Kondisi Ekonomi GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
pencaharian sebagai nelayan menghadapi cuaca yang buruk atau yang dikenal dengan istilah mereka “angin selatan”, maka para nelayan akan berganti profesi
untuk berkebun demi menjamin kehidupan selama cuaca yang buruk terjadi. Masyarakat Kampung Saporkren rata-rata bekerja sebagai nelayan, mulai
dari anak-anak kecil hingga dewasa telah dianggap sebagai nelayan, sedangkan sebagian masyarakat bekerja sebagai petani di ladang, sebagaimana diungkapkan
oleh salah satu tokoh adat di kampung ini, PD 65 tahun bahwa :
“…disini itu semua nelayan, dari anak kecil sampe orang besar juga itu sama-sama kerjanya tangkap ikan, itu karena kami memang anak-anak
laut jadi, kalo berkebun itu hanya sampingan kalau angin kencang di laut.
”
Berdasarkan data Tahun 2010, terdapat 56 kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan dan sebanyak 41 kepala keluarga bekerja sebagai petani di
ladang.
Gambar 5 . Jenis Mata Pencaharian Penduduk Saporkren
Pada umumnya nelayan di Raja Ampat, dan khususnya di Saporkren masih menggunakan alat yang tradisional ketika menangkap ikan ataupun hasil laut
lainnya. Peralatan yang tradisional dan sangat sederhana itu hanyalah seutas tali nelon dan pancing. Alat-alat itu pun bermacam-macam bentuknya dan berbeda
dalam penggunaannya sesuai dengan jenis ikan yang akan ditangkap oleh mereka. Para nelayan melakukan aktivitasnya pada pagi hari hingga menjelang sore hari,
setelah itu akan dilanjutkan dengan melakukan penjualan di pusat pemerintahan yaitu daerah Waisai. Selain menangkap ikan disiang hari, adapula nelayan yang
58 42
Mata Pencaharian
Nelayan Petani
mencari ikan pada malam hari dengan menggunakan alat tradisional yang disebut kalawai
3
ataupun memakai sistem akar bore
4
.
4.4 Kondisi Sosial 4.4.1 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Kampung Saporkren tergolong relatif rendah karena sebagian besar penduduk yang termasuk usia kerja hanya
menempuh pendidikan hingga tingkat SD. Berdasarkan data terbaru dari balai kampung dan hasil pengumpulan data di lapangan terhadap responden, golongan
dewasa yang bekerja sebagai nelayan merupakan lulusan SD dan SMP, walaupun ada beberapa yang merupakan tamatan SMA. Sedangkan anak-anak sekolah di
Kampung Saporkren hingga Tahun 2011 tercatat anak-anak yang menempuh pendidikan di SMP sebanyak lima orang, pendidikan di SMA sebanyak tiga
orang, bangku kuliah sebanyak dua orang, dan anak-anak lainnya masih menempuh pendidikan di tingkat SD.
Rendahnya pendidikan di kampung ini disebabkan oleh dua faktor utama, pertama karena ketidakmampuan orangtua dari segi ekonomi untuk
menyekolahkan hingga jenjang pendidikan yang tinggi. Kedua adalah minimnya fasilitas pendidikan di zaman dahulu yang kemudian menyebabkan para guru
tidak optimal dalam melaksanakan proses belajar mengajar dan juga minimnya tenaga kerja yaitu guru. Hingga kini, kampung ini hanya memiliki satu gedung
Sekolah Dasar SD dan satu gedung pendidikan Anak Usia Dini PAUD sebagai fasilitas anak-anak Kampung Saporkren untuk menuntut ilmu. Gedung PAUD
baru saja didirikan dengan bantuan dana dari pemerintah yaitu dana bantuan PNPM, dan sebagian perlengkapan Sekolah Dasar SD juga diperlengkapi
dengan dana tersebut. Sedangkan anak-anak Kampung Saporkren yang menuntut ilmu hingga tingkat SMP dan SMA harus keluar kampung dan menuntut ilmu di
Distrik atau di ibukota Kabupaten yaitu Waisai dengan waktu tempuh dua jam menggunakan perahu tradisional.
3
Jenis alat tangkap yang berbentuk seperti tombak panjang dengan ujung runcing dan sering digunakan saat menangkap di malam hari
4
Cara tangkap nelayan dengan menggunakan akar tanaman beracun