Salinitas dan Distribusinya di Laut

Gambar 11. Fenomena IODM a IODM Positif b IODM Negatif Saji et al., 2001 Proses terbentuknya IODM ditampilkan pada Gambar 11. Siklus dipole mode diawali dengan munculnya anomali suhu permukaan laut negatif di sekitar Selat Lombok hingga Selatan Jawa pada sekitar bulan Mei–Juni. Selanjutnya pada bulan Juli – Agustus, anomali negatif tersebut terus menguat dan semakin meluas sampai pantai barat Sumatera, sementara itu di Samudera Hindia bagian barat muncul pula anomali suhu permukaan laut positif. Adanya perbedaan tekanan di antara keduanya, semakin memperkuat angin tenggara di sepanjang ekuator dan pantai barat Sumatera. Proses pembentukan Indian Ocean Dipole Mode dimulai pada bulan Mei hingga Juni. Siklus ini mencapai puncaknya pada bulan September–Oktober dan selanjutnya menghilang dengan cepat pada bulan November–Desember. Menurut Saji et al., 1999 dan Meyers et al,. 2006 fenomena IODM positif terjadi pada tahun 1982, 1983, 1987, 1991, 1994, dan 1997. Sedangkan fenomena IODM negatif terjadi pada tahun 1980, 1981, 1985, 1989, 1992 dan 2010. Bukti terjadinya IODM negatif kuat pad tahun 2010 dengan anomali positif suhu permukaan laut SST dan anomali presifitasi curah hujan telah ditunjukkan oleh Makarim et.al., 2011. Anomali akibat fenomena IODM dapat dilihat pada Gambar 12, 13 dan 14. Gambar 12. Perkembangan Kejadian Indian Ocean Dipole Mode. Evolusi Komposit SPL dan Anomali Kecepatan Angin pada Bulan a Mei-Juni b Juli- Agustus c September-Oktober d November-Desember Saji et al.,1999 Gambar 13. Anomali Sea Surface Temperatur bulan Oktober 2010 di Perairan Barat Sumatera dan Sekitarnya Makarim, et al., 2011 ºC Gambar 14. Anomali Presipitasi Bulan Oktober 2010 di Perairan Barat Sumatera dan Sekitarnya Makarim, et al., 2011

2.7 Sirkulasi Arus Muson dan Arus Lintas Indonesia

Perairan Indonesia bagian barat, lebih didominasi oleh Armondo Arus Monsun Indonesia sedangkan Arlindo Arus Lintas Indonesia lebih dominan di perairan Indonesia bagian tengah dan timur seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15. Pada wilayah perairan Indonesia bagian barat, disamping terdapat pengaruh ENSO dan monsun, juga diduga dipengaruhi oleh Dipole Mode. Variasi transpor Arlindo di perairan Indonesia bagian barat yang meliputi Laut Cina Selatan, Selat Karimata, Selat Malaka, Laut Jawa dan Selat Luzon telah dilakukan untuk tahun 1988-1989 fasa La Nina kuat, 1996 tahun normal dan 1997-1998 fasa El Nino kuat dengan menggunakan simulasi model numerik 3D barotropik POM Pricenton Ocean Model yang dimodifikasi oleh Ningsih 2000 dengan gaya pembangkit angin untuk mengetahui variabilitas Arlindo akibat interaksi ENSO, Monsun dan Dipole Mode. Secara umum diperoleh bahwa monsun berpengaruh kuat terhadap variasi transpor Arlindo di perairan Indonesia bagian barat. Adanya penguatan angin zonal meridional akan diikuti dengan meningkatnya arus ke arah yang sama. Pengaruh ENSO yang terlihat dengan jelas ditemukan di Laut Cina Selatan dan Selat Luzon Hidayati, 2004. Transpor massa air di perairan yang terlintasi oleh mm