Penyimpanan Mie Basah Spirulina Rancangan Percobaan dan Analisis Data a Analisis proksimat Steel dan Torry 1993

yang diinginkan dan pemotongan lembaran. Persentase fortifikasi Spirulina yang ditambahkan sebesar 0, 5, 10 dan 15 dihitung dari bobot terigu. Persentase tersebut ditentukan berdasarkan penelitian pendahuluan dengan persentase fortifikasi 2,5. Hasilnya menunjukkan bahwa kandungan protein kecil, sehingga presentase dinaikkan. Penambahan Spirulina pada mie basah dilakukan saat pencampuran adonan. Sebelum dicampur, Spirulina dilarutkan dalam air terlebih dahulu agar homogen.

3.5 Penyimpanan Mie Basah Spirulina

Mie Spirulina terpilih disimpan pada suhu chilling, dalam lemari pendingin dengan suhu 6-7 °C. Kontaminasi dihindari dengan cara pengemasan mie dengan plastik mika. Penyimpanan mie dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi. Selama masa penyimpanan, dilakukan beberapa uji antara lain uji kadar air, aktifitas air, total bakteri, total kapang-khamir serta uji organoleptik. Pengujian dilakukan setiap dua hari sekali selama delapan hari penyimpanan.

3.6 Prosedur Analisis

Analisis yang dilakukan untuk mendapatkan formulasi mie Spirulina terbaik meliputi: kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan uji organoleptik. Mie Spirulina terpilih yang disimpan dilakukan analisis meliputi: serat pangan, total plate count TPC, total kapang-khamir, aktivitas air a w , dan uji organoleptik.

3.6.1 Analisis kadar air AOAC 1995

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 o C selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator kurang lebih 30 menit hingga dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan. Kemudian cawan dan sampel seberat 1-2 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan. Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 o C selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang, penimbangan diulang sampai berat konstan. Perhitungan kadar air: kadar air = x 100 Keterangan: A = Berat cawan kosong gram B = Berat cawan dengan sampel gram C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan gram

3.6.2 Analisis kadar abu AOAC 1995

Cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105 o C, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram yang telah dihomomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 105 o C sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 o C selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan abu porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu: Kadar abu: x 100 Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong gram B = Berat cawan abu porselen dengan sampel gram C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan gram

3.6.3 Analisis kadar protein AOAC 1995

Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar crude protein pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. 1 Tahap destruksi Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeltec. Setengah butir Kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H 2 SO 4 . Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 o C ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. 2 Tahap destilasi Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades 50 ml. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40 sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 ml berisi larutan H 3 BO 3 dan 3 tetes indikator cairan methyl red dan brom cresol green yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H 3 BO 3 dan indikator dalam erlenmeyer. 3 Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah warna asam borat semula. Perhitungan jumlah nitrogen dalam bahan: Nitrogen = x 100 Kadar protein = Nitrogen x faktor konversi 6,25

3.6.4 Analisis kadar lemak AOAC 1995

Sampel seberat 2 gram W 1 dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya W 2 dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 o C dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W 3 . Perhitungan kadar lemak: Kadar lemak = x 100 Keterangan: W 1 = Berat sampel gram W 2 = Berat labu lemak tanpa lemak gram W 3 = Berat labu lemak dengan lemak gram

3.6.5 Analisis serat pangan dietary fiber Asp et al. 1983

Analisis serat pangan dilakukan mengacu pada metode multi enzim Asp et al. 1983. Serat pangan terdiri atas serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Analisis serat pangan diawali dengan menghaluskan sampel kemudian dihomogenkan dan diliofilisasi. Sampel yang akan digunakan adalah sampel dalam keadaan tanpa lemak dan air. Oleh karena itu, dilakukan ekstraksi lemak dan pengeringan. Sampel tanpa lemak dan air ditimbang sebanyak 1 gram lalu ditambahkan 25 ml buffer phospat dan 0,1 ml enzim thermamil. Selanjutnya sampel dipanaskan pada suhu 80 °C selama 15 menit. Setelah dipanaskan, sampel didinginkan dan dilakukan pengaturan pH menjadi 1,5 dengan menggunakan HCl 4 N. Setelah dilakukan pengaturan pH, sampel ditambahkan suspensi pankreatin dan diinkubasi dalam suhu 37 °C selama 2 jam kemudian dilakukan pengaturan pH kembali dengan menggunakan HCl 4 N hingga diperoleh larutan sampel dengan pH 4,5. 1 Analisis serat pangan tak larut air Insoluble Dietary Fiber Analisis serat pangan tak larut air dilakukan dengan menyaring larutan sampel pH 4,5 dengan kertas saring saring Whatman 40 hingga diperoleh filtrat dan residu. Residu yang diperoleh kemudian dibilas dengan akuades dan dicuci dengan 50 ml etanol 79. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian kembali dengan menggunakan aseton lalu dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 °C selama 3 jam. Setelah dioven, sampel didinginkan dan ditimbang kemudian diarangkan dan ditanur dalam suhu 550 °C. Selanjutnya sampel didinginkan dan ditimbang lalu dilakukan perhitungan dengan rumus berikut. 100 100 × − − − − = A blanko D E B C g g IDF Keterangan : A = Berat sampel B = Berat kertas saring kosong C = Berat kertas saring + residu setelah dioven D = Berat cawan porselen kosong E = Cawan porselen + abu setelah ditanur 2 Analisis serat pangan larut air Soluble Dietary Fiber Analisis serat pangan larut air dilakukan dengan penambahan 400-500 ml etanol 95 pada filtrat yang diperoleh dari analisis serat pangan tak larut. Selanjutnya sampel dipanaskan hingga 60 °C dalam waterbath kemudian didiamkan selama 1 jam. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman 40 hingga diperoleh residu dan filtrat. Residu yang diperoleh kemudian dibilas dengan akuades dan dicuci dengan 50 ml etanol 78 lalu dicuci kembali dengan aseton. Tahap selanjutnya sampel dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 °C selama 3 jam. Sampel didinginkan dan ditimbang kemudian diarangkan dan ditanur dalam suhu 550 °C. Sampel yang telah dingin selanjutnya ditimbang dan dilakukan perhitungan dengan rumus berikut. 100 100 × − − − − = A blanko H I F G g g SDF Keterangan : A = Berat sampel F = Berat kertas saring kosong G = Berat kertas saring + residu setelah dioven H = Berat cawan porselen kosong I = Cawan porselen + abu setelah ditanur

3.6.6 Total Plate Count TPC Fardiaz 1992

Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni. Sebanyak 10 gram sampel yang dihaluskan terlebih dahulu, dilarutkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 90 ml larutan NaCl 0,85 larutan garam fisiologisgarfis sehingga didapatkan pengenceran 10 -1 . Sebanyak 1 ml dari larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10 -2 . Pengenceran dilakukan sampai diperoleh pengenceran 10 -5 . Setiap tabung reaksi pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan secara melingkar di atas meja supaya media Nutrient Agar merata. Setelah Nutrient Agar membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 30 o C, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik. Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan jumlah koloni yang dapat diterima 30-300 koloni percawan. Nilai TPC dapat dihitung dengan memakai rumus berikut: Unit per ml atau gram = Jumlah koloni per cawan X 1 Faktor pengeceran Data yang dilaporkan sebagai Standard Plate Count SPC harus mengikuti syarat-syarat sebagai berikut: 1 Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan kedua. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua. 2 Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang dari 30 koloni pada cawan petri, hanya koloni pada pengenceran terendah yang dihitung, hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan faktor pengencer, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan. 3 Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih dari 300 koloni, hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor pengencer. 4 Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 30-300, dimana perbandingan antara jumlah koloni tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih dari satu atau sama dengan dua, maka tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara nilai tertinggi dan nilai terendah lebih besar dari dua, maka yang dilaporkan hanya hasil nilai terkecil. 5 Jika digunakan dua cawan petri duplo pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut.

3.6.7 Total kapang-khamir SNI 2332.7:2009

Sebanyak 10 gram sampel yang dihaluskan terlebih dahulu, dilarutkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 90 ml larutan NaCl 0,85 larutan garam fisiologisgarfis sehingga didapatkan pengenceran 10 -1 . Sebanyak 1 ml dari larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10 -2 . Pengenceran dilakukan sampai didapat pengenceran 10 -5 . Dari setiap tabung reaksi pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan secara melingkar di atas meja supaya media PDA merata. Setelah PDA membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 30 o C, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik. Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan jumlah koloni yang dapat diterima 10-150 koloni per cawan. Nilai total kapang dan khamir dapat dihitung dengan memakai rumus berikut: [ ] d n n C N × × + × = ∑ 2 1 1 , 1 Keterangan: N : jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g Σ C : jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung n 1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n 2 : jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung d : pengenceran pertama yang dihitung

3.6.8 Pengukuran aktivitas air

a w menggunakan aw-meter Shibaura WA-360 Alat yang digunakan untuk mengukur a w adalah a w-meter Shibaura WA-360. Mie diletakkan di dalam cawan sensor, kemudian cawan sensor dimasukkan ke dalam sensor a w-meter dan ditekan tombol Start untuk memulai pengukuran. Nilai A dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan complete. Sebelum digunakan untuk mengukur mie, alat dikalibrasi dengan NaCl jenuh.

3.6.9 Uji organoleptikuji hedonik Rahayu 2001

Uji hedonik dilakukan untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik. Uji hedonik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Skala yang digunakan adalah skala numerik dengan 9 skala. Pengujian organoleptik ini dilakukan untuk mendapatkan formulasi mie terbaik dan mengetahui perubahan penilaian panelis selama penyimpanan mie. Score sheet uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.7 Rancangan Percobaan dan Analisis Data a Analisis proksimat Steel dan Torry 1993

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap RAL dengan model sebagai berikut : Ŷij = µ + αi + εij Keterangan : Ŷij = respon pengaruh konsentrasi pada taraf i ulangan ke-j µ = efek nilai tengahnilai rata-rata sebenarnya αi = pengaruh konsentrasi pada taraf ke-i εij = pengaruh acak galat percobaan pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j i = 0 , 5 , 10 , dan 15 penentuan formula mie terpilih Hipotesis yang diuji pada pembuatan mie basah dengan penambahan konsentrasi Spirulina adalah sebagai berikut : H0 = Penambahan konsentrasi Spirulina yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap karakteristik mie. H1 =Penambahan Spirulina yang berbeda berpengaruh nyata terhadap karakteristik mie. Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis ragam. Pengujian lanjut Tukey dilakukan jika analisisnya berpengaruh nyata. b Uji organoleptik Steel dan Torry 1993; Daniel 1990 Analisis non-parametrik yang dilakukan dalam pengujian adalah metode uji Kruskal-Wallis dan uji Dunn, yaitu : a Meranking data dari yang terkecil ke yang terbesar untuk seluruh perlakuan dalam satu parameter. b Menghitung total ranking dan rataan untuk setiap perlakuan dengan formula: Keterangan: n = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i T = Banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H’ = H terkoreksi Keterangan: Ri = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j K = Banyaknya ulangan N = Jumlah total data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Formulasi Mie Basah Spirulina Terpilih