Hasil dan Pembahasan .1 Sistem Angin Muson di Laut Jawa

75 isohalin 33,50 psu yang melintang dengan bentuk mengerucut dari arah timur menuju ke barat menunjukkan pergerakan massa air oseanik bersalinitas tinggi dari arah timur ke barat sampai dengan dengan ujung lidah massa air salinitas tinggi mencapai 113 o BT. Massa air kedua adalah bersalinitas sekitar 32,00 psu sampai dengan 34,00 psu. Massa air ini berasal dari dari bagian selatan Laut Cina Selatan dan bercampur dengan massa air yang lebih tawar di Laut Jawa. Percampuran massa air sangat jelas terlihat pada waktu angin muson barat laut Musim Barat, Desember-Februari, pergerakan isohaline 33,80 psu. Massa air ketiga adalah massa air yang relatif tawar dengan salinitas sekitar 32,00 psu, dan jenis massa air lain di Laut Jawa adalah massa air yang berasal dari sungai atau gelontoran dari daratan dengan salinitas kurang dari 30,00 psu. Gambar 39. Salinitas Permukaan Laut Kedalaman 5 Meter di Laut Jawa, Perata- Rataan dari 27 Desember 1993 – 03 Januari 2011 ~18 tahun 76 Gambar 40. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Januari 1994– 2010 di Laut Jawa Gambar 41. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Februari 1994– 2010 di Laut Jawa 77 Gambar 42. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Maret 1994– 2010 di Laut Jawa Gambar 43. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan April 1994–2010 di Laut Jawa 78 Gambar 44. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Mei 1994–2010 di Laut Jawa Gambar 45. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Juni 1994–2010 di Laut Jawa 79 Gambar 46. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Juli 1994–2010 di Laut Jawa Gambar 47. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Agustus 1994– 2010 di Laut Jawa 80 Gambar 48. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan September 1994–2010 di Laut Jawa Gambar 49. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Oktober 1994– 2010 di Laut Jawa 81 Gambar 50. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan November 1994– 2010 di Laut Jawa Gambar 51. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Desember 1994– 2010 di Laut Jawa 82 Gambar 52. Puncak Salinitas Permukaan Laut Maksimum dan Salinitas Permukaan Laut Minimum di Laut Jawa Gambar 52, memperlihatkan bahwa amplitudo selisih salinitas permukaan laut maksimum dan salinitas permukaan laut minimum salinitas permukaan yang relatif lebar sekitar 2 psu, yaitu antara 32,50 psu–34,50 psu di perairan bagian timur Laut Jawa, sedangkan di bagian tengah dan barat amplitudonya relatif sempit, yaitu sekitar 1 psu, antara 32,75 psu–33,5 psu. Hal ini diperkirakan bahwa di perairan bagian timur wilayah studi lebih dinamik karena pengaruh yang lebih intensif dari massa air di sekitarnya dibandingkan dengan di wilayah bagian barat dan bagian tengah Laut Jawa. Salinitas maksimum diduga terkait dengan sirkulasi massa air dari Arus Lintas Indonesia di Selat Makassar memasuki Laut Jawa, sedangkan salinitas minumum kemungkinan berhubungan dengan masukan massa air dari Selat Karimata dan sistem sungai-sungai besar Sungai Musi, Sungai Barito, dan sungai Pulau Jawa. Pada perairan bagian barat wilayah studi di Laut Jawa 106 o BT–108 o BT di sebelah barat Pekalongan, terlihat bahwa di sepanjang tahun Januari– Bagian Barat Bagian Tengah Bagian Timu r 83 Desember diisi oleh massa air salinitas rendah kurang dari 33,00 psu. Di perairan di bagian timur dan bagian selatan Laut Jawa, yaitu di utara pulau Bawean dan Kangen, terlihat antara Februari sampai dengan Mei diisi oleh massa air bersalinitas rendah kurang dari 32,50 psu. Massa air relatif rendah diduga berasal dari sisa-sisa massa air dari selatan Kalimantan dan selatan Selat Sunda pada musim barat Desember-Januari-Februari. Puncak salinitas minimum Gambar 52 selama musim barat, kemungkinan terkait dengan terjadinya periode musim hujan, dimana ada presipitasi langsung ke laut dan gelontoran air sungai. Sedangkan puncak salinitas maksimum pada musim timur, kemungkinan terkait dengan tingginya penguapan langsung dari laut dan pengaruh suplai massa air bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik melalui Selat Makassar. Proses percampuran selama 1 tahun berdasarkan pada pola sebaran salinitas permukaan di Laut Jawa mulai tahun 1994 sampai dengan 2010, tergambar pada Gambar 53. Bulan-bulan Desember sampai dengan Maret pada saat periode angin muson barat, pola garis isohalin menunjukkan bahwa massa air bergerak dari barat ke timur. Selama periode musim ini Laut Jawa didominasi diisi oleh massa dari barat dengan salinitas rata-rata 32,20 psu sampai dengan 32,80 psu. Sebaliknya mulai bulan Juni musim Timur, garis isohalin 33,00 psu menunjukkan massa air bergerak dari timur ke barat. Pada periode musim ini massa air Laut Jawa didominasi oleh massa air di atas 33,00 psu. Penetrasi yang paling jauh dari massa air salinitas tinggi 33,40 psu ini terjadi pada bulan sekitar antara bulan Agustus-September-Oktober, ketika ujung lidah isohaline 33,40 psu mencapai bagian tengahbarat Laut Jawa dan selama periode musim Timur memperlihatkan kisaran nilai salinitas antara 33,40 psu sampai dengan 34,20 psu Gambar 53. Pada Gambar 54, memperlihatkan kisaran salinitas maksimum yang relatif lebar sepanjang Laut Jawa pada tahun 19941995, 19971998, dan tahun 2006, diduga terkait dengan fenomena antar tahunan El Nino. Sedangkan pengaruh fenomena La Nina pada tahun 2010, diperlihatkan dengan jelas oleh kisaran salinitas minimum di sepanjang Laut Jawa. 84 Gambar 53. Distribusi Time longitude Plot Bulan-Bujur Salinitas Permukaan Laut Mulai Januari sampai dengan Desember 1994–2010 di Laut Jawa Gambar 54. Distribusi Time Longitude Plot Bulan-Bujur Salinitas Permukaan di Laut Jawa Mulai Tahun 1994–2010 85 Gambar 55. Fluktuasi Salinitas Permukaan Laut A di Laut Jawa-Madura, Perata-Rataan dari Januari 1994–Desember 2010 Gambar 56. Anomali Salinitas Permukaan Laut di Laut Jawa-Madura, Perata- Rataan dari Januari 1994–Desember 2010 Gambaran tentang periodesasi, durasi, dan intensitas dari fluktuasi salinitas permukaan laut pada kedalaman 5 meter di Laut Jawa pada kurun waktu bulan Januari 1994 sampai dengan Desember 2010, seperti disajikan pada Gambar 55 dan Gambar 56. Pada Gambar 58, memperlihatkan periodesasi fluktuasi salinitas Anomali 86 permukaan di Laut Jawa terjadi pada selang periode tertentu, terutama rentang waktu musiman atau tahunan, dan antar tahunan. Rentang periode musiman tahunan pada sekitar 350 hari memiliki spektral yang paling dominan, dengan power spektrum terkuat antara 0,7–1,0. Fluktuasi salinitas yang paling besar tersebut terlihat terjadi pada periode antara tahun 19941995, dan 19971998 dan pada tahun 2006, seperti telah ditunjukkan juga pada Gambar 54. Spektral yang relatif kuat juga ditunjukkan pada rentang periode Intraseasonal sekitar 2–6 bulan dan periode antar tahunan interannual. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada periode rentang waktu tahun 1994 sampai dengan 2010, fluktuasi salinitas di Laut Jawa yang paling besar terjadi dalam periode musiman atau tahunan dan antar tahunan. Gambar 57. Power Spektrum Wavelet A dan B Anomali Standarzed dari Masing-masing Sinyal Rentang Periodesasi Selama Tahun 1994- 2010 di Laut Jawa Pada Gambar 57, menunjukkan variasi dari salinitas permukaan laut dengan periode 6 dan 12 bulan adalah representasi dari semiannual monsoonal dan 87 annual variability. Sedangkan periode sekitar 32 bulan 2,5 tahun adalah representasi dari variabilitas antar tahunan interannual. Variabilitas tersebut diduga berhubungan dengan angin muson yang berhembus di atas laut Jawa dan perubahan iklim global yaitu interaksi atmosfir dan laut secara nyata yang terjadi di Samudera Pasifik yang dikenal dengan fenomena ENSO. Gambar 58. Sinyal Variasi Musiman dan Antar Tahunan Salinitas Permukaan Laut Mulai Januari 1994 Sampai dengan Desember 2010 di Laut Jawa Berdasarkan pada hasil analisis spektral rata-rata salinitas permukaan pada kedalaman 5 meter di Laut Jawa selama tahun 1994-2010 Gambar 58, terlihat Sinyal Semi-annual Sinyal Musiman annual 88 signal yang signifikan dengan periode musiman atau tahunan dan periode antar tahunan interannual, yang merupakan representasi dari pengaruh muson monsoon dan perubahan iklim global seperti ENSO El Nino dan La Nina. Pada tahun 19941995 dan 19971998, terjadi anomali salinitas positif yang relatif tinggi Gambar 54 dan 58 diduga berhubungan dengan fenomena iklim pada periode musiman atau tahunan antara 300–500 hari dengan intensitas tinggi dan durasi yang lama sekitar 40 bulan Gambar 57 dan Gambar 58. Kajadian tersebut diduga berhubungan kuat dengan kejadian El Nino kuat pada tahun-tahun tersebut Gambar 55 dan Gambar 57, Gambar 54. Pada saat El Nino tahun 19971998, di wilayah Indonesia, termasuk di Laut Jawa terjadi intensitas penyinaran matahari yang tinggi dan curah hujan yang rendah di atas Laut Jawa Gambar 55, maupun di atas daratan Pulau Jawa. Akibatnya salinitas permukaan laut di perairan di Laut Jawa pada periode tersebut menjadi meningkat dengan fluktuasi yang tinggi Gambar 55, Gambar 56, Gambar 60. Variasi massa air dengan Salinitas maksimum dan Salinitas minimum yang relatif besar, yaitu dengan amplitudo antara -1,5–1,5 terjadi pada periode antara 1994-1995, dan antara tahun 1997-1998. Sedangkan pada tahunn 1999–2005 variasinya relatif kecil, dan variasi salinitas permukaan laut relatif besar juga terlihat pada periode tahun 2006–2009. Pada periode tahun 2010, terlihat salinitas rendah sepanjang tahun di laut Jawa, hal ini kemungkinan berhubungan dengan fenomena Indian Dipole Mode Negatif Makarim, 2011 dengan anomali suhu permukaan laut SSTA positif dan anomali hujan precepitasi yang besar di hampir sepanjang tahun 2010. Fenomena iklim dengan curah hujan intensitas tinggi di hampir sepanjang tahun 2010 tersebut, maka tahun 2010 dikenal sebagai tahun iklim kemarau basah tanda lingkaran hitam. Akibatnya salinitas permukaan laut di perairan di Laut Jawa pada periode tersebut menjadi relatif sangat rendah menurun dengan fluktuasi yang tinggi lingkaran hitam Gambar 58, Gambar 59. Berdasarkan analisis spektral wavelet dan indeks ENSO SOI, Nino 3.4 memperlihatkan bahwa fluktuasi salintas permukaan Laut Jawa pada periode antara tahun 1994 sampai dengan 2010, lebih dipengaruhi oleh iklim musiman 89 atau tahunan monsoon dibandingkan dengan iklim antar tahunan ENSO Gambar 60 dan Gambar 61. Gambar 59. Fluktuasi Curah Hujan Rata-Rata Tahunan Selama Tahun 1994- 2010 di Laut Jawa 108 o BT-114 o BT ; 5 o LS–7 o LS Gambar 60. Wavelet a dan Indeks SOI pada periode tahun 1994–2010 90 Gambar 61. Wavelet Nino 3.4 a dan Indeks Nino 3.4 pada periode tahun 1994– 2010 91

4.6 Simpulan

Variabilitas massa air salinitas di laut Jawa secara kuat dipengaruhi oleh pergerakan angin muson. Pada periode musim angin tenggara Juni-Juli-Agustus. Berdasarkan rataan bulanan dari tahun 1994–2010, salinitas permukaan laut 5 meter, di perairan Laut Jawa terlihat variabilitas musiman atau tahunan dengan dua puncak Salinitas maksimum dan dua lembah Salinitas minimum. Variasi musiman salinitas dengan amplitudo sekitar 2 psu. 32,50–34,25 psu. Puncak salinitas minimum selama musim barat, diduga terkait dengan terjadinya periode musim hujan, dimana ada presipitasi langsung ke laut dan gelontoran air sungai. Sedangkan puncak salinitas maksimum pada musim timur, kemungkinan terkait dengan tingginya penguapan langsung dari laut dan pengaruh suplai massa air bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik melalui Selat Makassar. Pada periode musim peralihan I Maret-April-Mei saliniats permukaan relatif terendah dibandingkan pada musim-musim yang lain, yaitu musim barat Desember-Januari-Februari, musim timur Juni-Juli-Agustus, dan musim peralihan II September-Oktober-Nopember, dimana saliniats rendah terkonsentrasi di bagian timur laut Jawa, di selatan Selat Makassar atau selatan Kalimantan. Rendahnya salinitas di wilayah tersebut kemungkinan berhubungan dengan sistem sungai di sekitar, seperi Sungai Barito. Di laut Jawa, bagian timur yaitu di utara pulau Bawean dan Kangean, amplitudo salinitas permukaan sekitar 2 psu 32,50 psu – 34,50 psu. Hal ini diperkirakan bahwa di wilayah studi lebih dinamik karena pengaruh yang lebih intensif dari massa air di sekitarnya. Di perairan bagian barat Laut Jawa di sebelah barat Pekalongan dan bagian tengah antara Pekalongan-Karimunjawa amplitudo salinitas permukaan relatif sempit, yaitu sekitar 1 psu, antara 32,75 psu–33,5 psu. Berdasarkan analisis deret waktu dan wavelet dari data salinitas permukaan Laut Jawa pada Januari 1994–Desember 2010, menunjukkan spektral relatif sangat kuat terlihat pada periode musimantahunan monsoonalannual dan pada periode antar tahun 19941995, 19971998 dan pada tahun 2006 dan 2010, diduga berhubungan dengan fenomena perubahan antar tahunan interannual, seperti ENSO El Nino atau La Nina. 92 DAFTAR PUSTAKA Aken, H.M.V. 2005. Dutch Oceanographic Research in Indonesia in Colonial Times. Oceanogr Cont. 184:30-41. Atmadipoera, A. S. dan Kusmanto, E. Submitted to the Continental Shelf Research 16 May 2012. Observation of Coastal Front and Circulation in the Northeastern Java Sea, Indonesia. Atmadipoera, A.S dan I.W. Nurjaya, 2011. Seasonal Variation of Salinity in the Java Sea, and its Link to Makassar ITF. Gordon, A. L. 2005. Oceanography of the Indonesian Seas and Their Throughflow. Oceanogr Cont. 184:15-27. Hendiarti, N., Suwarso, Aldrian, E., Amri, K., Andiastuti, R., Sachoemar, S. I., dan Wahyono, I. B . 2005. Seasonal Variation of Pelagic Fish Catch . Oceanogr Cont. 184:112-123. Marra, J. dan Susanto, R. D. 2005. Effect of the 19971998 El Nino on Chlorophyll a Variability Along the Southern Coasts of Java and Sumatera. Oceanography Content. 184:124-127. Makarim, S, Weidong, Y, T. R Adi, 2011. The Positive Indian Ocean Dipole and The Negative Indian Ocean Dipole indicated by Sea Surface Temperature Anomaly Analysis from satellite and mooring data. International Seminar of Marine on Implications of Climate Change in the Coral triangle Iniatives CTI Region, Udayana University–BROK, Bali. Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Pariwono J.I, A.G. Ilahude, dan M. Hutomo. 2005. Progress in oceanography of the Indonesian Seas. Oceanogr Cont. 184:42-49. Sadhotomo, G. dan Durand, J. R. 1996. General Features of Java Sea Ecology. Proceeding of Acoustics. 43-54. Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Water. NAGA Report Vol 2. Scripps Inst. Oceanography. The University of California. La Jolla, California Wyrtki, K. 1957. Precipitation, Evaporation and Energy Exchange at the Surface of the Southeast Asian Water. Lembaga Penjilidan Laut–Institute of Marine Research. Bogor.

5. FLUKTUASI MUSIMAN DAN ANTAR TAHUNAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN

LAUT JAWA

5.1 Abstrak

Data hasil tangkapan ikan pelagis kecil berdasarkan daerah penangkapan di perairan Laut Jawa, hasil penelitian kerjasama antara ORSTOM dan Balai Penelitian Perikanan laut BPPL dari tahun 1990–1995 digunakan untuk mengkaji dan menganalisis tentang variabilitas hasil tangkapan catch per unit of effort, CPUE secara temporal maupun spasial. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa hasil tangkapan bervariasi menurut waktu bulanan, musiman, dan tahunan dan menurut daerah penangkapan fishing ground di laut Jawa selama periode tahun 1990–1995. Di perairan Laut Jawa terdapat tujuh daerah penangkapan ikan pelagis kecil, yaitu di perairan utara Tegal-Pekalongan, Kepulauan Karimunjawa, Pulau Bawean, Pulau Masalembo-Masalima, Matasiri, bagian selatan Selat Makassar, dan di Pulau Kangean. Berdasarkan keseluruhan hasil tangkapan pada tujuh daerah penangkapan tersebut, persentase rata-rata bulanan hasil tangkapan jenis ikan berturut-turut adalah layang Decapterus spp. 48,50, banyar Rastrelliger kanagurta 16,97, juwi Sardinella spp 14,15, lemuru Ablygaster sirm 10,80, bentong Selar crumenophthalmus 8,65, dan selar Selaroides leptolepis 0,93. Dari keseluruhan spesies yang tertangkap di perairan laut Jawa, ditemukan bahwa persentase hasil tangkapan jenis layang dan juwi dominan terdapat pada perairan utara Tegal-Pekalongan 34,14 dan 31,76 dan pada kepulauan Karimunjawa 45,53 dan 17,34, musim puncaknya pada bulan Maret-April-Mei Musim peralihan I. Sedangkan persentase CPUE jenis layang dan banyar di perairan Pulau Bawean 50,54 dan 19,30, Masalembo-Masalima 42,12 dan 23,12, Pulau Matasiri 42,83 dan 20,52, Selat Makassar 44,63 dan 16,83, dan di perairan Pulau Kangean 79,68 dan 10,59. Musim puncak tangkapan layang dan banyar pada kelima daerah penangkapan tersebut diatas terjadi pada musim Timur Juli-Agustus- September. Berdasarkan hasil tangkapan pukat cincin medium, ikan layang Decapterus spp. merupakan jenis ikan pelagis yang paling utama, mencapai sekitar 48,50 dari hasil tangkapan total ikan pelagis kecil. Kata kunci: Ikan pelagis kecil, Laut Jawa, variabilitas musiman dan antar tahunan

5.2 Abstract

Data of small pelagic fish catch in the Java Sea fishing ground betwen 1990 and 1995 research cooperation between ORSTOM and Balai Penelitian Perikanan Laut BPPL is used to analyze the variability of catch catch per unit effort, CPUE in accordance with temporal and spatial. Results of analysis shows that betwen the period of 1990 and 1995, the catch varies temporally and spatially and fishing ground in the Java Sea. There are seven fishing grounds of small pelagic fish in the Java Sea, namely north of Pekalongan-Tegal waters, Karimunjawa Islands, Bawean Island, Masalembo Island, Matasiri Island, south of Makassar Strait, and Kangean Island. Based on the total catch from the seven fishing regions, the average monthly percentage of the catch of round scads Decapterus spp., mackerels Rastrelliger kanagurta, flat sardinella Sardinella spp, round sardinella Sardinella lemuru, bigeye scads Selar crumenophthalmus, and yellowstripe scads Selaroides leptolepis were 45.50, 16.97, 14,15, 10.80, 8.65 and 0.93 respectively. From all of fish species were mentioned above, the CPUE is dominated by round scads and flat sardinella in north of Tegal-Pekalongan 34.14 and 31,76 and Karimunjawa Island 45,33 and 17,34. The peak cacth season occurred in March-May first transitional season. However, the CPUE of round scads and mackerels dominate in Bawean Island 50,54 and 19,30, Masalembo Island 42,12 and 23,12, Matasiri Island 42,83 and 20,52, Makassar Strait 44,63 and 16,83, and Kangean Island 79,68 and 10,59. The peak catch season of round scads and mackerels at five fishing grounds above, occurred in July- September east monsoon. CPUE of pelagic fish in the Java Sea is dominated by round scads Decapterus spp., with an average percentage of 48,50. Keywords: Java Sea, monsoonal and interannual variability, small pelagic.

5.3 Pendahuluan

Sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa telah lama ditangkap dengan berbagai alat tangkap. Penangkapan yang semula hanya menggunakan alat tangkap tradisional seperti payang, jabur, dogol, cantrang, dan lain-lain semakin berkembang dengan diperkenalkannya alat tangkap pukat cincin mini dan pukat cincin besar. Sejak tahun 1970-an perkembangan eksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di Laut Jawa sangat erat kaitannya dengan perkembangan alat tangkap pukat cincin. Setelah pasca pelarangan pukat harimau tahun 1980-an, alat tangkap ini menjadi semi industri dan berkembang cepat Nugroho, 2006. Menurut Suwarso et al., 1987 bahwa hasil tangkapan terbesar kapal pukat cincin di Laut Jawa terutama jenis ikan layang deles Decapterus macrosoma dan ikan layang biasa Decapterus russelli, dengan persentase sekitar 52,4 dari seluruh hasil tangkapan ikan pelagik kecil yang didaratkan. Pengetahuan tentang penyebaran ikan sangat berguna untuk menjawab beberapa pertanyaan sehubungan dengan dengan pencarian ikan dan pemilihan teknik penangkapan yang sesuai. Pola kehidupan ikan tidak dapat dipisahkan dari kondisi dan fluktuasi lingkungan perairan tersebut. Faktor-faktor lingkungan ini meliputi faktor fisik, kimia, dan biologi lingkungan. Suhu dan salinitas merupakan parameter fisika yang penting artinya dalam mempelajari kehidupan biota laut. Perubahan faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi keadaan organisme di suatu perairan Lavestu dan Hayes dalam Priatna dan Nasir, 2007. Iklim muson merupakan faktor yang menentukan sifat-sifat Laut Jawa. Pertukaran massa air secara musiman dengan laut dan selat-selat di sekitar Laut Jawa seperti Laut Flores, Selat Makassar, Selat Karimata menentukan pola penyebaran kelimpahan dan keberadaan ikan pelagis. Kelompok ikan oseanik dan neritik muda memasuki Laut Jawa mengikuti massa air bersalinitas lebih tinggi yang datang dari timur Selat Makassar dan Laut Flores. Sementara itu kelompok ikan pantai cenderung tinggal di Laut Jawa sepanjang tahun Sadhotomo dan Durand, 1997. Pendugaan pola musim penangkapan ikan merupakan salah satu upaya untuk memperoleh informasi yang memadai tentang keberadaan ikan disuatu daerah penangkapan fishing ground. Diharapkan berdasarkan atas informasi tersebut nelayan dapat mengarahkan operasinya pada daerah dan musim yang memberi peluang mendapatkan hasil tangkapan yang tinggi. Faktor utama yang mempengaruhi berubahnya daerah penangkapan ikan secara spasial maupun temporal adalah ruaya ikan, baik untuk keperluan makan, pembesaran, proses produksi, berubahnya lingkungan perairan, dan lain-lain kondisi lingkungan perairan. Menurut Hariati et al. 2009, perbedaan dominasi jenis-jenis ikan pelagis kecil dibeberapa bagian perairan Laut Cina Selatan diduga perbedaan geografi dan lingkungan di tiap lokasi, terutama salinitas. Kelimpahan ikan pelagis sangat peka terhadap perubahan lingkungan terutama penyebaran salinitas secara spasial yang dibangkitkan oleh angin Muson. Pada tahun basah, saat curah hujan di atas normal musim barat penetrasi ikan oseanik ke Laut Jawa berkurang akibat pengurangan massa air oseanik di bagian timur Laut Jawa. Terdapat korelasi positif antara hasil tangkapan dengan salinitas permukaan, tetapi korelasi ini menunjukkan negatif dengan curah hujan. Secara spasial, ikan pelagis tersebar ke arah timur dengan konsentrasi kelimpahan berada di Laut Jawa bagian timur, variabilitas beberapa jenis ikan berasosiasi dengan perubahan salinitas. Ikan-ikan pelagis kecil di Laut Jawa ditangkap dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap baik di perairan pantai maupun di perairan lepas pantai. Sebagian besar hasil tangkapan berasal dari kapal-kapal perikanan pukat cincin. Kelompok jenis ikan layang Decapterus spp. merupakan komponen utama di Laut Jawa. Menurut Atmaja et al. 1986, perubahan kondisi lingkungan mempengaruhi beberapa jenis ikan tertentu untuk melakukan ruaya seperti ikan layang dan banyar yang beruaya mengikuti perubahan salinitas perairan. Sedangkan kelompok ikan pelagis kecil yang hidup di perairan pantai dan yuwana anak-anak ikan diketahui lebih berlimpah di pantai utara Jawa yang merupakan daerah penangkapan tradisional purse seine mini. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji distribusi hasil tangkapan per satuan upaya CPUE ikan pelagis kecil secara spasial dan temporal serta hubungan antara CPUE dan salinitas permukaan Laut Jawa, yaitu: 1. Perubahan komposisi spesies ikan pelagis kecil berdasarkan waktu pada setiap fishing ground. 2. Fluktuasi bulanan musiman CPUE setiap jenis ikan pelagis kecil ikan banyar, bentong, juwi, layang, lemuru, dan ikan selar pada setiap fishing ground. 3. Hubungan antara hasil tangkapan per unit upaya CPUE spesies ikan pelagis dan salinitas permukaan Laut Jawa. Diharapkan hasilnya dapat menambah pengetahuan dan informasi yang diperlukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan sumberdaya laut serta kebijakan pengelolaan kelautan dan perikanan, khususnya sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa.

5.4 Metodologi Penelitian

Penelitian ini didasarkan atas data hasil tangkapan ikan pelagis kecil yang ditangkap oleh kapal “medium purse seine” yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Data yang diambil selama lima tahun mulai tahun 1990–1995, data hasil penelitian kerjasama antara ORSTOM dan Balai Penelitian Perikanan laut BPPL Jakarta. Pengumpulan data hasil tangkapan ikan pelagis di Laut Jawa, dikelompokkan menjadi tujuh daerah penangkapan fishing ground, yaitu I di perairan utara Tegal-Pekalongan, II Kepulauan Karimunjawa, III Pulau Bawean, IV Pulau Masalembo-Masalima, V Matasiri-Matalima, VI perairan bagian selatan Selat Makassar, dan VII perairan Pulau Kangean Gambar 62. Pengelompokan fishing ground ikan, disamping jaraknya yang relatif berdekatan juga didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perairan di daerah-daerah tersebut relatif sama Amin dan Suwarso, 1990. Posisi geografis tujuh lokasi wilayah penangkapan ikan pelagis kecil, diberikan pada Tabel 2. Untuk mengkaji dinamika komposisi spesies dan musim penangkapan ikan pelagis kecil di Laut Jawa, data yang digunakan adalah data tangkapan dalam Cacth Per Unit of Effort CPUE. CPUE tiap jenis ikan diperoleh dari data hasil tangkapan dibagi oleh lama jumlah hari di laut untuk setiap fishing ground. Pengolahan dan analisis secara grafis dan eksploratif dilakukan untuk mengetahui distribusi hasil tangkapan ikan pelagis baik secata spasial dan temporal serta untuk mengetahui perubahan komposisi beberapa jenisspesies, yaitu ikan banyar, bentong, juwi, layang, lemuru, dan ikan selar hasil tangkapan bulanan pada setiap fishing ground. Untuk mengetahui hubungan antara hasil tangkapan CPUE ikan pelagis kecil dan salinitas permukaan laut pada setiap fishing ground di perairan Laut Jawa Utara Tegal-Pekalongan, Pulau Karimunjawa, Pulau Bawean, Masalembo- Masalima, Matasiri, Selat Makassar, dan Pulau Kangean menggunakan analisis faktorial koresponden Bengen, 2000. Gambar 62. Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil dan Pembagian 7 Lokasi Wilayah Penangkapan Pukat Cincin di Laut Jawa Tabel 2. Posisi geografis 7 lokasi wilayah penangkapan ikan pelagis kecil 5.5 Hasil dan Pembahasan 5.5.1 Daerah Penangkapan dan Jenis Ikan Hasil Tangkapan Pengumpulan data hasil tangkapan ikan pelagis di Laut Jawa, dilakukan berdasarkan data pendaratan ikan pukat cincin medium di Pelabuhan Perikanan Nusantara pekalongan selama tahun 1990-1995. Penangkapan ikan berasal dari tujuh daerah penangkapan fishing ground pada Laut Jawa, yaitu I di perairan utara Tegal-Pekalongan, II Kepulauan Karimunjawa, III Pulau Bawean, IV Pulau Masalembo-Masalima, V Matasiri-Matalima, VI perairan bagian selatan Selat Makassar, dan VII perairan Pulau Kangean Gambar 62, Tabel 2. Jenis spesies ikan pelagis kecil hasil tangkapan yang didaratkan Tabel 3, terdiri dari ikan banyar Rastrelliger kanagurta, bentong Selar crumenophthalmus, juwi Sardinella spp, layang Decapterus spp., lemuru Amblygaster sirm, dan selar Selaroides leptolepis. Berdasarkan hasil tangkapan per unit upaya CPUE, dari keseluruhan spesies yang tertangkap di perairan Laut Jawa, ditemukan bahwa hasil tangkapan kelompok jenis ikan layang Decapterus spp. merupakan komponen utama, dengan komposisi persentase sekitar 48,50 dari total hasil tangkapan, diikuti banyar Rastrelliger kanagurta, 16,97 , juwi Sardinella spp 14,15 , lemuru Amblygaster sirm 10,80 , ikan bentong Selar crumenophthalmus 8,65, dan selar Selaroides leptolepis 0,93. Tabel 3. Persentase Rata-Rata Hasil Tangkapan Jenis Ikan Pada Daerah Penangkapan Di Perairan Laut Jawa Daerah penangkapan Fishing Ground Jenis Ikan banyar bentong juwi layang lemuru selar Utara Tegal-Pekalongan 13,18 12,79 31,76 34,14 5,67 2,46 Kep. Karimunjawa 15,28 13,70 17,34 45,53 6,35 1,80 P. Bawean 19,30 7,98 10,46 50,54 11,04 0,68 P. Masalembo-Masalima 23,12 7,61 10,14 42,12 16,47 0,53 P. Matasirih 20,52 6,58 13,23 42,83 16,32 0,52 Selat Makassar 16,83 8,96 13,94 44,63 15,17 0,46 P. Kangean 10,59 2,93 2,20 79,68 4,56 0,04 Rata-rata 16,97 8,65 14,15 48,50 10,80 0,93

5.5.2 Perkembangan Komposisi Spesies Pelagis Kecil Pada Setiap Fishing Ground

Prosentase hasil tangkapan per unit upaya CPUE dan komposisi dari keseluruhan spesies yang tertangkap di tujuh daerah penangkapan fishing ground pada Laut Jawa, di perairan utara Tegal-Pekalongan, Kepulauan Karimunjawa, Pulau Bawean, Pulau Masalembo-Masalima, Matasiri-Matalima, perairan bagian selatan Selat Makassar, dan perairan Pulau Kangean, masing- masing disajikan pada Gambar 63, Gambar 64, Gambar 65, Gambar 66, Gambar 67, Gambar 68, dan pada Gambar 69. Gambar 63. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Utara Tegal - Pekalongan Komposisi hasil tangkapan pukat cincin medium selama tahun 1990-1995 di perairan utara Tegal-Pekalongan, seperti disajikan pada Gambar 63. Kelompok jenis ikan layang Decapterus spp. merupakan komponen utama 34,14 jenis ikan yang tertangkap di perairan ini, diikuti juwi 31,76 , dan banyar 13,18 . Variasi spasial temporal, kelompok ikan layang Decapterus spp. memperlihatkan puncak tangkapan pada musim Barat Desember-Januari- Februari dan pada musim peralihan barat ke musim timur Maret-April-Mei, layang digantikan oleh juwi Sardinella Spp. dan bentong S. crumenophthaimus. 31,76 13,18 34,14 Komposisi spesies ikan pelagis kecil yang relatif sama ditemukan di perairan Karimunjawa Gambar 64, walaupun dengan persentase yang berbeda. Pada musim barat Desember-Januari-Februari kelompok layang Decapterus spp. masih yang paling dominan, dengan persentase meningkat, yaitu 45,53 , disusul juwi Sardinella Spp. 17,34 dan banyar R. kanagurta 15, 28 . Puncak tangkapan layang pada musim barat dan tangkapan terendah terjadi pada sekitar bulan Juni. Gambar 64. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Karimunjawa Komposisi hasil tangkapan di perairan bagian timur dari laut Jawa, yaitu Kepulauan Bawean Gambar 65, Pulau Masalembo Gambar 66, Pulau Matasiri Gambar 67, dan di perairan di barat Selat Makasar Gambar 68, kelompok layang Decapterus spp. masih yang paling dominan, diikuti banyar R. kanagurta. Puncak tangkapan layang berlangsung pada musim timur Juni- September dan tangkapan terendah terjadi pada musim barat Desember-Januari- Februari. Di perairan bagian timur dari Laut Jawa tersebut, terjadi perubahan komposisi spesies ikan pelagis kecil yang dominan, yaitu dominasi juwi digantikan oleh lemuru Amblygaster sirm. Khusus di perairan Kangean Madura Gambar 69, selama tahun 1990 – 1995 data tangkapan ikan pelagis kecil yang tercatat hanya pada bulan Juni sampai dengan Desember, sehingga tidak dapat 17,34 15,28 45,53 menggambarkan perubahan musiman dari komposisi spesies ikan pelagis kecil tersebut. Perkembangan komposisi spesies ikan pelagis kecil tersebut menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa mengalami variasi dalam sebaran dan kelimpahan menurut musim. Puncak kelimpahan ikan pelagis di daerah penangkapan dekat pantai utara Jawa inshore didominasi oleh ikan tembang juwi terjadi pada bulan Mei. Sedangkan puncak kelimpahan ikan pelagis di lepas pantai off shore yang didominasi oleh ikan layang terjadi pada bulan September. Gambar 65. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau Bawean 19,30 11,04 50,54 Gambar 66. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau Masalembo-Matasiri Gambar 67. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau Matasiri 16,47 23,12 42,12 16,32 20,52 42,83