di Indonesia. Industri mie basah tersebar luas di banyak wilayah di Indonesia dan kebanyakan diproduksi oleh industri rumah tangga, dan industri kecilmenengah.
Mie basah yang dikenal masyarakat terdapat dua jenis, yaitu mie mentah raw noodle dan mie rebus cooked noodle. Kualitas, baik mutu organoleptik,
fisikokimia, mikrobiologi maupun daya awet dari mie basah dapat bervariasi disebabkan oleh adanya perbedaan proses pengolahan dan penggunaan bahan
tambahan. Mie basah dijual dalam bentuk segar baik dalam keadaan dikemas maupun curah, baik di pasar tradisional maupun supermarket.
Bahan-bahan utama pembuatan mie adalah terigu, air, dan garam, sehingga kandungan gizi tidak lengkap. Widaningrum et al. 2005 menyatakan
mie basah yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi rendah dengan kadar air yang tinggi. Chamdani 2005 menyatakan bahwa mie basah dalam
kondisi tidak ada penambahan bahan pengawet, umumnya memiliki umur simpan yang relatif pendek, yaitu berkisar antara 1-2 hari bila disimpan pada suhu ruang.
Spirulina dengan kandungan gizi yang sangat tinggi dan memiliki banyak manfaat merupakan salah satu bahan alami alternatif yang dapat digunakan untuk
memperkaya kandungan gizi mie basah. Penambahan Spirulina ke dalam mie basah diharapkan mampu meningkatkan nilai gizinya, seperti protein,
vitamin, dan serat. Spirulina juga mengandung klorofil yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Mie termasuk produk yang mudah rusak, sehingga perlu
dilakukan penelitian mengenai penyimpanan mie basah dengan penambahan Spirulina pada suhu chilling.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain: 1 Menentukan formulasi mie basah Spirulina terpilih
2 Mempelajari karakteristik fisik dan kimiawi mie basah Spirulina 3 Mempelajari kerusakan yang terjadi pada mie basah Spirulina selama
penyimpanan suhu chilling.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spirulina
Spirulina adalah organisme mikroskopis dan merupakan prokariot berfilamen Gershwin dan Belay 2007. Spirulina adalah organisme yang
termasuk kelompok alga hijau biru Cyanobacteria. Organisme ini diberi nama Spirulina karena bentuk tubuhnya yang spiral, mempunyai ukuran 100 kali
lebih besar dari sel darah merah manusia. Spirulina dalam koloni yang besar berwarna hijau tua. Warna hijau tua ini berasal dari klorofil dalam jumlah tinggi.
Secara alami, Spirulina mampu tumbuh di perairan danau yang bersifat alkali dan suhu hangat atau kolam dangkal di wilayah tropis Tietze 2004.
Secara taksonomi Spirulina Garrity et al. 2001, diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Filum : Cyanobacteria
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Gambar 1 Spirulina
Henrikson 2009
Kultur Spirulina dilakukan dengan membiakkan bibit Spirulina dalam media, kemudian dilakukan pengaturan pH hingga mencapai 8,3 dengan
penambahan HCl. Kultur diletakkan dekat sumber cahaya dan diberi aerasi atau pengadukan Diharmi 2001; Arylza 2005. Besarnya nilai pH pada media
pertumbuhan Spirulina umumnya antara 8-11, namun ada beberapa jenis Spirulina yang dapat bertahan hidup pada lingkungan dengan pH mendekati 7
atau di atas 11 Richmond 1988. Kualitas Spirulina sangat dipengaruhi sinar matahari, mineral dan nutrisi
dalam air. Kandungan beta karoten akan semakin tinggi apabila kuantitas sinar matahari yang diperoleh maksimum Tietze 2004. Spirulina dapat tumbuh pada
daerah tropis dan subtropis. Suhu optimum pertumbuhannya 35-38 °C, dan suhu minimum untuk mempertahankan pertumbuhan adalah 15-22 °C, serta pH
dan alkalinitas yang tinggi. Media yang umum digunakan adalah Zarouk yang terdiri dari natrium karbonatbikarbonat, sumber nitrogen, fosfor, besi, dan
trace element lainnya Gershwin dan Belay 2007. Ukuran Spirulina cukup besar, sehingga dapat dipisahkan dari media
melalui filtrasi. Negara bagian Afrika yang sedang berkembang, yaitu Chad, melakukan pemisahan Spirulina hanya menggunakan kain penyaring sederhana
Angka dan Suhartono 2000. Menurut Desmorieux dan Decaen 2006, Spirulina segar dapat difiltrasi dengan filter berukuran 20
μm. Desmorieux dan Decaen 2006, menyatakan bahwa pengeringan
Spirulina dapat dilakukan dengan pemanasan yang dirancang sedemikian rupa hingga suhu berkisar antara 40-60 °C. Suhu pengeringan diatas 60 °C
akan menyebabkan degradasi fikosianin dan timbulnya reaksi Maillard. Kondisi pengeringan secara konveksi pada lapisan tipis yang paling optimum
dilakukan pada kondisi suhu dibawah 40 °C. Penyimpanan Spirulina dilakukan dalam keadaan kering karena Spirulina kering tidak mudah
terfermentasi Angka dan Suhartono 2000. Hasil penelitian Mohammad 2007 menunjukkan bahwa suhu pengeringan berpengaruh terhadap jumlah klorofil dan
protein. Spirulina fusiformis yang dikeringkan pada suhu 25-30 °C memiliki kandungan klorofil dan protein terbesar, yaitu 0,063 dan 58,25.
Kondisi kultur yang berbeda sangat berpengaruh pada komponen kimia yang terkandung dalam Spirulina. Achmadi et al. 2002 melakukan
penelitian mengenai perbandingan produksi pigmen Spirulina platensis yang ditumbuhkan pada media lateks dan media sintetik. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa S. platensis yang dikultivasi pada media lateks mengandung
klorofil a 0,61 bb, karotenoid 0,61 bb dan fikosianin 19,85 bb, dengan bobot kering Spirulina yang dihasilkan sebesar 0,18 gl, sedangkan
media sintetik mengandung klorofil a 0,54 bb, karotenoid 0,45 bb dan fikosianin 14,17 bb, dengan bobot kering Spirulina yang dihasilkan
sebesar 0,28 gl. Olguin et al. 2001 melakukan penelitian terhadap biomassa kering
yang dihasilkan dan protein yang terkandung di dalam Spirulina sp. yang dikultivasi pada media Zarouk dengan intensitas cahaya 66 µmol photon m
-2
s
-1
dan 144 µmol photon m
-2
s
-1
, dengan lama kultivasi 6 hari dan 12 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa biomassa dan protein tertinggi diperoleh dari kultivasi
selama 12 hari dengan intensitas cahaya sebesar 144 µmol photon m
-2
s
-
1. Biomassa kering yang diperoleh sebesar 0,67 gl, dan protein sebesar 0,42 gl.
Cahaya merupakan faktor pembatas yang lebih dominan pada pertumbuhan Spirulina diikuti oleh nutrien dan temperatur. Ketersediaan
cahaya untuk setiap sel pada kultur fotoautotropik merupakan fungsi dari intensitas serta lama pencahayaan dengan konsentrasi sel atau kepadatan
populasi Tamiya 1957 diacu dalam Richmond 1988. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colla et al. 2007a menunjukkan
bahwa S. platensis yang dikultivasi dengan jumlah nitrogen dalam media dan temperatur yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap
komponen fenol dan persen penghambatan terhadap pembentukan peroksidase. S. platensis yang dikultivasi dengan penambahan 2,5 gl sodium nitrat dan
suhu 35 °C mengandung komponen fenol dan persen penghambatan pembentukan peroksidase terbesar, masing-masing 4,9 µgg dan 35.
Spirulina telah lama dimanfaatkan sebagai makanan, pakan, suplemen, dan pangan fungsional, bahkan masyarakat di wilayah Chad telah lama
mengonsumsinya Gershwin dan Belay 2007. Spirulina mudah dicerna karena lapisannya berupa membran tipis, bukan seperti selusosa yang sulit dicerna.
Membran tersebut merupakan gugus gula yang mudah dicerna dan diserap. Oleh karena itu, Spirulina sangat bermanfaat walaupun dikonsumsi dalam jumlah
yang kecil Tietze 2004.
Adam 2005 menyebutkan bahwa Spirulina sebagai “superfood” menunjukkan efektifitas dalam penyembuhan dan pencegahan berbagai penyakit,
seperti kanker, diabetes, obesitas, asma, tekanan darah tinggi, infeksi, peradangan, dan berbagai penyakit degeneratif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Miladius et al. 2004 kepada olahragawan menunjukkan bahwa pemberian tiga tablet Spirulina per hari selama 14 hari dapat menurunkan berat badan dan
lemak, serta menaikkan massa otot. Spirulina mengandung protein dalam jumlah yang cukup tinggi.
Kandungan protein Spirulina bervariasi dari 50, hingga 70 dari berat keringnya. Menurut Richmond 1988 hasil analisis asam amino dari
Spirulina mexican yang dikeringkan dengan spray dryer ditemukan 18 asam amino. Protein Spirulina 65 lebih tinggi dibanding makanan alami
lainnya. Kelebihan Spirulina sebagai sumber protein adalah kandungan lemaknya 5, dan sebagian besar merupakan lemak tidak jenuh. Hewan cenderung
mengandung kolesterol dan lemak yang tinggi Tietze 2004. Protein berfungsi sebagai pemberi kalori, bila jumah karbohidrat dan lemak tidak mencukupi
kebutuhan tubuh. Berdasarkan sumbernya, protein terbagi menjadi dua, yaitu protein nabati dan protein hewani. Sumber protein hewani antara lain susu, ikan,
daging dan telur. Sumber protein nabati antara lain kacangan-kacangan dan olahannya seperti tahu dan tempe Muchtadi 2008. Salah satu sumber protein
yang terbaik adalah Spirulina. Kelebihan lain dari Spirulina yaitu kaya akan fitonutrien dan nutrisi
fungsional yang menunjukkan efek positif bagi kesehatan Henrikson 2009. Tietze 2004 menyebutkan bahwa Spirulina secara alami rendah kolesterol,
kalori, lemak, dan sodium. Spirulina mengandung sembilan vitamin penting dan empat belas mineral yang terikat dengan asam amino. Hal ini memudahkan dan
mempercepat proses asimilasi dengan tubuh. Food and Drug Administration 1981 menyatakan bahwa Spirulina
adalah sumber protein dan mengandung berbagai vitamin dan mineral yang telah digunakan sebagai suplemen Henrikson 2009. Kandungan mineral Spirulina
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan mineral Spirulina
Sumber: Farms 1995 dalam Henrikson 2009
Mikroalga seperti jenis Spirulina, Chlorella, Dunaliella, dan lainnya, memegang peranan penting dalam dunia perairan, karena organisme
air fotosintetik bersel tunggal menunjukkan kandungan protein yang tinggi. Perbandingan kandungan protein Spirulina dengan mikroalga lain dapat dilihat
pada Tabel 2. Tabel 2 Kandungan protein beberapa jenis mikroalga
Jenis Mikroalga Protein
Chlorella 51-58
Dunaliella 57
Porphyridium 28-39
Scenedesmus 50-56
Spirulina 60-71
Sumber: Spolaore 2006
Spirulina merupakan sumber terbaik vitamin B-12 cobalamin dibandingkan dengan hati sapi, tuna, telur, keju dan lain-lain. Kandungan
vitamin B-12 besarnya lebih dari 300 µg per 100 g Spirulina. Kekurangan vitamin B-12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa, degenerasi saraf
dan lain-lain Tietze 2004. Spirulina platensis merupakan salah satu alga hijau biru yang banyak
tersebar di perairan tropis dan dapat tumbuh dengan baik di perairan laut. Beberapa hasil penelitian di bidang bioteknologi saat ini menyimpulkan
bahwa Spirulina memiliki pengaruh baik terhadap sistem kekebalan tubuh. Mengacu sejumlah publikasi ilmiah, Spirulina mengandung antioksidan,
Komposisi Mineral per 1 gr
Jumlah Kalsium
Iron Magnesium
Sodium Potasium
Posfor Zinc
Mangan Copper
Chromium 7 mg
1 mg 4 mg
9 mg
14 mg 9 mg
0,03 mg 0,05 mg
12 mcg 2,5 mcg
antiinflamasi, serta neuroprotektif Arlyza 2005. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Candra 2011, aktivitas antioksidan yang terkandung pada
biopigmen Spirulina mendekati aktivitas antioksidan komersial BHT. S. platensis terbukti memiliki aktivitas sebagai antibakteri dan antikapang. Hasil penelitian
Abedin dan Taha 2008 menunjukkan bahwa S. platensis mampu menghambat pertumbuhan mikroba antara lain Aspergillus flavus, Fusarium monilivorme,
Candida albicans, Bacillus subtilis dan Pseudemonas aeruginosa.
2.2 Mie