Pengamatan terkini mengenai musim dan daerah penangkapan oleh Chodriyah dan Hariati 2010 diperoleh bahwa musim penangkapan ikan layang
Decapterus spp. terjadi pada bulan Agustus, ikan siro dan selar bentong pada bulan Desember, ikan kembung banyar bulan September dan ikan tembang atau
juwi bulan Juni. Daerah penangkapan fishing ground purse seine Pekalongan sama dengan periode sebelumnya, meliputi perairan Laut Jawa utara Tegal dan
Pekalongan, Karimunjawa, Bawean, Masalembo, Matasiri, dan Kangean, perairan Laut Cina Selatan Pejantan, Natuna, Midai, Tarempa, serta Tambelan
dan perairan Selat Makassar Lumu-Lumu, Lari-Larian, dan Kota Baru. Sampling yang dilakukan oleh Suwarso et.al. 1987 dari 179 kapal purse
seine diperoleh komposisi hasil tangkapan ikan layang yang dipisahkan menurut daerah penangkapan dan musim di perairan Laut Jawa. Hasil analisis
menunjukkan bahwa semakin ke arah timur daerah penangkapan jumlah persentase layang deles yang tertangkap semakin banyak dan sebaliknya
semakin ke arah barat layang biasa yang semakin banyak. Terdapat kecenderungan naiknya CPUE ikan layang dengan semakin jauhnya daerah
penangkapan. Disebutkan juga bahwa pada setiap musim nelayan lebih banyak menagkap ikan di perairan sekitar Masalembo dan Matasirih kira-kira 21,8 dan
30,9, sedangkan di empat daerah penangkapan lainnya perairan sebelah utara Tegal dan Pekalongan, sekitar Kepulauan Karimunjawa dan sekitar Pulau
Bawean sekitar 47,3. Dengan demikian kenaikan hasil tangkapan ikan layang disebabkan oleh kenaikan hasil tangkapan layang deles, dimana ini telah
mengakibatkan perubahan komposisi dari ikan layang. Selanjutnya musim penangkapan dan pola penyebaran ikan banyar Gambar
78 memperlihatkan pola yang hampir sama dengan ikan Layang. Musim tangkap ikan banyar terjadi pada akhir musim timur, antara bulan September sampai
dengan bulan November dengan nilai CPUE relatif rendah, antara 250 tonhari sampai dengan 500 tonhari. Hal ini memperlihatkan bahwa kelimpahan ikan
banyar lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan ikan Layang di perairan Laut Jawa pada periode tahun 1990 sampai dengan tahun 1995.
Gambar 78. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan Musiman ikan banyar Rastrelliger kanagurta Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa
selama Tahun 1990-1995
Perubahan kondisi lingkungan mempengaruhi beberapa jenis ikan tertentu untuk melakukan ruaya, misalnya layang Decapterus spp dan banyar atau
kembung Rastrelliger kanagurta yang beruaya mengikuti perubahan salinitas sehingga ikan tersebut selalu beruaya musiman. Menurut Sujastani 1974 ikan
kembung perempuan Rastrelliger brachysoma beruaya untuk memijah dari Tanjung Satai Kalimantan Barat pada bulan Mei–Oktober, populasi ikan
kembung musim barat beruaya dari perairan Laut Jawa untuk memijah dan atau Laut Cina Selatan, sedangkan populasi ikan kembung musim timur memijah di
bagian timur Laut Jawa Laut Flores. Migrasi ikan kembung atau banyar ini mengikuti corak migrasi ikan layang yang biasanya terlambat satu atau dua
minggu Atmaja et al., 1986. Pola distribusi dan rata-rata bulanan musiman selama tahun 1990- 1995,
hasil tangkap per unit upaya CPUE untuk jenis ikan pelagis kecil lainnya, yaitu juwi Sardinella Spp. dan lemuru Amblygaster sirm, bentong S.
crumenophthalmus dan selar Selaroides leptolepis pada setiap fishing ground di Laut Jawa, masing-masing disajikan pada Gambar 79, Gambar 80, Gambar 81 dan
Gambar 82.
Gambar 79. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan Musiman ikan juwi Sardinella spp. Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa selama
Tahun 1990-1995
Gambar 80. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan Musiman ikan lemuru Amblygaster sirm Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa selama
Tahun 1990-1995
Gambar 81. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan Musiman ikan bentong S. crumenophthalmus Pada Setiap Fishing Ground Di Laut
Jawa selama Tahun 1990-1995
Gambar 82. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan Musiman ikan selar Selaroides leptolepis Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa
selama Tahun 1990-1995
5.5.4 Analisis Koresponden Corresponden Analysis Salinitas Permukaan
Laut Jawa dan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil
Untuk mengetahui hubungan antara hasil tangkapan per unit upaya CPUE spesies ikan pelagis kecil dan salinitas permukaan Laut Jawa pada setiap fishing
ground perairan Utara Tegal-Pekalongan, Pulau Karimunjawa, Pulau Bawean, Masalembo-Masalima, Matasiri, dan Selat Makassar menggunakan analisis
faktorial koresponden Corresponden analysis. Hasil analisis koresponden antara salinitas permukaan Laut Jawa dan hasil tangkapan ikan pelagis, pada Gambar 83.
Analisis koresponden didasarkan pada matriks data baris yang merupakan fishing ground dengan 3 strata salinitas, yaitu rendah, sedang dan tinggi,
sedangkan matrik data kolom merupakan CPUE ikan pelagis kecil. Pengelompokan CPUE jenis ikan pelagis kecil berdasarkan strata salinitas
rendah, sedang dan tinggi, diberikan pada Lampiran 29 dan Lampiran 30. Hasil perhitungan nilai kosinus kuadrat F1 dan F2 matriks data baris dan kolom
analisis faktorial koresponden, seperti diberikan pada Lampiran 31 dan Lampiran 32.
Berdasarkan hasil analisis faktorial koresponden Gambar 83, sebaran jenis-jenis ikan pelagis kecil teridentifikasi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Ikan layang Decapterus spp. banyak ditemukan dan menyebar di perairan pada salinitas sedang sampai dengan tinggi lebih besar dari
33,55 psu, yaitu di periran yang lebih jauh dari pantai Pulau Bawean, Masalembo, Matasiri, dan di perairan Selat Makasar.
2. Ikan lemuru Ablygaster sirm banyak ditemukan di perairan pada salinitas rendah, di perairan di bagian timur Laut Jawa di Bawean, Masalembo,
dan Matasiri. Di Periaran Selat Makasar, lemuru juga ditemukan pada perairan dengan salinitas rendah hingga sedang 32,86-33,55 psu.
3. Ikan juwi Sardinella spp. ditemukan di perairan utara Pekalongan bersalinitas rendah hingga sedang 32,86-33,55 psu.
Gambaran beberapa jenis ikan pelagis kecil di Laut Jawa, disajikan pada Lampiran 33 dan Lampiran 34. Sedangkan gambaran fluktuasi dan sebaran
salinitas pada setiap fishing ground, masing-masing di berikan pada Gambar 84 dan Gambar 85.
Gambar 83. Hasil Analisis Koresponden Sebaran Ikan Pelagis Kecil 1990-1995 di Laut Jawa
Gambar 84. Fluktuasi Salinitas Permukaan Laut di Daerah Penangkapan fishing ground di Laut Jawa
Gambar 85. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Bulan Januari 1993–Desember 1995 di Daerah Penangkapan fishing ground di Laut Jawa
Adapun fluktuasi hasil tangkapan per satuan upaya CPUE spesies ikan pelagis kecil dan salinitas permukaan laut pada setiap fishing ground di perairan
Laut Jawa, yaitu di perairan Utara Tegal-Pekalongan, Pulau Karimunjawa, Pulau Bawean, Masalembo-Masalima, Matasiri, Selat Makassar, dan Pulau Kangean,
masing-masing disajikan pada Gambar 86, Gambar 87, Gambar 88, Gambar 89, Gambar 90, Gambar 91, dan Gambar 92.
Gambar 86. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Utara Tegal-Pekalongan
Gambar 87. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Karimunjawa
Gambar 88. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Bawean
Gambar 89. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Pulau Masalembo dan Masalima
Gambar 90. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Pulau Matasiri
Gambar 91.
Fluktuasi
CPUE dan Salinitas di Selat Makassar
Gambar 92.
Fluktuasi
CPUE dan Salinitas di Pulau Kangean
5.4 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data hasil tangkapan per satuan upaya CPUE ikan pelagis kecil di Laut Jawa dalam periode 1990 sampai dengan tahun 1995
menunjukkan bahwa hasil tangkapan bervariasi menurut waktu bulanan, musiman, tahunan, dan antar tahunan dan menurut daerah penangkapan fishing
ground di laut Jawa selama periode tahun 1990–1995. Perkembangan komposisi spesies ikan pelagis kecil tersebut menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis
di perairan Laut Jawa mengalami variasi menurut musim dan daerah penangkapan.
Berdasarkan keseluruhan hasil tangkapan di tujuh daerah penangkapan di perairan Laut Jawa, menunjukkan hasil tangkapan jenis ikan pelagis kecil
persentase rata-rata bulanan berturut-turut adalah ikan layang Decapterus spp. 48,50, ikan banyar Rastrelliger kanagurta 16,97, ikan juwi 14,15, ikan
lemuru 10,80, ikan bentong 8,65, dan ikan selar 0,93. Dari keseluruhan spesies yang tertangkap ditemukan bahwa persentase hasil
tangkapan jenis layang dan juwi dominan terdapat pada daerah utara Tegal- Pekalongan 34,14 dan 31,76 dan kepulauan Karimunjawa 45,53 dan
17,34, dimana musim puncaknya terjadi pada bulan Maret-Mei Musim peralihan I. Sedangkan persentase tangkapan jenis layang dan banyar dominan di
daerah Pulau Bawean 50,54 dan 19,30, Masalembo-Masalima 42,12 dan 23,12, Pulau Matasiri 42,83 dan 20,52, Selat Makassar 44,63 dan
16,83, dan di Pulau Kangean 79,68 dan 10,59. Musim puncak tangkapan layang dan banyar pada kelima daerah penangkapan tersebut di atas terjadi pada
bulan Juli-September musim Timur. Berdasarkan analisis faktorial koresponden, bahwa terdapat hubungan antara
sebaran jenis ikan pelagis kecil dengan salinitas permukaan di perairan Laut Jawa. Juwi Sardinella spp. lebih banyak ditemukan pada daerah fisihing ground yang
bersalinitas rendah hingga sedang 32,86-33,55 psu. Layang Decapterus spp. banyak ditemukan di perairan yang lebih jauh dari pantai, pada salinitas tinggi
lebih besar dari 33,55 psu. Lemuru Ablygaster sirm banyak ditemukan di perairan pada salinitas rendah hingga sedang dan di bagian timur Laut Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja S.B. 1983. Matang seksual dan pola penambahan anggota baru ikan layang Decapterus meruadsi, Temminck dan Schlegel. Laporan
Penelitian Perikanan Laut Marine Fisheries Research Report No.29. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Atmaja S.B, Suwarso, dan Nurhakim S. 1986. Hasil Tangkapan Pukat Cincin Menurut Musim dan Daerah Penangkapan di Laut Jawa. JPPL. 36.
Atmaja S.B dan D Nugroho. 1995. Aspek reproduksi ikan layang deles Decapterus macrosoma dan siro Amblygaster sirm sebagai
pertimbangan dalam pengelolaannya di Laut Jawa. JPPI. 13. Atmaja S.B dan D Nugroho. 1999. Perikanan pukat cincin mini di Pantai Utara
Jawa: daerah operasi, aktivitas penangkapan dan hasil tangkapan. JPPI. 54.
Atmaja S.B, D Nugroho, Suwarso, Hariati T dan Mahisworo. 2003. Pengkajian Stok Ikan di WPP Laut Jawa. Prosiding Forum Pengkajian Stok Ikan
Laut Indonesia, Jakarta 23-24 Juli 2003. Pusat Riset Perikanan Tangkap-Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Atmaja S.B dan B Sadhotomo. 2005. Study on the reproduction of “layang deles” shortfin scad Decapterus macrosoma in the Java Sea. Indonesian
Fisheries Research Journal. 11. Amin, E.M. dan Suwarso. 1990. Perubahan Intensitas penangkapan Ikan pelagis
kecil di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No.56. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Chodriyah U dan T Hariati. 2010. Musim Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Laut
Jawa. JPPI. 163. Laevastu T dan I Hela. 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News Book Ltd.
London. Laevastu T and ML Hayes. 1981. Fisheries Oseanography and Ecology. Fishing
News Book. Farhan-Surrey-England. Nugroho D. 2006. Kondisi Trend Biomassa Ikan Layang Decapterus spp. di
Laut Jawa dan Sekitarnya. JPPI. 123. Prasetyo A.P dan Suwarsono. 2010. Produktifitas Primer dan Kelimpahan Ikan
Layang Decapterus spp. Hubungannya dengan Fenomena ENSO di Selat Makassar Bagian Selatan. JTMPL. 12.
Priatna A dan M Natsir. 2007. Distribusi Kepadatan Ikan Pelagis di Perairan Pantai Utara Jawa Bagian Timur, Pulau-Pulau Sunda dan Laut Flores.
JPPI. 133.
Sadhotomo B dan Durrand JR. 1997. General Features of Java Sea Ecology dalam Proceeding of Acustics Seminar Akustikan 2 Bandungan, 27
th
-29
th
May, 1996. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.
Sujastani, T. 1974. Dinamika populasi ikan kembung di Laut Jawa LPPL No. 1 Tahun 1974 Hal. 30 – 64.
Suwarso, S.B Atmaja, dan Wahyono M. 1987. Perkembangan Komposisi Ikan Layang Decapterus spp. dari Hasil Tangkapan Pukat Cincin Menurut
Daerah Penangkapan di Laut Jawa. JPPL. 38.
6. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM
6.1 Pembahasan Umum
Secara umum berdasarkan rataan bulanan dari tahun 1994 –2010, salinitas
permukaan laut 5 m di perairan Laut Jawa memperlihatkan adanya variabilitas antar musim dengan diindikasikan dua puncak salinitas permukaan laut
maksimum dan dua lembah salinitas permukaan laut minimum Gambar 83 dan 84. Pada musim peralihan I Maret-April-Mei lebih rendah dibandingkan musim
barat, musim timur, dan musim peralihan II dan salinitas permukaan laut rendah terkonsentrasi di bagian timur Laut Jawa, di selatan Selat Makassar.
Pada musim timur Juni-Juli-Agustus, salinitas permukaan laut tampak lebih tinggi dibagian timur, terutama di sisi dekat Kalimantan cenderung
meningkat. Pada Musim Peralihan II September-Nopember, salinitas permukaan laut relatif sama dengan Musim Timur dan terlihat salinitas rendah ditemukan di
perairan bagian Barat di sekitar Selat Sunda, dengan salinitas permukaan laut sekitar antara 33
–34 psu. Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan oleh masuknya massa air bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik ke perairan
Indonesia, menyebabkan sebaran salinitas permukaan di perairan Indonesia meningkat dari barat ke timur dan berkisar antara 30
–35 psu. Dalam muson timur masuknya massa air dari yang bersalinitas tinggi dari arah timur dari Selat
Makassar dan Laut Flores, mendorong massa air bersalinitas rendah kembali ke barat sampai ke Laut Cina Selatan melewati Selat Karimata Wyrtki, 1961;
Nontji, 1987; Gordon, A.L. 2005. Menurut, Atmadipoera dan Nurjaya, 2011 bahwa salinitas permukaan laut perairan Makassar-Arlindo adalah pemasok utama
perairan Laut Jawa selama musim timur, bukan dari Laut Flores seperti yang diduga sebelumnya. Komponen arus Makassar-Arlindo yang mengalir ke barat
menuju Laut Jawa merupakan respon lokal dari Musim timur Angin Muson Tenggara melalui Ekman transport.
Pada musim barat Desember-Januari-Februari, salinitas permukaan laut terlihat relatif rendah berkisar antara 32
–33 PSU. Pada musim ini massa air dari Laut Natuna melewati Selat Karimata memasuki Laut Jawa dari arah barat yang
dalam perjalanannya banyak mengalami pengenceran dari aliran-aliran sungai di
sungai disekitarnya Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Akibatnya salinitas turun dan mendorong massa air yang bersalinitas tinggi ke timur ke arah Laut Flores.
Pada Muson barat massa air dari Laut Natuna memasuki Laut Jawa dari arah barat yang dalam perjalanannya dalam musim hujan tersebut banyak mengalami
pengenceran dari aliran-aliran sungai dari Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Jawa. Akibatnya salinitas turun dan mendorong massa air yang bersalinitas tinggi ke
timur ke arah Laut Flores. Interaksi faktor lingkungan dengan organisme menjadi hal penting dalam
kajian kehidupan laut secara keseluruhan, akan tetapi yang harus menjadi pertimbangan mendasar bahwa faktor lingkungan lebih mudah diamati, dipantau
serta lebih mudah diprediksi dibanding kelimpahan dan distribusi suatu spesies. Tidak ada keseimbangan yang stabil antara lingkungan dan organisme karena
faktor lingkungan terikat dengan variabilitasnya sedangkan organisme memiliki daya adaptasi terhadap fluktuasi lingkungan yang terjadi. Kondisi ini mejadikan
hubungan faktor lingkungan dan organisme menjadi faktor fisik dan fisiologis dalam tubuh yang dapat mengoroientasikan dirinya untuk mengarah atau berada
dalam suatu lingkungan tertentu Leavastu dan Hela, 1970; Laevastu dan Hayes, 1981.
Berdasarkan atas data hasil tangkapan, upaya serta daerah penangkapan perikanan pukat cincin di Laut Jawa pada tahun 1984-1985 dari tempat
pendaratan ikan Tegal dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan Atmaja et al., 1986 diperoleh informasi bahwa hasil tangkapan ikan pelagis kecil bervariasi
menurut musim dan daerah penangkapan dari utara Tegal dan Pekalongan sampai Matasiri dan Laut Cina Selatan. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada musim
peralihan 2 bulan September sampai dengan Nopember dan tangkapan terendah pada musim timur bulan Juni sampai Agustus. Pada umumnya hasil tangkapan
didominasi oleh spesies ikan layang. Saat itu semakin jauh daerah penangkapan dari fishing base Pekalongan, indeks kelimpahan CPUE Catch Per Unit Effort
jenis ikan layang, dan banyar semkin tinggi. Sebaliknya kelimpahan ikan bentong Selar crumenophathalmus, dan ikan Tembang semakin rendah.
Menurut Wijopriono 2008 pada periode tahun 1999 –2002 sumberdaya
ikan pelagis di perairan Laut Jawa mengalami variasi dalam sebaran dan
kelimpahan menurut musim. Puncak kelimpahan ikan pelagis di daerah penangkapan dekat pantai inshore utara Jawa didominasi oleh ikan Tembang
Juwi terjadi pada bulan Mei. Sedangkan puncak kelimpahan ikan pelagis di lepas pantai off shore yang didominasi oleh ikan layang terjadi pada bulan
September. Fluktuasi CPUE beberapa jenis ikan dari musim ke musim dan daerah
penangkapan mempunyai pola yang sama dan beberapa jenis ikan tertentu cenderung berlawanan. Berdasarkan CPUE total tiap bulan musim dan daerah
penangkapan sangat ditentukan oleh CPUE ikan Layang. Puncak hasil tangkapan ikan layang berlangsung pada musim peralihan II, yaitu terdapat pada perairan
sekitar Pulau Masalembo dan Pulau Matasiri, sedangkan pada musim yang lain yakni musim peralihan I dan tenggara jauh lebih rendah. Pola fluktuasi CPUE
yang hampir sama terjadi pada Banyar Kembung, sedangkan untuk tanjan layang, Siro dan Bentong cenderung berlawanan. Puncak hasil tangkapan tanjan
berlangsung pada musim tenggara, terutama di perairan sebelah utara Tegal dan Pekalongan serta Matasiri dengan hasil tangkapan terendah terjadi pada musim
peralihan I, terutama di perairan sekitar Bawean dan Masalembo. Hasil tangkapan siro tertinggi berlangsung pada musim barat, yaitu di sekitar Bawean dan
Pejantan. Hasil tangkapan terendah pada musim peralihan II, yaitu di perairan sebelah utara Tegal dan Pekalongan dan sekitar Karimunjawa.
Perubahan kondisi lingkungan mempengaruhi beberapa jenis ikan tertentu untuk melakukan ruaya, misalnya Layang Decapterus spp dan Banyar
Rastrelliger kanagurta yang beruaya mengikuti perubahan salinitas sehingga ikan tersebut selalu beruaya musiman. Menurut Sujastani 1974 ikan Kembung
perempuan Rastrelliger brachysoma beruaya untuk memijah dari Tanjung Satai Kalimantan Barat pada bulan Mei
–Oktober, populasi ikan Kembung musim barat beruaya dari perairan Laut Jawa untuk memijah dan atau Laut Cina Selatan,
sedangkan populasi ikan kembung musim timur memijah di bagian timur Laut Jawa Laut Flores. Migrasi ikan Kembung ini mengikuti corak migrasi ikan
Layang yang biasanya terlambat satu atau dua minggu Atmaja et.al., 1986. Jenis Layang di Selat Makassar pada dasarnya tertangkap sepanjang tahun,
fluktuasi terjadi secara musiman; puncak kelimpahan ikan Layang berlangsung
antara Nopember sampai Januari. Adapun musim paceklik penangkapan layang terjadi sekitar bulan Maret sampai Mei. Terkait dengan musim ikan di Laut Jawa,
musim puncak layang di Selat Makassar lebih lambat sekitar dua bulan dibanding dengan musim puncak kelimpahan di Laut Jawa perairan sekitar Kepulauan
Masalembo dan Pulau Matasirih yang berlangsung pada musim peralihan 2 September
–Nopember.Selisih musim puncak tersebut diduga karena adanya spawning migration dari timur Laut Jawa ke arah barat Selat Makassar.Indikasi
tersebut berdasarkan temuan Potier dan Sadhotomo 2003 bahwa adanya pergeseran ukuran ikan Layang yang berhubungan dengan tingkat kematangan
gonad ikan layang Priatna dan Suwarso, 2008. Ikan Layang, Decapterus spp merupakan salah satu komoditi utama dari
hasil tangkapan pukat cincin di perairan utara Jawa. Hasil tangkapan rata-rata selama periode tahun 1981
–1982 di TPI Pekalongan saja mencapai 19,442 ton atau sekitar 32 dari hasil tangkapan total ikan pelagis. Kondisi biologisnya
menunjukkan bahwa pada salah satu jenis yakni D. maruadsi matang seksual pada ukuran 18,8 cm. Aktifitas penangkapan yang berjalan ditemui banyak ikan yang
tertangkap sebelum mencapai ukuran matang seksual. Adapun pola penambahan anggota baru tahunan puncaknya terjadi pada dua musim yakni barat dan timur
dengan puncak tertinggi pada musim timur Atmaja, 1983. Demikian halnya di Selat Makassar diketahui bahwa Layang merupakan tangkapan utama pukat
cincin dengan kontribusi sekitar 58. Sedangkan perairan Selat Makassar bagian selatan sebagai salah satu tujuan utama penangkapan ikan Layang memiliki
kontribusi sebesar 43. Adapun jenis ikan Layang yang tertangkap di Selat Makassar adalah layang Decapterus ruselli dan layang abu-abu D. macrosoma
Prasetyo dan Suwarso, 2010. Pengamatan terkini mengenai musim dan daerah penangkapan oleh
Chodriyah dan Hariati 2010 diperoleh bahwa musim penangkapan ikan Layang Decapterus spp. terjadi pada bulan Agustus, ikan Siro dan Selar Bentong pada
bulan Desember, ikan Kembung Banyar bulan September dan ikan Tembang atau Juwi bulan Juni. Daerah penangkapan fishing ground purse seine Pekalongan
sama dengan periode sebelumnya, meliputi perairan Laut Jawa utara Tegal dan Pekalongan, Karimunjawa, Bawean, Masalembo, Matasiri, dan Kangean,
perairan Laut Cina Selatan Pejantan, Natuna, Midai, Tarempa, serta Tambelan dan perairan Selat Makassar Lumu-Lumu, Lari-Larian, dan Kota Baru.
Prediksi musim pemijahan Layang Deles Decapterus macrosoma yang dilakukan
oleh Atmaja
dan Sadhotomo
2005 menemukan
bahwa berlangsungnya sepanjang tahun, akan tetapi juvenil ikan memasuki masa
penangkapan ketika dimulainya proses rekruitmen. Terdapat dua kelompok rekruitmen di Laut Jawa. Kelompok utama rekruitmen memasuki penangkapan
sepanjang munson tenggara Juni –Juli dan kelompok kecil berlangsung pada
Nopember. Berdasarkan kalkulasi mundur dari usia kelompok termuda di rekruitmen utama, dapat disimpulkan bahwa rekruitmen tidak diturunkan dari ikan
dewasa yang mendiami daerah tersebut sepanjang tahun. Puncak kematangan ikan yang mendiami Laut Jawa terjadi pada Juni
–Juli, dan puncak musim pemijahan dapat berlangsung antara Juli
–Nopember sedangkan perkiraan pemijahan untuk rekruitmen utama berlangsung sekitar Nopember. Dalam pengamatannya hampir
tidak ditemukan adanya indikasi sampel yang mengalami kematangan dan memijah pada daerah pemijahan di Laut Jawa minimal tidak berada pada daerah
penangkapan armada purse seine.
6.2 Kesimpulan Umum
Berdasarkan rataan bulanan dari tahun 1994 –2010, salinitas permukaan laut
5 meter, di perairan Laut Jawa terlihat variabilitas musiman atau tahunan dengan dua puncak Salinitas maksimum dan dua lembah Salinitas minimum. Variasi
musiman salinitas dengan amplitudo sekitar 2 psu. 32,50 –34,25 psu. Puncak
salinitas minimum selama musim barat, diduga terkait dengan terjadinya periode musim hujan, dimana ada presipitasi langsung ke laut dan gelontoran air sungai.
Sedangkan puncak salinitas maksimum pada musim timur, kemungkinan terkait dengan tingginya penguapan langsung dari laut dan pengaruh suplai massa air
bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik melalui Selat Makassar. Pada periode musim peralihan I Maret-April-Mei saliniats permukaan
relatif terendah dibandingkan pada musim-musim yang lain, yaitu musim barat Desember-Januari-Februari, musim timur Juni-Juli-Agustus, dan musim
peralihan II
September-Oktober-Nopember, dimana
saliniats rendah
terkonsentrasi di bagian timur laut Jawa, di selatan Selat Makassar atau selatan
Kalimantan. Rendahnya salinitas di wilayah tersebut kemungkinan berhubungan dengan sistem sungai di sekitar, seperi Sungai Barito. Di laut Jawa, bagian timur
yaitu di utara pulau Bawean dan Kangean, amplitudo salinitas permukaan sekitar 2 psu 32,50 psu
– 34,50 psu. Hal ini diperkirakan bahwa di wilayah studi lebih dinamik karena pengaruh yang lebih intensif dari massa air di sekitarnya. Di
perairan bagian barat Laut Jawa di sebelah barat Pekalongan dan bagian tengah antara Pekalongan-Karimunjawa amplitudo salinitas permukaan relatif sempit,
yaitu sekitar 1 psu, antara 32,75 psu –33,5 psu.
Berdasarkan analisis deret waktu dan wavelet dari data salinitas permukaan Laut Jawa pada Januari 1994
–Desember 2010, menunjukkan spektral relatif sangat kuat terlihat pada periode musimantahunan monsoonalannual dan pada
periode antar tahun 19941995, 19971998 dan pada tahun 2006 dan 2010, diduga berhubungan dengan fenomena perubahan antar tahunan interannual, seperti
ENSO El Nino atau La Nina. CPUE ikan pelagis kecil di Laut Jawa selama periode tahun 1990
–1995, bervariasi menurut waktu bulanan, musimantahunan, dan antar tahunan dan
menurut daerah penangkapan fishing ground, yaitu di perairan utara Tegal- Pekalongan, Kepulauan Karimun Jawa, Pulau Bawean, Pulau Masalembo-
Masalima, Matasiri, bagian selatan Selat Makassar, dan di Pulau Kangean. Berdasarkan keseluruhan hasil tangkapan di tujuh daerah penangkapan tersebut,
persentase rata-rata bulanan hasil tangkapan jenis ikan pelagis kecil berturut-turut adalah layang Decapterus spp. 48,50, banyar Rastrelliger kanagurta
16,97, juwi Sardinella spp. 14,15, lemuru Ablygaster sirm 10,80, bentong S. crumenophthalmus 8,65, dan selar Selaroides leptolepis 0,93.
Dari keseluruhan spesies yang tertangkap di perairan laut Jawa, ditemukan bahwa persentase hasil tangkapan jenis layang dan juwi dominan terdapat pada daerah
utara Tegal-Pekalongan 34,14 dan 31,76 dan kepulauan Karimunjawa 45,53 dan 17,34, dimana musim puncaknya terjadi pada bulan Maret-April-
Mei Musim peralihan I. Sedangkan persentase tangkapan jenis layang dan banyar dominan di daerah Pulau Bawean 50,54 dan 19,30, Masalembo-
Masalima 42,12 dan 23,12, Pulau Matasiri 42,83 dan 20,52, Selat Makassar 44,63 dan 16,83, dan di Pulau Kangean 79,68 dan 10,59.
Musim puncak tangkapan layang dan banyar pada kelima daerah penangkapan tersebut di atas terjadi pada bulan Juli-Agustus-September musim Timur.
Berdasarkan analisis koresponden, terdapat hubungan antara sebaran jenis ikan pelagis kecil dengan salinitas permukaan di perairan Laut Jawa. Juwi
Sardinella spp. lebih banyak ditemukan pada fisihing ground yang bersalinitas rendah hingga sedang 32,86-33,55 psu. Layang Decapterus spp. banyak
ditemukan di perairan yang lebih jauh dari pantai pada salinitas tinggi lebih besar dari 33,55 psu. Lemuru Ablygaster sirm banyak ditemukan di perairan pada
salinitas rendah hingga sedang dan di bagian timur Laut Jawa.
6.3 Saran
Mengingat pentingnya posisi dan fungsi dari perairan Laut Jawa terutama berkaitan dengan perannya sebagai penyangga terhadap aktifitas manusia di
pulau-pulau besar yang melingkupinya seperti Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan maka disaranakan sebagai berikut:
1. Dilakukan penelitian yang lebih komprehensif dan berkesinambungan tentang
parameter-parameter hidro-oseanografi dan sumberdaya laut di perairan Laut Jawa dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang
berkelanjutan. 2.
Dilakukan monitoring secara kontinyu kondisi perairan Laut Jawa dan sistem sungai-sungai besar disekitarnya di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan
dalam rangka menjaga eksistensi peran dan fungsi Laut Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja S.B. 1983. Matang seksual dan pola penambahan anggota baru ikan layang Decapterus meruadsi, Temminck dan Schlegel. Laporan
Penelitian Perikanan Laut. No.29. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Atmaja S.B, Suwarso, dan Nurhakim S. 1986. Hasil Tangkapan Pukat Cincin Menurut Musim dan Daerah Penangkapan di Laut Jawa. JPPL. 36.
Atmaja S.B dan B Sadhotomo. 2005. Study on the reproduction of “layang deles” shortfin scad Decapterus macrosoma in the Java Sea. Indonesian
Fisheries Research Journal. 11. Atmadipoera, A.S dan I.W. Nurjaya, 2011. Seasonal Variation of Salinity in the
Java Sea, and its Link to Makassar ITF. Chodriyah U dan T Hariati. 2010. Musim Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Laut
Jawa. JPPI. 163. Gordon A.L. 2005. Oceanography of the Indonesian Seas and Their Throughflow.
J. Pys. Oceanogr. 184: 15-27 Laevastu T dan I Hela. 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News Book Ltd.
London. Laevastu T dan M.L Hayes. 1981. Fisheries Oseanography and Ecology. Fishing
News Book. Farhan-Surrey-England. Prasetyo A.P dan Suwarsono. 2010. Produktifitas Primer dan Kelimpahan Ikan
Layang Decapterus spp. Hubungannya dengan Fenomena ENSO di Selat Makassar Bagian Selatan. JTMPL. 12.
Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters. Naga Report. Vol 2. Scripps Institution of Oceanography. The University of
California. La Jolla. California. 195 p.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah Utara Tegal-Pekalongan
Lampiran 2. Rata-rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah Kepulauan Karimunjawa
Bulan banyar
bentong juwi
layang lemuru
selar
Januari 17,56
10,99 11,74
52,11 1,31
6,29 Pebruari
15,39 13,73
8,80 54,29
1,19 6,60
Maret 13,97
17,48 35,66
30,37 0,11
2,41 April
10,78 12,40
64,20 9,44
1,32 1,85
Mei 8,41
10,87 68,97
7,64 1,54
2,56 Juni
13,60 29,67
40,77 9,36
3,72 2,88
Juli 17,38
18,07 39,86
9,85 13,92
0,92 Agustus
13,01 8,13
44,75 19,78
13,21 1,11
September 14,23
4,51 26,44
39,27 15,44
0,11 Oktober
13,58 5,89
23,66 46,35
10,12 0,41
Nopember 11,61
7,71 9,21
65,19 3,96
2,32 Desember
8,60 14,08
7,01 66,03
2,23 2,05
13,18 12,79
31,76 34,14
5,67 2,46
Bulan banyar
bentong juwi
layang lemuru
selar Januari
13,41 14,64
6,10 60,46
3,22 2,16
Pebruari 19,61
13,85 8,09
50,62 4,00
3,83 Maret
17,77 23,74
14,23 39,44
2,83 1,99
April 22,46
15,84 23,20
32,80 3,80
1,90 Mei
18,15 11,72
34,96 28,76
3,88 2,53
Juni 15,84
28,37 32,58
17,75 1,48
3,98 Juli
15,49 15,88
33,62 26,56
7,26 1,20
Agustus 15,99
10,46 17,78
43,67 11,56
0,53 September
13,39 4,42
16,29 50,10
15,76 0,05
Oktober 11,72
6,00 12,63
58,29 11,14
0,22 Nopember
10,49 7,57
4,03 69,35
7,07 1,49
Desember 8,99
11,92 4,57
68,52 4,24
1,75 15,28
13,70 17,34
45,53 6,35
1,80 135