Kultur Lingkungan Kerja Tinjauan Teoritik 1. Efektivitas Mengelola Usaha
Kondisi dari kultur lingkungan kerja yang telah tercipta dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah Power Distance jarak kekuasaan,
Individualism dan Collectivism, Masculinity dan Femininity serta Unsertainty Advoidance Hoffstede, 1980:35-93.
Jarak kekuasaan dalam lingkungan kerja terbagi menjadi dua bagian yaitu jarak kekuasaan tinggi dan jarak kekuasaan rendah. Dalam jarak
kekuasaan yang tinggi ada kecenderungan mengembangkan aturan, mekanisme atau kebiasaan-kebiasaan dalam mempertahankan perbedaan
status atau kekuasaan. Dalam hal ini sebuah lingkungan kerja akan nampak sebuah hirarki yang ketat dan kekuasaan cenderung terpusat. Hubungan antara
bawahan dan atasan sering mengedepankan emosional. Perbedaan gaji yang cukup mencolok diantara atasan dan bawahan, serta dimilikinya pendidikan
yang rendah diantara para pekerja dan memiliki kedudukan lebih rendah dari pada karyawan yang ada dikantor.
Lingkungan yang memiliki jarak kekuasaan rendah berusaha meminimalkan perbedaan status dan kekuasaan, karena struktur organisasi
tidak terlalu ketat. Seperti yang diungkapkan oleh Hofstede 1980 bahwa seorang manajer yang mempertahankan jarak kekuasaan akan menjadi pusat
dalam pengambilan keputusan, karena manajer dianggap lebih unggul dalam hal kemampuan atau ilmu pengetahuan. Manajer yang tidak mempertahankan
jarak kekuasaan akan memiliki bentuk kerjasama yang lebih baik dengan bawahannya karena atasan selalu memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk berkomunikasi atau saling berkonsultasi. Adanya jarak kekuasaan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rendah menciptakan sebuah kesetaraan antara atasan dan bawahan sehingga tercipta sebuah kondisi dimana bawahan dan atasan saling memberi
pertimbangan dalam kondisi yang sama. Ada kemungkinan sekarang menjadi seorang bawahan besok bisa menjadi atasan tergantung kondisi dan situasi
dalam menyelesaikan pekerjaan. Jarak Kekuasan menjelaskan derajat ketergantungan karyawan pada
atasannya. Sehingga semakin dekat jarak kekuasaan, maka hubungan antara bawahan dengan atasannya semakin akrab, dan semakin rendah tingkat
ketergantungan bawahan pada atasan yang bersangkutan Ndraha, 1999:243. Individualism dan Collectivism dalam lingkungan kerja memiliki
pandangan bahwa orang tidak bisa hidup sendiri dalam hidup ini termasuk dalam lingkungan kerjanya. Dalam individualisme hubungan antara atasan
dan bawahan didasarkan pada kontrak yang dapat memberikan keuntungan bersama. Kondisi dari masyarakat yang individualistik mengharapkan
anggota-anggotanya untuk mandiri atau bebas dan merealisasikan hak-hak pribadinya, sehingga tumbuh kemandirian secara emosional pada instansi atau
perusahaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kolektif menekankan atau mengutamakan kewajibannya pada masyarakat atau kelompok daripada hak-hak pribadinya. Bahkan diharapkan
untuk mengorbankan kepentingan pribadinya demi tujuan kelompok. Dalam kolektivisme hubungan antara atasan dan bawahan didasarkan pada syarat-
syarat moral seperti dalam lingkungan keluarga, manajemennya adalah manajemen bersama dan masing-masing individu memiliki tugas sendiri-
sendiri. Hoffstede, 1980:63-67 Kondisi yang berbeda antara individualistik dan kolektif akan
memberikan perbedaan secara nyata dalam sikap, nilai-nilai, keyakinan dan perilaku yang berkaitan dengan kerja dan perusahaan serta gaya
kepemimpinan ideal yang diharapkan. Untuk mengukur sisi individualisme, digunakan instrumen yang terdiri
dari Ndraha, 1999:245: a Personal Time, yaitu pekerjaan job yang memberikan waktu luang yang
cukup untuk diri sendiri dan keluarga. b Freedom, yaitu kebebasan untuk menggunakan cara pendekatan sendiri
terhadap pekerjaan. c Challenge, yaitu pekerjaan yang menantang, yang memberikan
kebanggaan dan kepuasan dalam melaksanakan sense of accomplishement.
Pengukuran instrumen dari sisi kolektivisme yaitu dengan: a Training, yaitu kesempatan untuk mengalami pelatihan guna
meningkatkan job performance. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b Physical Conditions, yaitu adanya lingkungan kerja yang baik ventilasi, cahaya, ruangan, warna, dsb.
c Use of skill, yaitu penggunaan keterampilan sepenuhnya dalam melakukan pekerjaan.
Faktor yang ketiga adalah Masculinity dan Femininity atau sifat kelaki-lakian dan sifat kewanitaan. Ini merupakan gaya kepemimpinan
seorang atasan dimana seorang atasan yang memiliki sifat kelaki-lakian akan bertindak secara tegas terhadap bawahannya, menekankan pada keadilan, dan
penyelesaian masalah pekerjaan diselesaikan dengan kekerasan. Dimensi maskulin menunjukan tingkatan atau sejauh mana suatu masyarakat
berpegang teguh pada peran gender atau nilai-nilai seksual yang tradisional yang didasarkan pada perbedaan biologis dan menekankan pada nilai
asertivitas, prestasi, dan performansi. Dalam gaya kepemimpinan yang kewanitaan, seorang atasan
menggunakan kemampuannya secara maksimal demi terciptanya kesepakatan bersama, menekankan kesamaan, solidaritas dan kualitas serta menggunakan
musyawarah dalam menyelesaikan masalah pekerjaan sehingga tercipta hubungan interpersonal yang baik, keharmonisan dan kinerja kelompok.
Perbedaaan dalam dimensi ini akan berpengaruh pada struktur organisasi dan corak hubungan dalam suatu perusahaan. Biasanya dalam
masyarakat yang memiliki dimensi maskulin tinggi perbedaan antara pria dan wanita menjadi menonjol, remaja pria mengharapkan karir pekerjaan yang
bagus dan kurang mentolerir kegagalan. Masyarakat yang memiliki dimensi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
feminity menganggap bahwa kerja yang baik menuntut kemampuan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan orang lain dan kurang mengutamakan
kepentingan diri sendiri. Untuk mengukur sisi maskulin digunakan instrumen dari Hofstede,
Ndraha, 1999:246 yang terdiri dari : a Earning, yaitu pendapatan: kesempatan mendapat job yang menjanjikan
pendapatan yang tinggi b Recognition, yaitu pengakuan atau penghargaan masyarakat terhadapat
pekerjaan. c Advancement, yaitu kesempatan untuk maju dan mendapat kedudukan
tinggi. Sedangkan instrumen untuk sisi feminim :
a Manager, yaitu adanya hubungan baik atasan dan bawahannya. b Cooperation, yaitu kerjasama antar karyawan di dalam perusahaan yang
bersangkutan. c Living area, yaitu bertempat tinggal di pemukiman yang layak bagi
karyawan dan keluarganya. d Employment security, yaitu ketenangan bekerja selama karyawan suka,
tanpa dihantui oleh pemutusan hubungan kerja. Faktor yang terakhir adalah Unsertainty Advoidance menghindari
ketidakpastian. Dalam lingkungan kerja terdapat aturan-aturan formal dan aturan non formal yang isinya mengatur hak dan kewajiban dari atasan serta
bawahan. Disamping itu terdapat norma atau aturan yang mengawasi jalannya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penyelesaian suatu pekerjaan Hoffstede, 1980:121. Dimensi Uncertainty Avoidance menunjukkan tingkatan atau sejauh mana masyarakat dalam
menghadapi situasi yang tidak pasti. Masyarakat yang memiliki Uncertainty Avoidance tinggi merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha
menciptakan mekanisme untuk mengurangi resiko itu. Dalam Uncertainty Avoidance yang tinggi cenderung memiliki kejadian turn over keluar-masuk
karyawan yang sedikit. Karyawan memiliki ambisi yang rendah sehingga perilakunya kurang berani dalam mengambil resiko dan petualangan, serta
perilakunya lebih ritual. Dalam kondisi Uncertainty Avoidance yang rendah toleransi terhadap
situasi yang samar-samar atau tidak pasti masih dirasa kurang. Dalam situasi ini orang akan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif
sendiri dalam menyelesaikan tugas. Kisni dan Tri Salis Yuhardi, 2003: 277- 283
Menurut Ndraha 1999:247 ada beberapa instrumen yang digunakan untuk mengukur penghindaran ketidakpastian dalam masyarakat:
a. Job stress, yaitu frekuensi meregang atau nervous di tempat kerja atau sewaktu bekerja.
b. Rule orientation, yaitu persetujan terhadap ketentuan bahwa aturan wajib ditaati.
c. Intent to stay with company for a long-term career, yaitu seberapa banyak karyawan yang ingin bekerja untuk jangka waktu lama di perusahaan yang
bersangkutan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI