Tata Niaga TINJAUAN PUSTAKA

mempunyai kasiat obat dibandingan dengan satwaliar lain yang memiliki fungsi obat. Ular sendok dipercaya mempunyai kasiat untuk menambah stamina tubuh juga dapat menyembuhkan penyakit dalam, asthma, diabetes dan memperjelas penglihatan. Hasil penelitian Situngkir 2009 menyebutkan terdapat 8 bagian ular sendok yang mempunyai kasiat obat, yaitu darah dan empedu mempunyai kasiat meningkatkan stamina dan menetralkan racun dalam tubuh, sedangkan daging mempunyai kasiat mengurangi gatal-gatal dan meningkatkan stamina. Untuk obat menghilangkan bekas luka dan penyakit kulit lainnya menggunakan lemakminyaknya dan tangkurhemipenis dipercaya meningkatkan gairah seks. Otak mempunyai kasiat penyakit kuning, paru-paru dan mata rabun. Arisnagara 2009 menemukan ular sendok yang diperdagangkan untuk obat tradisional di Provinsi DKI Jakarta sebagai obat penyakit kulit yang diambil dari darah segar dan empedunya. Untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan eksport saat ini masih dilakukan pengambilanpemanenan dari alam. Sebanyak 73,33 pemanenan dilakukan dengan kriteria tertentu yaitu dengan menangkap satwaliar dengan ukuran yang diminta pasar. Ular sendok yang dipanen dari alam memiliki ukuran tubuh minimal sepanjang 90 cm. Hal ini disebabkan kebutuhan ular sendok untuk pasar lokal sebagai bahan obat-obatan merupakan hasil sampingan dari komoditi utamanya kulit. Di Provinsi Jawa Tengah harga antara ular yang mempunyai ukuran panjang 90 cm sebesar Rp 10.000,- sedangkan untuk ular yang berukuran 90 cm harganya Rp 2.000,-. Perbedaan harga yang cukup besar memberikan rangsangan bagi penangkap ular sendok di alam untuk menangkap secara selektif. Perdagangan ular sendok yang pemanenannya berasal dari alam, memiliki mata rantai yang panjang dan tiap daerah mempunyai pola yang berbeda-beda. Menurut Situngkir 2009 bahwa dalam perdagangan ular tradisional di Kabupaten Bogor meliputi penangkap, pengumpul kecil, pengumpul besar dan konsumen. Perdagangan ular sendok tergabung dengan perdagangan reptil lainnya, penangkap hingga pengumpul besar menjualmembeli ular sendok bersama-sama dengan ular atau reptil lainnya. Rantai perdagangan ular sanca batik di Sumatera Utara terdapat empat komponen, yaitu penangkap masyarakat, sub agenagen, pengumpul daerah dan pengumpul besar eksportir Semiadi Sidik 2011. Pelaku tata niaga ular juga merupakan pelaku tata niaga reptil lainnya, termasuk kura-kura. Hasil penelitian Widagti 2007 menunjukkan bahwa perdagangan kura-kura Cuora amboinensis terdiri dari empat tingkatan, yaitu penangkappencari, pengumpul, penampung dan eksportir. Penampung menjembatani antara pencaripenangkap dan penampung dengan eksportir, hal ini karena jarak lokasi antara eksportir dengan penangkappencari dan penampung dengan eksportir yang cukup jauh. Penangkapanperburuan ular sendok dari alam oleh sebagian masyarakat merupakan mata pencaharian utama dan bagi sebagian kecil lainnya sebagai mata pencaharian sampinganmusiman. Siregar 2012 membagi penangkap berdasarkan aktifitasnya, yaitu: penangkap profesional penuh yaitu orang-orang yang hanya mempunyai mata pencaharian utama sebagai penangkap ular dengan berkelana ke berbagai tempat untuk mencari ular dalam waktu yang panjang dan berkelompok. Penangkap profesional sambilan adalah orang yang mempunyai mata pencaharian sebagai penangkap ular sebagai sambilan, yaitu dengan memasang perangkap pada tempattempat yang diduga merupakan tempathabitat ular yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggalnya, misalnya pada kebunpekarangan sendiri atau orang lain disekitarnya. Penangkap amatir adalah orang yang sebenarnya mempunyai pekerjaan lain yang secara kebetulan bertemu dengan ular, maka ular tersebut ditangkap kemudian dijual kepada agen atau pengumpul. Dalam perdagangan ular sanca batik dan sanca darah hubungan antara penangkap, pengumpul kecil dan pengumpul besar tidak memiliki kerjasama secara formal, kecuali pengumpul besar dengan eksportir yang mempunyai ikatan kerjasama untuk memenuhi pesanan kulit.

2.3. Parameter Demografi

Populasi adalah sekumpulan individu makhluk hidup yang tergabung dalam satu spesies dan menempati suatu wilayah atau ruang tertentu Tarumingkeng 1994 yang mempunyai interaksi dan melakukan perkembangbiakan Alikodra 2002. Populasi mempunyai sifat yang khas, yaitu kerapatan densitas, laju kematian mortalitas, laju keahiran natalitas, sebaran distribusi umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran dispersi. Menurut Odum 1994 bahwa sebaran umur merupakan penciri atau sifat penting populasi yang mempengaruhi mortalitas dan natalitas. Indriyanto 2010 menjelaskan bahwa penyebaran umur merupakan salah satu karakteristik populasi yang mempengaruhi laju kelahiran dan laju kematian. Dalam populasi terdapat berbagai golongan umur individu-individu yang akan menentukan status reproduksi yang sedang berlangsung dan menyatakan kondisi yang akan datang. Populasi yang sedang berlangsung cepat mengandung bagian besar individu- individu muda, populasi yang stationertetap memiliki pembagian umur yang merata antara muda, dan tua, sedangkan populasi yang menurun akan mengandung individu-individu yang telah tua Odum 1994. Perbandingan jenis kelamin sex ratio merupakan perbandingan jumlah jantan dan betina dalam suatu populasi yang sering dinyatakan dalam jumlah jantan terhadap 100 ekor betina Indriyanto 2010. Perbandingan jenis kelamin sangat mempengaruhi populasi satwaliar di alam dan tiap jenis satwaliar mempunyai perbandingan jenis kelamin yang berbeda-beda pada setiap populasinya. Bila dalam suatu populasi mempunyai jumlah jantan yang lebih banyak dibandingkan dengan betina, maka akan terjadi persaingan dalam melakukan perkawinan yang mengakibatkan tidak terbuahinya betina dalam masa produktif. Hal tersebut juga dapat terjadi pada populasi yang mempunyai jumlah betina lebih besar dibandingkan dengan jantan, tetapi untuk beberapa spesies tertentu memiliki sistem hirarki yang kurang berpengaruh dengan perbandingan jumlah kelamin tersebut. Konservasi satwaliar merupakan proses sosial yang mempunyai tujuan pemanfaatan satwaliar, memelihara kelestarian satwaliar dan produktifitas habitatnya Bailey 1984. Satwaliar yang mempunyai nilai komersil harus dilakukan secara pemanfaatan lestari, sebagai cara konservasi yang ideal Amir et al. 1998. Pemanfaatanpemanenan satwaliar telah dilakukan oleh masyarakat yang hidup berdekatan dengan habitatnya dengan jumlah yang sedikit dan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan sumber makanan Platt et al. 2008, Soehartono