nama : Rifa. S.Sos Usia : 47 tahun Pendidikan : Sarjana 2. Pangulu

Nama :Mika Jaya Sitio Usia : 38 tahun Pendidikan : Sarjana 3. Sekretaris Nagori

Nama : Rahman Sitindaon Usia : 42 tahun

Pendidikan : Sarjana 4. Ketua Maujana Nagori

Nama : Taborliman Sidauruk Usia : 38 tahun

Pendidikan : SMA 5. Anggota Maujana Nagori

Nama : Rahmat Sitio Usia : 47 tahun Pendidikan : SMA 6. Gamot Labuhan

Nama : Samaruddin Sitio Usia : 57 tahun

Pendidikan : SMA 7. Gamot Parbalohan

Nama : Kasiaman Silalahi Usia : 39 tahun


(6)

130 8. Gamot Saragih Ras

Nama : Arnold Togar Sitio Usia : 35 tahun

Pendidikan : Diploma 9. Tokoh Agama

Nama : Gokni uhur Silalahi Usia : 48 tahun

Pendidikan : SMA 10.Masyarakat:

1) Bapak Malau

Nama : Kartua Malau Usia : 45 tahun Pendidikan : SMA 2) Bapak Silalahi

Nama : Royen Silalahi Usia : 42 tahun Pendidikan : Sarjana 3) Bapak Sinaga

Nama : Ranto Sinaga Usia : 60 tahun Pendidikan : SMA


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun)

6 172 108

Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Maujana Nagori dalam Pembangunan Desa di Nagori Mekar Sari Raya Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

0 0 10

Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Maujana Nagori dalam Pembangunan Desa di Nagori Mekar Sari Raya Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

1 3 1

Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Maujana Nagori dalam Pembangunan Desa di Nagori Mekar Sari Raya Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

0 3 7

Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Maujana Nagori dalam Pembangunan Desa di Nagori Mekar Sari Raya Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

0 2 24

Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Maujana Nagori dalam Pembangunan Desa di Nagori Mekar Sari Raya Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

0 3 2

Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

0 1 24

BAB II PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN II. 1 Kabupaten Simalungun - Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

0 1 33

BAB I PENDAHULUAN I. 1 L.atar Belakang - Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

0 0 44

HUBUNGAN POLITIK ANTARA PANGULU DENGAN MAUJANA NAGORI DI NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN PERIODE 2008-2015 NOVELLI GIRSANG 110906046

0 0 7