Proses Pembentukan Daerah Perlindungan Laut DPL

hal yang dilarang dan diperbolehkan dalam zona yang ditetapkan, sanksi dan kewajiban pengelola, serta rancangan peraturan desa. 4. Persetujuan aturan Ketika masyarakat dan pihak yang berkepentingan telah bersepakat untuk membentuk DPL maka selanjutnya adalah membuat persetujuan aturan yang telah didiskusikan. Aturan desa tentang DPL-BM ditetapkan secara formal melalui peraturan desa yang didukung mayoritas masyarakat setempat, ditandatangani oleh pemerintah desa dan lembaga-lembaga perwakilan di desa dan diteruskan kepada Kepala Kecamatan dan Bupati . 5. Pelaksanaan dan pemantauan Langkah terakhir yang dilakukan adalah pemasangan tanda batas permanen; pemasangan papan peraturan dan informasi; peresmian DPL; patroli dan pemantauan secara rutin; pelaksanaan dan penegakan peraturan DPL; serta evaluasi. Secara umum, konsep yang diterapkan oleh Coremap dalam proses pembentukan DPL-BM adalah mengikuti siklus pengelolaan sumberdaya pesisir, mulai dari identifikasi isu, persiapan perencanaan, pendanaan dan adopsi formal, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Sumber : DKP Raja Ampat 2009 Gambar 2. Siklus Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

2.1.2.4 Penentuan Lokasi dan Ukuran DPL

Adapun beberapa syarat penentuan lokasi dan ukuran Daerah Perlindungan Laut yang digunakan oleh Coremap II Kabupaten Raja Ampat, antara lain adalah Coremap II 2008: 1. Kondisi tutupan karang hidup karang keras dan lunak dalam kondisi yang baik tutupan karang di atas 50 persen 2. Kepadatan ikan dan keanekaragaman organisme laut lainnya cukup tinggi 3. Merupakan terumbu karang “sumber” source reef 4. Mencakup 10 persen-20 persen dari keseluruhan habitat terumbu karang yang ada di wilayah suatu desa 5. Habitat terumbu karang yang mencakup rataan dan kemiringan karang dan secara ideal memiliki lamun dan habitat mangrove tetapi tidak harus selalu memiliki lamun dan mangrove 6. Suatu kawasan yang diketahui merupakan tempat ikan bertelur 7. Lokasinya masih berada dalam jangkauan penglihatan masyarakat sehingga mudah diamati dan memudahkan pemantauan serta penerapan aturan yang berlaku

2.1.3 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Masyarakat

Melimpahnya sumberdaya alam pesisir dan laut yang dimiliki Indonesia tentunya memerlukan strategi pengelolaan yang dapat secara efektif meningkatkan kuantitas di segala bidang, baik ekonomi masyarakat maupun konservasi dan kelestarian sumberdaya alam. Upaya tersebut dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa pendekatan dari atas top down yang menempatkan pemerintah sebagai pemegang peran utama, terbukti tidak efektif. Menurut Perez 1995 seperti dikutip oleh Saad 2003, proses pengelolaan tersebut mengakibatkan hilangnya sistem masyarakat dan tata nilai yang sudah berlaku secara turun temurun. Hal tersebut mendorong para ahli untuk merekomendasikan pengembangan pengelolaan bersama atau pengelolaan perikanan berbasis masyarakat community based fisheries management. Saad 2003 mendefinisikan pengelolaan perikanan berbasis masyarakat sebagai pembagian tanggung jawab dan otoritas antara pemerintah setempat dan sumberdaya setempat local community untuk mengelola sumberdaya perikanan. Secara formal dan informal, pengelolaan model ini diwujudkan dalam bentuk penyerahan hak milik property rights atas sumberdaya perikanan kepada masyarakat. Selain itu menurut Ruddle 1999 seperti dikutip oleh Ruddle dan Satria 2010, unsur-unsur pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat antara lain : 1. Territorial Boundary batasan wilayah 2. Rules peraturan 3. Authority kewenangan 4. Monitoring pengawasan 5. Sanctions sanksi

2.1.4 Hak Kepemilikan

Ketika berbicara pemanfaatan dan pengelolaan suatu kawasan konservasi ataupun sumberdaya alam secara umum, maka tidak terlepas dari konteks hak kepemilikan para pengguna terhadap sumberdaya alam yang akan dimanfaatkan. Dengan adanya kejelasan akan hak milik seseorang maka akan menentukan dan membatasi sejauh mana ia dapat mengambil dan mengelola sumberdaya dan juga dapat menjauhi terjadinya konflik kepentingan atas sumberdaya alam yang menjadi objek. Hak-hak tersebut akan menentukan status kepemilikan seseorang atau kelompok atas sumberdaya. Menurut Ostrom dan Schlager yang dikutip Satria 2009, terdapat lima tipe hak-hak dalam pengelolaan sumberdaya alam, yaitu: 1. Hak akses access right adalah hak untuk memasuki wilayah sumberdaya yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non ekstraktif. 2. Hak pemanfaatan withdrawal right adalah hak untuk memanfaatkan sumberdaya. 3. Hak pengelolaan management right adalah hak untuk turut serta dalam pengelolaan sumberdaya.