bersalinitas tinggi ke barat mencapai puncaknya pada bulan September Wyrtki, 1961; Gordon, 2005.
Iklim didefinisikan sebagai kondisi atmosfir rata-rata pada suatu wilayah untuk periode waktu yang cukup lama, biasanya sekitar 30 tahun yang
dipengaruhi oleh interaksi antara atmosfir, daratan dan lautan. Secara statistik, iklim juga mencakup tidak hanya nilai rata-rata, tetapi juga variasi besaran dari
hari ke hari, bulan ke bulan, hingga tahun ke tahun. Iklim suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh garis lintang rendah tropis, menengah sedang, atau tinggi
kutub, topografi, ada tidaknyanbadan air, seperti laut, danau, atau sungai. Wilayah yang berada di lintang rendah tropis akan menerima radiasi matahari
maksimum hampir sepanjang tahun. Cuaca adalah kondisi atmosfir pada suatu wilayah untuk periode waktu yang singkat, jam atau hari. Unsur-unsur cuaca dan
iklim terdiri dari: suhu udara, tekanan udara, kelembababn udara, jumlah partikel atmosfir, radiasi matahari, evapotranspirasi potensial, angin, dan curah hujan
Nasrullah, 2011. Indonesia memiliki iklim yang unik, selain disebabkan oleh wilayahnya
yang berupa kepulauan dan berada di wilayah tropis, keunikan iklim Indonesia juga dipengaruhi oleh letaknya yang berada di antara dua samudera dan dua
benua. Di Indonesia terdapat tiga jenis pola iklim. Menurut Aldrian dan Susanto, 2003, pola curah hujan di Indonesia terbagi menjadi tiga zona utama, yaitu zona
iklim monsunal, iklim equatorial, dan zona iklim lokal dengan sebuah wilayah peralihan Gambar 16 yaitu:
Gambar 16. Tiga Daerah Pola Hujan di Indonesia Aldrian E. Dan D. Susanto, 2003.
1. Daerah monsunal zona A merupakan pola yang dominan di Indonesia, karena melingkupi hampir seluruh wilayah Indonesia. Daerah tersebut
memiliki satu puncak pada bulan November-Maret NDJFM dipengaruhi oleh monsun barat laut yang basah dan satu palung pada bulan Mei-
September MJJAS dipengaruhi oleh monsun tenggara yang kering, sehingga dapat dibedakan dengan jelas antara musim kemarau dan musim
hujan Selain itu daerah A berkorelasi kuat terhadap perubahan SPL. 2. Daerah ekuatorial zona B mempunyai dua puncak pada bulan Oktober-
November ON dan pada bulan Maret-Mei MAM. Pola ini dipengaruhi oleh pergeseran ke utara dan selatan dari ITCZ atau titik equinox
kulminasi matahari. 3. Daerah iklim lokal zona C mempunyai satu puncak pada bulan Juni-Juli
JJ dan satu palung pada bulan Novenber-Februari NDJF. Pola ini merupakan kebalikan dari pola A.
Setiap wilayah di Indonesia mempunyai pola hujan yang sama, dan curah hujan adalah parameter iklim yang paling mempengaruhi pola kehidupan
masyarakat. Pola curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain monsoon, Inter Tropical Covergence Zone ITCZ, Indian Ocean
Dipole Mode IODM, El Nino southern oscillation ENSO, dan sirkulasi regional lainnya, yang terdapat di Samudera Hindia dan samudera Pasifik Aldrian
dan Susanto, 2003.
2.9 Karakter Oseanografi Perairan Laut Jawa dan Pengaruhnya terhadap Organisme
Interaksi faktor lingkungan dengan organisme menjadi hal penting dalam kajian kehidupan laut secara keseluruhan.Akan tetapi yang harus menjadi
pertimbangan mendasar bahwa faktor lingkungan lebih mudah diamati, dipantau serta lebih mudah diprediksi dibanding kelimpahan dan distribusi suatu
spesies.Perlu dicatat bahwa tidak ada keseimbangan yang stabil antara lingkungan dan organisme karena faktor lingkungan terikat dengan variabilitasnya sedangkan
organisme memiliki daya adaptasi terhadap fluktuasi lingkungan yang terjadi.Kondisi ini mejadikan hubungan faktor lingkungan dan organisme menjadi
faktor fisik dan fisiologis dalam tubuh yang dapat mengoroientasikan dirinya untuk mengarah atau berada dalam suatu lingkungan tertentu Leavastu dan Hela,
1970; Laevastu dan Hayes, 1981. Stok sumberdaya ikan dan hasil tangkapan bervarisasi secara musiman dan
tahunan yang berkaitan dengan variabilitas lingkungan pada skala waktu yang sama Cushing, 1975 dalam Laevastu dan Hayes, 1981. Berkaitan dengan
kondisi perikanan di Selat Makassar dan Laut Jawa, angin munson merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap fluktuasi kelimpahan dan jenis hasil
tangkapan yang mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi oseanografi baik secara temporal maupun spasial. Hasil tangkapan menunjukkan adanya
kemunculan jenis ikan pada musim tertentu dan akan menghilang seiring dengan adanya perubahan musim yang kemudian digantikan oleh jenis yang lain pada
cakupan kawasan tersebut. Demikian halnya dengan jumlah hasil tangkapan berdasarkan musim menunjukkan adanya perbedaan dimana terjadi musim puncak
penangkapan dan paceklik pada bulan-bulan tertentu Atmaja dan Nugroho, 1995; Priatna dan Suwarso, 2008.
2.10 Interaksi Laut Jawa-Selat Makassar
Karakteristik massa air dan iklim Laut Jawa dipengaruhi langsung oleh dua angin munson yaitu angin munson barat yang berlangsung antara bulan
September–Februari dan angin munson timur antara bulan Maret–Agustus. Pada munson timur, massa air bersalinitas tinggi 34 psu memasuki Laut Jawa
melalui Selat Makassar dan Laut Flores, sedangkan pada munson barat selain terjadi pengenceran oleh air sungai, juga masuk massa air bersalinitas rendah 32
psu yang berasal dari Laut Cina Selatan mendorong massa air bersalinitas tinggi ke bagian timur Laut Jawa. Hal ini mempengaruhi temperatur permukaan dan pola
arus Veen, 1953; Wyrtki, 1961 dalam Atmaja dan Nugroho, 1995. Sejalan dengan hal tersebut di atas, Ilahude 1970 menjelaskan bahwa pada
saat musim timur massa air Laut Flores akan memasuki perairan Selat Makassar
bagian selatan sehingga meningkatkan nilai salinitas di perairan ini. Pada daerah pantai Selat Makassar terdapat kantong-kantong air dengan salinitas tinggi, yang
hanya dapat dijelaskan dengan proses penaikan massa air karena pada daerah yang berdekatan justru bersalinitas rendah. Selama proses penaikan air berlangsung
pada musim timur, salinitas dapat mencapai 34-34,5 psu. Sebaliknya pada musim barat, massa air dari Laut Jawa yang bersalinitas rendah akan memasuki perairan
Selat Makassar bagian selatan sehingga dapat menurunkan salinitas permukaan. Pengamatan oleh Gordon et al. 2003 dan NCEPNational Center
Environmental Prediction Sofian et al., 2006; Sofian et al., 2007 dengan pemodelan arah angin menunjukkan bahwa salinitas permukaan Laut Jawa yang
rendah bergerak ke selatan Selat Makassar selama munson barat laut dari Oktober sampai Maret. Angin monsun tenggara mengembalikan massa air bersalinitas
rendah tersebut ke Laut Jawa selama dari bulan April sampai September. Pengamatan oleh Sofian et al. 2006 juga membuktikan bahwa kuatnya volume
transpor berlangsung kuat ke arah timur mengakibatkan naiknya muka laut di Laut Jawa. Selain itu, transport massa air mengarah ke timur selama munson barat laut
dari Oktober hingga Maret dan ke barat selama munson tenggara. Hubungan antar lautan antara Selat Makassar dan Laut Jawa diselidiki
dengan model Hybrid Coordinat Ocean Model HYCOM. Hasil yang diperoleh bahwa bahwa di Selat Makassar aliran terkuat mengarah ke selatan pada lapisan
150–250 meter. Berkaitan dengan fenomena ENSO, kecepatan aliran permukaan akan menurun pada saat munson barat laut selama periode La Nina. Hal ini
disebabkan oleh aliran massa air Laut Jawa menuju timur dapat menghambat aliran massa air hangat yang dialirkan oleh arus permukaan Selat Makassar yang
menuju ke selatan dimana membawa massa air dari Samudera Pasifik memasuki Samudera Hindia selama periode ini. Di sisi lain, kecepatan arus yang menuju
timur dan air permukaan bergerak dari selatan Selat Makassar menuju ke Laut Jawa mengalami peningkatan selama munson tenggara selama periode El Nino
19971998 Sofian et al., 2006. Sofian 2007 memberikan gambaran mengenai arus permukaan
berdasarkan pemodelan model berbasis pengamatan in situ dan citra satelit altimeter untuk bulan Januari munson barat laut dan Agustus munson tenggara