Hubungan Keharmonisan Keluarga dengan Penalaran Moral Remaja Delinkuen

munculnya kenakalan remaja. Selain itu remaja delinkuen tidak menyukai sekolah dan karenanya mereka seringkali membolos. Kegagalan akademis sendiri merupakan salah satu kontributor dari delinkuensi Santrock, dalam Gunarsa, 2004. Menurut Cole dalam Gunarsa, 2004 beberapa ciri kepribadian yang tampak menonjol pada remaja delinkuen yaitu : bersikap menolak resentful, bermusuhan hostile, penuh curiga, tidak konvensional unconventional, tertuju pada diri sendiri self centered, tidak stabil emosinya, mudah dipengaruhi, ekstrovert dan suka bertindak dengan tujuan merusak atau menghancurkan sesuatu. Banyak dari remaja delinkuen juga implusif dan axcitable. Perbedaan mendasar yang mungkin terlihat antara remaja delinkuen dan non delinkuen adalah dalam hal ketidakmatangan emosional, ketidakstabilan, dan perasaan frustrasi pada remaja delinkuen yang membuat remaja delinkuen tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik dirumah, sekolah, dan masyarakat.

D. Hubungan Keharmonisan Keluarga dengan Penalaran Moral Remaja Delinkuen

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang pertama bagi seorang anak dalam proses perkembangannya, termasuk bagi proses perkembangan moral anak Hoffman dalam Santrock, 1996. Pada masa remaja, moral merupakan suatu pedoman atau petunjuk bagi remaja dalam rangka mencari jalannya sendiri menuju ke kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang selalu terjadi pada masa remaja Sarwono, 2010. Secara umum moral dapat Universitas Sumatera Utara dikatakan sebagai kapasitas untuk membedakan yang benar dan yang salah, bertindak atas perbedaan tersebut, dan mendapatkan penghargaan diri ketika melakukan yang benar dan merasa bersalah atau malu ketika melanggar standar tersebut Hasan, 2006. Menurut Gibbs dan neo Kohlbergian lainnya aspek penting dari moral adalah bagaimana penalaran moral seseorang Papalia dkk, 2001. Penalaran moral menurut Kohlberg 1995 merupakan apa yang diketahui dan dipikirkan seseorang mengenai baik dan buruk atau benar dan salah. Penalaran moral bukan berkenaan dengan jawaban atas pertanyaan ”apa yang baik dan buruk” melainkan terkait dengan jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana seseorang sampai pada keputusan bahwa sesuatu dianggap baik dan buruk Sarwono, 2010. Penalaran moral berkembang melalui tahapan tertentu. Kohlberg 1995 menyatakan ada enam tahap perkembangan moral, dimana tahapan ini dibagi dalam tiga tingkat, yaitu tingkat pre-conventional, tingkat conventional, dan tingkat post- conventional. Menurut Kohlberg 1995, di usia remaja seorang remaja harus mencapai tahap perkembangan moral ketiga, yaitu moralitas pascakonvensional postconventional morality Hurlock 1980. Individu yang telah mencapai tingkat moralitas ini mendasarkan penilaian mereka terhadap norma dari harapan masyarakat serta berorientasi pada dasar-dasar moral universal, yaitu hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, dan konsistensi logis. Namun, Universitas Sumatera Utara Kohlberg 1995 juga menyatakan bahwa setiap individu dapat bergerak maju sesuai tahap-tahap yang ada dengan kecepatan yang berbeda. Tetapi seorang individu dapat saja berhenti pada suatu tahap tertentu dan dalam usia tertentu. Banyak faktor yang mempengaruhi penalaran moral. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penalaran moral adalah keluarga Supeni dalam Muslimin, 2004. Peran aktif orangtua dalam membina hubungan yang serasi dan harmonis antara semua anggota keluarga akan menciptakan hubungan yang baik di dalam interaksi antar anggota keluarga. Interaksi yang tercipta dalam suatu keluarga akan mempengaruhi individu dalam bersikap dan berperilaku, baik itu positif maupun negatif Beaver Wright, 2007. Hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Mc. Adams dalam Diana Retnowati 2009, yang menyatakan bahwa kurangnya perhatian dan minimnya komunikasi dari orangtua kepada remaja memberikan kontribusi besar pada penyimpangan perilaku remaja. Pengalaman-pengalaman dan dinamika yang terjadi di dalam keluarga juga secara kuat mempengaruhi sikap dan perilaku yang selalu konsisten dengan sesuatu yang terjadi dan dipelajari di dalam keluarga Cooll,Juhnke, Thobro, Haas Robinson, 2008. Perilaku agresi dan konflik kekerasan yang terjadi dalam keluarga dapat berakibat negatif bagi perkembangan remaja. Jika kekerasan dan konflik keluarga sudah menjadi kronis dan orangtua selalu merespon perilaku remaja dengan kasar, negatif, dan pola asuh tidak konsisten, maka remaja akan merasa terabaikan dan perilaku delinkuensi akan cenderung ditampilkan remaja Whirter dkk, 2004. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa 63 dari anak-anak delinkuen dalam Universitas Sumatera Utara suatu lembaga pendidikan berasal dari keluarga-keluarga yang tidak harmonis, tidak teratur atau mengalami tekanan hidup yang terlalu berat Stury, 1938. Meril dari Boston 1949 juga melaporkan bahwa 50 dari anak-anak yang menyimpang delinkuen berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Demikian pula menurut hasil penelitian Lemabaga Penyelidikan Pendidikan IKIP Bandung 1959 dan 1960 sekurang-kurangnya 50 dari anak nakal di Prayuwana dan Penjara Anak-anak di Tanggerang berasal dari keluarga yang tidak harmonis Gerungan, 2004.

E. Hipotesis

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuen Pada Remaja.

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuen Pada Remaja.

0 6 19

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMP NEGERI 3 SRAGEN Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Perilaku Delinkuen pada Remaja SMP Negeri 3 Sragen.

0 3 13

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMP NEGERI 3 SRAGEN Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Perilaku Delinkuen pada Remaja SMP Negeri 3 Sragen.

0 2 17

DAFTAR PUSTAKA Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Perilaku Delinkuen pada Remaja SMP Negeri 3 Sragen.

0 7 4

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN HARGA DIRI PADA REMAJA Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Harga Diri pada Remaja.

0 10 14

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN HARGA DIRI PADA REMAJA Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Harga Diri pada Remaja.

0 4 17

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA Hubungan Antara Penalaran Moral Dengan Perilaku Prososial Pada Remaja.

0 3 16

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA Hubungan Antara Penalaran Moral Dengan Perilaku Prososial Pada Remaja.

1 13 15

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA Hubungan Antara Persepsi Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja.

0 2 13