Adegan-adegan Pertunjukan Tari Barong dan Rangda dengan Lakon Calonarang.

ini tampak menakutkan, mengenakan tutup kepala putih serta selimut yang menutupi setengah badannya, postur tubuh agak membungkuk dan membawa tongkat yang menunjukkan usianya sudah lanjut, namun memiliki kesaktian destiilmu hitam yang luar biasa, sehingga masyarakat ketakutan bila menghadapinya. Adegan 4 Penasar dan Kartala, dua orang abdi Dalem Prabu Erlangga. Punakawan ini karakternya berlawanan, Penasar sebagai abdi yang lebih dewasa dengan watak keras, geraknya lebih agresif dan suaranya lantang. Sedangkan Kartala wataknya lembut namun memiliki wawasan pengetahuan yang lebih luas dan matang. Kedua abdi ini sebagai penerjemah ucapan bahasa Kawi ke dalam bahasa Bali lumrah agar mudah dimengerti oleh penonton, terkadang mereka mengungkapkan lelucon baik lewat gerak maupun dialog. Adegan 5 Prabu Erlangga, perwujudannya seorang Raja yang penuh wibawa dan dijunjung tinggi oleh rakyatnya, gerak-geraknya agung dengan tangan yang tegas menunjuk baik kepada patih maupun abdinya, langkah kakinya perlahan namun pasti, sikap badan yang gagah dan suara keras bergetar nadanya rendah. Adegan 6 Patih Madri, seorang Patih yang mengabdi di Kerajaan Kediri dengan watak halus, gerak-geraknya lembut dan bersahaja. Nalurinya tajam dapat mengetahui perbuatan Ratnamangali menyebarkan teluh atau santet sehingga rakyat menderita. Sebagai seorang Patih muda dengan gagah berani menyeret Ratnamangali dan menyerahkan kepada ibunya Siwalu Nateng Dirah. Adegan 7 Ratnamangali, seorang putri cantik yang lemah lembut dan sangat setia kepada suaminya Prabu Erlangga, namun di balik itu memiliki ilmu hitam leak yang diwariskan oleh ibunya. Setiap ada kesempatan, keahliannya itu selalu dipraktikkan yang menjadi sasaran adalah rakyat Kediri. Adegan 8 Condong, seorang emban yang mengabdi pada Matah Gede, sebagai seorang emban tentunya juga diajarkan ilmu hitam oleh majikannya dan senang mengganggu utusan dari Kerajaan Kediri seperti Penasar dan Kartala. Adegan 9 Rarung, salah seorang murid Walunateng Dirah yang diandalkan, kesaktiannya hampir menyamai gurunya,. Wajah aslinya cantik rupawan, namun setelah mempraktikkan ilmunya bisa berubah menjadi seekor burung garuda yang dapat mengalahkan Patih Madri dengan mematuk matanya sampai buta. Adegan 10 Pengerehan, semua sisya Siwalu Nateng Dirah sedang mempraktikkan desti, mengikuti instruksi gurunya menjadi beraneka ragam makhluk siluman berangkat menuju wilayah Kediri untuk membunuh dan menghabiskan rakyat Kediri sampai pada bayi-bayi yang baru lahir. Adegan 11 Bebondresan, menggambarkan rakyat Kediri yang sedang dirundung duka karena dalam sehari lebih dari satu orang ada yang meninggal. Proses sawa perteka yaitu mengurus jasad atau pelaksanaan ngaben, perabuan jenasah, dan mengubur jenasah juga ditampilkan dan diragakan oleh penari bondres lawak. Pada saat memandikan jenazah biasanya diperagakan oleh orang yang sakti betul- betul orang yang memiliki ilmu kanuragan. Setelah prateka jenazah, lalu dipocong layaknya jenazah sesungguhnya. Seorang Balian sakti yang mendampingi jenazah itu mengundang-undang leak untuk memakan jenasah yang telah disiapkan itu. Adegan ini sungguh sangat mengerikan bagi para penonton. Saat suasana sedih ini, pula murid-murid Siwalu Nateng Dirah juga tetap mengganggu dan sangat menakutkan, mayat bayi dipermainkan oleh leak dan terjadi kejar-kejaran antara leak dengan penjaga mayat tersebut terkadang diselingi dengan gerakan-gerakan yang lucu. Adegan 12 Patih Maling Maguna, seorang Maha Patih Kerajaan Kediri sebagai tangan kanan raja Erlangga. Badannya tinggi besar berwatak keras, segala perintah Raja dijunjung tinggi dan selalu siap melaksanakan tugas demi keselamatan rakyat. Atas perintah Raja, Patih Maling Maguna langsung berangkat menuju rumah Siwalu Nateng Dirah ditemani Penasar dan Kartala. Adegan 13 Rangda merupakan wujud Siwalu Nateng Dirah yang sedang tidur di tempat yang sering dipakai untuk mempraktikkan ilmu pengeleakkan. Datanglah Patih Maling Maguna langsung menubruk memandung atau mencuri lontar ilmu desti dan menusukkan keris, dibantu oleh kedua punakawan. Terjadilah pergumulan yang sengit, Patih Maguna menunjukkan kesaktiannya dengan berganti wujud menjadi Barong Ket. Siwalu Nateng Dirah terbangun langsung berubah wajah berlari menuju setra ganda mayit untuk ngereh menjadi Randa. Rangda dan Barong Ket bertempur saling menggigit satu sama lainnya. Pada adegan inilah muncul beberapa orang kerawuhan menjadi daratan atau onying. Penari keris atau daratan ini emosi mengejar Rangda sambil menghunus keris, Rangda menghilang penari keris menusuk dirinya sendiri. Akhirnya datanglah Empu Bharadah membantu untuk memusnahkan ilmu hitam yang dimiliki Calonarang, dengan memercikkan air suci atau tirta sehingga penari keris sadar kembali dari pengaruh ilmu sihir yang sudah dipunahkan itu.

5.3.3.2 Pesan dan Nilai dalam Pertunjukan Calonarang

Pertunjukan Barong Ket dan Rangda dengan lakon Calonarang menggunakan beberapa tokoh, sehingga penampilannya sangat bervariasi dan menarik. Mulai dari anak-anak, orang dewasa, dan orang tua sudah mengenal cerita ini dengan baik, karena pada dasarnya mereka ingin melihat puncak dari pertunjukan tersebut yaitu tampilnya tokoh Barong Ket dan Rangda yang dikeramatkan itu. Ada beberapa hal yang dapat disimak melalui pertunjukan tersebut, antara lain melalui dalam susunan dan rangkaian adegan-adegan yang merupakan transfer sistem nilai-nilai, etika dan moral yang terkandung dalam cerita tersebut sebagai pesan-pesan budaya terhadap generasi penerus. Di lingkungan pedesaan. Dalihnya hanya sekadar untuk mencari pengelaris atau pengelantih dalam usaha dagangannya, namun di dalamnya diisi kekuatan black magic. Terkadang yang bersangkutan tidak menyadari bahwa dirinya sudah dimasuki paham atau ilmu pengiwa, tentunya berdampak tidak baik terhadap dirinya sendiri yang sudah menyimpang dari ajaran dharma. Ini berarti tidak bisa mengendalikan diri yang selalu mengumbar indria nafsu dan tak pernah dituntun oleh cita dan budi sehingga tidak peduli terhadap kesejahteraan dunia. Adegan bebondresan lawakan yakni medusang-dusangan, memberi pesan bagaimana tata-cara untuk memandikan mayat serta menempatkannya di Bale Gede, bila belum ada hari baik untuk proses pemakaman maupun pembakaran jenasah ngaben. Suatu wujud balas budi terhadap leluhur yang telah menurunkan keturunan dan menghantarkan arwahnya melalui tingkatan upacara Pitra Yadnya yang terdiri dari: sawa perteka atau upacara penyelesaian jenazah, sawa wedhana yaitu pembakaran jenasah dan tulang-tulangnya, apabila tulangnya sudah tidak ada disebut Swasta, dan terakhir abu jenasah dibuang ke laut, dan dilanjutkan atma wedhana atau memukur. Adegan prateka jenasah ini dilakukan oleh orang yang masih hidup diupacarai layaknya seperti orang telah meninggal. Demikian pula adegan Balian yang merupakan praktik perdukunan masih tetap berlangsung hingga kini, walaupun Puskesmas Pembantu dengan kehadiran dokter sudah menyebar di pelosok Desa. Masyarakat Desa masih juga melakukan tradisi nunasang teken Jero Balian atau mempertanyakan tentang penyakit si penderita dengan Balian, sering juga disebut metamba . Adegan Barong Ket dan Rangda keduanya dikeramatkan , keduanya oleh masyarakat dianggap sebagai pelindung dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam cerita Calonarang benda suci itu diangkat sebagai bagian dari drama tari. Barong Ket dijadikan sebagai manefestasi kebaikan dan Rangda sebagai manifestasi kejahatan. Menurut Rai Wardhana I B, 1997:56 konsep Rwa Bhinedha terkait langsung dengan pokok-pokok keimanan dalam agama Hindu Dharma yang disebut Panca Sradha yaitu lima kepercayaan. Pertama, percaya akan adanya Hyang Widhi, kedua percaya dengan adanya atman, ketiga percaya akan adanya karma phala, keempat percaya akan adanya punar bhawa atau lahir kembali, dan ke lima percaya dengan adanya moksa. Kelima keyakinan ini saling mendukung antara satu dengan yang lainnya yaitu: masyarakat menyembah dengan bermacam-macam cara di tempat-tempat tertentu kepada Yang Maha Kuasa dan memohon perlindungan serta petunjukNya, agar menemukan jalan terang dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Atman merupakan percikan kecil dari Paramaatman, bila atman meninggalkan badan manusia pun mati dan