4. Hak ekslusi exclusion right adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh
memiliki hak akses dan bagaimana hak tersebut dialihkan ke pihak lain. 5.
Hak pengalihan alienation right adalah hak untuk menjual atau menyewakan sebagian atau seluruh hak kolekif tersebut di atas.
Terkait dengan hak kepemilikan atas sumberdaya, maka penting untuk diketahui rezim-rezim kepemilikan yaitu akses terbuka open access, negara
state property, swasta private property, dan masyarakat communal property.
Tabel 1 . Rezim Kepemilikan Atas Sumberdaya Alam di Indonesia
Rezim kepemilikan
Keterangan Akses terbuka
open access
Akses terbuka, tidak ada pengaturan tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana terjadinya persaingan
bebas. Pada rezim ini, tragedy of the commons sering terjadi. Selain itu kerusakan sumberdaya, konflik antara
pelaku, dan kesenjangan ekonomi pun mengikutinya.
Negara state
property
Hak kepemilikan berada di tingkat daerah hingga pusat dan berlaku pada sumberdaya yang menjadi hajat hidup
orang banyak. Pada rezim ini sering terjadi konflik antara pemerintah pusat dan daerah atau dengan pihak lainnya.
Swasta private
property
Hak kepemilikan lebih bersifat temporal atau dalam jangka waktu tertentu karena izin pemanfaatan yang diberikan
pemerintah. Rezim ini sangat berpotensi menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat dan terjadinya
kesenjangan ekonomi.
Komunal atau masyarakat
Rezim ini ditandai oleh hak kepemilikan yang sifatnya sudah turun temurun, lokal, dan spesifik. Peraturan yang
ada dibuat
berdasarkan pengetahuan
lokal dan
pelaksanaannya lebih efektif. Kekurangan rezim ini adalah lemahnya legitimasi secara formal dari pemerintah atas
aturan-aturan lokal yang ada.
Sumber : Satria 2009 Hak-hak di atas dikategorikan berdasarkan dimiliki atau tidaknya hak
tersebut oleh setiap pemangku kepentingan. Orang yang memiliki hak tersebut juga diklasifikasikan ke dalam lima kategori, seperti tertera pada tabel dibawah
ini:
Tabel 2 . Status Hak Kepemilikan
Hak Milik Owner
Proprietor Claimant
Authorized user
Authorized entrant
Access
x x
x
x x
Withdrawal x
x x
x
Management x
x x
Exclusion x
x
Alienation x
Sumber : Ostrom dan Schlager 1996 dikutip Satria 2009
2.1.5 Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang tinggal atau berada di wilayah pesisir, dan sebagian besar hidupnya bergantung pada kekayaan
sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir. Secara turun temurun mereka bermata pencaharian sebagai nelayan, pedagang antar pulau, dan lain-lain.
Nikijuluw 2005 menggolongkan masyarakat pesisir dalam dua tipe kelompok yaitu kelompok non-perikanan penjual jasa pariwisata, jasa transportasi, dan yang
memanfaatkan sumberdaya non hayati laut dan pesisir dan kelompok perikanan nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan, dan pedagang ikan.
Secara umum, yang menjadi pembeda masyarakat pesisir dengan masyarakat desa dan kota adalah dari aspek kondisi sosial dan ekonomi mereka
yang umumnya terbelakang Rahardjo 1996 dikutip Mustamin 2003. Penyebab dari kemiskinan masyarakat pesisir dapat dilihat dari beberapa faktor, diantaranya
adalah : 1.
Tidak adanya akses ke sumber modal, akses terhadap teknologi, dan akses terhadap pasar Dahuri 2000 dikutip Kamarijah 2003.
2. Pendapatan yang relatif rendah Rahardjo 1996 dikutip Mustamin 2003;
Satria 2002. 3.
Kurangnya kelembagaan penunjang Rahardjo 1996 dikutip Mustamin 2003.
4. Lemahnya insfrastruktur baik sosial, fisik, maupun ekonomi Rahardjo 1996
dikutip Mustamin 2003; Dahuri 2000 dikutip Kamarijah 2003.
5. Rendahnya tingkat pendidikan dan status kesehatan Rahardjo 1996 dikutip
Mustamin 2003; Dahuri 2000 dikutip Kamarijah 2003. 6.
Kebijakan pemerintah yang berorientasi pada produksi sehingga menyebabkan tangkap lebih over fishing Tindjbate 2001 dikutip Karim
2005.
Kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan ukurannya menjadi dua macam yaitu kemiskinan tetap absolute dan kemiskinan relatif. Kemiskinan tetap
absolute merupakan kemiskinan yang dilihat dari ukuran garis kemiskinan Satria 2002;
Ibrahim 2007. Garis kemiskinan pun bermacam-macam bergantung pada institusi yang mengeluarkan ukurannya, diantaranya :
1. Menurut BPS, kemiskinan dapat diukur dengan cara membandingkan total
pengeluaran penduduk per kapita per bulan terhadap garis kemiskinan yang berlaku yakni tingkat pengeluaran untuk makanan kurang dari 2100 kalori
Satria 2002; Ibrahim 2007. 2.
Selain itu, Sajogjo menggunakan ukuran pengeluaran konsumsi beras untuk mengukur kemiskinan. Menurut garis kemiskinan Sajogjo, kategorinya
berdasarkan tingkat pengeluaran setara kilogram beras perkapita pertahun adalah sebagai berikut Sajogjo dikutip Satria 2002; Sajogjo 1977 dikutip
Kamarijah 2003 : a.
Sangat miskin : untuk desa adalah 180 kg berastahun sedangkan penduduk dikota adalah 270 kg berastahun.
b. Miskin sekali : untuk daerah pedesaan setara dengan 240 kg berastahun,
sedangkan penduduk perkotaan setara dengan 360 kg berastahun. c.
Miskin : untuk pedesaan adalah 320 kg berastahun, sedangkan perkotaan setara dengan 480 kg berastahun.
Ukuran kemiskinan kedua adalah kemiskinan relatif, dimana pengukurannya dengan membandingkan satu kelompok pendapatan dengan kelompok pendapatan
lainnya Satria 2002 atau didasarkan pada pertimbangan individual untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan Raharto dan Romdiati 2002 dikutip Ibrahim
2007.