Model Implementasi Matland 1 Latar Belakang Masalah

23 Gambar 1.3 Model Teori George Edward III Sumber: Subarsono, 2005 : 90

c. Model Implementasi Matland

Richard Matland Abdiprojo, 2010 mengembangkan sebuah model yang disebut dengan Model Matriks Ambiguitas-Konflik yang menjelaskan bahwa implementasi secara admiministratif adalah implementasi yang dilakukan dalam keseharian operasi birokrasi pemerintahan. Kebijakan di sini memiliki ambiguitas atau kemenduaan yang rendah dan konflik yang rendah. Implementasi secara politik adalah implementasi yang perlu dipaksakan secara politik, karena, walaupun ambiguitasnya rendah, tingkat konfliknya tinggi. Implementasi secara eksperimen dilakukan pada kebijakan yang mendua, namun tingkat konfilknya rendah. Implementasi secara simbolik dilakukan pada kebijakan yang mempunyai Universitas Sumatera Utara 24 ambiguitas tinggi dan konflik yang tinggi. Pemikiran Matland dikembangkan lebih rinci sebagai berikut: Gambar 1.4 Ambiguitas Matland Sumber: Nugroho, 2012:703 Pada prinsispnya matrik matland memiliki “empat tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implemenatasi kebijakan, yaitu: 1. Ketepatan Kebijakan Ketepatan kebijakan ini dinilai dari: 1. Sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Pertanyaannya adalah how excelent is the policy. 2. Apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak dipecahkan. Universitas Sumatera Utara 25 3. Apakah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan misi kelembagaan yang sesuai dengan karakter kebijakan. 2. Ketepatan Pelaksanaan Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah. Ada tiga lembaga yang bisa menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah- masyarakatswasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan privatization atau contracting out. Kebijakan-kebijakan yang bersifat monopoli, seperti kartu identitas penduduk, atau mempunyai derajat politik keamanan yang tinggi, seperti pertahanan dan keamanan, sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah. Kebijakan yang bersifat memberdayakan masyarakat, seperti penanggulangan kemiskinan, sebaiknya diselenggarakan pemerintah bersama masyarakat. Kebijakan yang bertujuan mengarahkan kegiatan kegiatan masyarakat, seperti bagaimana perusahaan harus dikelola, atau di mana pemerintah tidak efektif menyelenggarakannya sendiri, seperti pembangunan industri-industri berskala menengah dan kecil yang tidak strategis, sebaiknya diserahkan kepada masyarakat 3. Ketepatan Target Ketepatan berkenaan dengan tiga hal, yaitu: Universitas Sumatera Utara 26 1. Apakah target yang dintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain. 2. Apakah targetnya dalam kondisi siap untuk dintervensi ataukah tidak. Kesiapan bukan saja dalam arti secara alami, namun juga apakah kondisi target ada dalam konflik atau harmoni, dan apakah kondisi target ada dalam kondisi mendukung atau menolak. 3. Apakah intervensi implementasi kebijakan bersifat baru atau memperbarui implementasi kebijakan sebelumnya. Terlalu banyak kebijakan yang tampaknya baru namun pada prinsipnya mengulang kebijakan yang lama dengan hasil yang sama tidak efektifnya dengan kebijakan sebelumnya. 4. Ketepatan Lingkungan Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu: 1. Lingkungan Kebijakan Yaitu interaksi antara lembaga perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan dengan lembaga yang terkait. Donald J. Calista menyebutnya sebagai sebagai variabel endogen, yaitu authoritative arrangement yang berkenaan dengan kekuatan sumber otoritas dari kebijakan, network composition yang berkenaan dengan komposisi jejaring dari berbagai organisasi yang terlibat kebijakan, baik dari pemerintah maupun masyarakat, implementation setting yang Universitas Sumatera Utara 27 berkenaan dengan posisi tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan dan jejaring yang berkenaan dengan implementasi kebijakan. 2. Lingkungan Eksternal Kebijakan Lingkungan ini oleh Calista disebut sebagai variabel eksogen, yang terdiri dari atas public opinion, yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi kebijakan, interpretive instutions yang berkenaan dengan interprestasi lembaga- lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekan, dan kelompok kepentingan, dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan, dan individuals, yakni individu-individu tertentu yang mampu memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan. Riant Nugroho 2012 mengemukakan bahwa secara umum Model Matland membantu dalam menentukan model implementasi yang efektif. Nugroho cenderung mengembangkan model dari Matland menjadi empat pilah model implementasi sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 28 Directed political approach Guided Pilot project Delegated Management Self implemented administative Gambar 1. 5 Model Implementasi Kebijakan Nugroho Sumber: Nugroho, 2012:705 Kebijakan yang bersifat kritikal bagi kehidupan bersama, atau berkenaan dengan hidup-mati atau eksistensi suatu negara, termasuk dalam hal ini pemerintahan yang sah, dapat dilaksanakan dengan dipaksakan, sehingga masuk dalam kelompok Directed. Kebijakan yang berkenaan dengan pencapaian misi negara-bangsa disarankan untuk dilaksanakan dengan pendekatan delegated manajemen, dalam arti didelegasikan kepada berbagai aktor kelembagaan yang ada pada negara bersangkutan, mulai dari lembaga negara dan pemerintahan hingga lembaga masyarakat, baik nirlaba maupun pelaba. Kebijakan yang bersifat spesifik atau khusus, atau kebijakan yang mempunyai tingkat resiko yang tinggi jika gagal, disarankan untuk diimplementasikan dengan model Guided dengan pilot project. Kebijakan yang bersifat administratif dilaksanakan dengan pendekatan self-implemented atau menggunakan model administratif. Masuk Universitas Sumatera Utara 29 kedalam kelompok ini adalah kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan pelayanan publik yang bersifat mendasar. 1.6.3 Variabel Yang Relevan Dengan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Dalam mengkaji suatu proses kebijakan yang sedang berjalan implementasi dapat dilakukan dengan berbagai model pendekatan seperti diatas. Sehingga dapat dilihat pelaksanaan suatu kebijakan dengan variabel-variabel dalam model pendekatan tersebut. Berdasarkan model implementasi yang dikemukakan oleh Riant Nugroho yang berdasar pada model implementasi Matland maka peneliti menggunakan model implementasi yang berbentuk delegasi manajemen. Hal ini disebabkan karena dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu, pelaksanaan kebijakannya diserahkan kepada pihak swasta aktor kelembagaan pelaba. Dimana pelaksana kebijakannya adalah direksi perusahaan dan karyawan PD. Pasar Ya’ahowu. Oleh karena itu, model yang dipakai dalam penelitian Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu adalah dengan melihat variabel: Universitas Sumatera Utara 30

a. Kemampuan Direksi