Analisis Stakeholder DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI SOSIAL NELAYAN

BAB VI DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI SOSIAL NELAYAN

6.1 Analisis Stakeholder

Pengelolaan kawasan konservasi baik laut maupun darat tidak terlepas dari konteks hak kepemilikan atau hak pengelolaan para pihak yang berkepentingan stakeholders. Masing-masing pihak memiliki peranan dan kepentingan yang berbeda, dan perbedaan itu memungkinkan terjadinya konflik ketika tidak adanya kejelasan akan wilayah yang menjadi bagiannya. Oleh karena itu, dalam proses pengelolaan diperlukan kejelasan akan hak milik yang akan menentukan dan membatasi sejauh mana pihak tersebut dapat berperan dalam proses pengelolaan. Daerah Perlindungan Laut yang dibentuk melibatkan banyak pihak dalam proses perencanaan, pengelolaan, hingga evaluasi, dan masing-masing pihak memiliki tugas dan dan tanggung jawab yang berbeda. Adapun pihak-pihak yang terlibat antara lain, pemerintah pusat, pemeritah daerah, Coremap II, dan masyarakat. Hal terpenting yang diharapkan dari semua stakeholder adalah kerjasama yang dapat menjamin pengelolaan yang berkelanjutan.

6.1.1 Pemerintah Daerah

Peran pemerintah daerah dalam proses pembentukan dan pengelolaan Daerah Perlindungan Laut DPL adalah menetapkan peraturan daerah terkait kawasan konservasi laut dalam hal ini adalah KKLD. Pelaku-pelaku dari pihak Pemda Kabupaten Raja Ampat meliputi, Bupati, Bappeda, DKP, Dinas Pendidikan dan Pengajaran, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kepala Bagian Hukum, Kepala Distrik Waigeo Selatan dan Barat, Kepala Distrik Meos Mansar, dan Kepala Distrik Selat Sagawin. Namun secara keseluruhan tugas dan tanggung jawab dari Pemerintah Daerah tentang kawasan perairan dan khususnya konservasi laut diberikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Kabupaten Raja Ampat. DKP memiliki kewenangan untuk mengatur KKLD yang berada di Kabupaten Raja Ampat dan bersama Coremap II bekerjasama dalam pengelolaan setiap DPL. DKP juga setiap tahun membuat anggaran bagi kawasan-kawasan konservasi laut yang ada di Raja Ampat baik dana pelaksanaan dan dana bantuan bagi masyarakat lokal sekitar kawasan konservasi. Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam bentuk bantuan teknis pendanaan dan persetujuan aturan-aturan pengelolaan DPL yang telah telah disepakati bersama masyarakat, misalnya surat persetujuan pengelolaan DPL atau sering disebut Perkam DPL.

6.1.2 Coremap

Coral reef rehabilitation and management program program pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang adalah perpanjangan tangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat. Adapun tahapan Coremap di Raja Ampat terbagi dalam tiga tahap yaitu, tahap pertama disebut tahap inisiasi 1998-2003, tahap kedua, akselerasi 2004-2009, dan tahap ketiga pelembagaan 2010-2015. Saat ini Coremap tahap II yang menjadi penanggung jawab di Kabupaten Raja Ampat. Coremap II terbentuk di Raja Ampat sejak Tahun 2005 dengan alasan dibutuhkan suatu program yang dianggap dapat melindungi sumberdaya laut yang dimiliki Raja Ampat dari berbagai upaya yang dapat merusak. Visi dari Coremap II adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat dan kesehatan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat. Gambar 11 . Penangggung Jawab Pengelolaan DPL Raja Ampat Tingkat Kabupaten Tingkat Distrik Tingkat Kampung Tingkat Kampung SETO Motivator Kampung POKMASWAS LPSTK COREMAP II DKP Lembaga Coremap sebagai perpanjangan tangan dari DKP memiliki tanggung jawab untuk mengatur setiap DPL-DPL yang berada di Kabupaten Raja Ampat. Kegiatan yang telah dilakukan adalah melakukan Sosialisasi-Sosialisasi ke semua kampung yang menjadi target dari program DPL, melakukan kegiatan pendidikan lingkungan hidup, pengawasan melalui LPSTK yang berada di kampung-kampung DKP, melakukan monitoring terumbu karang di DPL, pemantauan hasil tangkapan nelayan setiap bulan, membangun pondok informasi di setiap kampung yang memiliki DPL, dan memberi dana bantuan bagi pembangunan sarana dan prasarana kampung. Coremap II Raja Ampat juga membagi tugas dan tanggung jawabnya kebeberapa pihak baik di distrik maupun kampung. Penanggung jawab di tingkat distrik disebut SETO yang bertugas mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di beberapa kampung. Masing-masing distrik memiliki satu atau dua SETO, misalnya Distrik Waigeo Selatan yang terdiri dari beberapa kampung termasuk Kampung Saporkren dipercayakan pada satu orang sebagai pihak yang bertanggung jawab nantinya kepada Coremap. SETO yang hanya terdiri dari satu atau dua orang saja menyebabkan mereka tidak setiap saat berada di kampung karena tugasnya adalah mengelilingi setiap kampung untuk melihat perkembangan pengelolaan DPL. Oleh karena itu, penanggung jawab di tingkat kampung diserahkan kepada MD atau MK Motivator DesaKampung. MD atau MK ini dibentuk oleh masyarakat sendiri, berada dibawah pengawasan SETO, dan bertugas sebagai fasilitator masyarakat khususnya terkait dengan program DPL. MD akan menjadi pemandu masyarakat dalam mengikuti atau melaksanakan tahapan pengelolaan berbasis masyarakat di kampung. Selain itu, dibentuk pula LPSTK dan Pokmaswas sebagai lembaga pengelola DPL di lapangan. Pada Kampung Saporkren, motivator kampungnya terdiri dari empat orang, sedangkan LPSTK dan Pokmaswas digabung menjadi satu kesatuan dan dipercayakan pada lima orang sebagai pengelola di lapangan. Sistem pengelolaan di lapangan adalah masyarakat secara bersama memiliki hak untuk menjaga dan melarang siapapun yang hendak melakukan aktivitas di lokasi DPL, sedangkan LPSTK dan Pokmaswas adalah penanggung jawab di DPL, dimana mereka akan melakukan patroli dan akan selalu akan memberikan laporan kepada MDMK sebagai fasilitator di masyarakat. Laporan tersebut nantinya akan dilanjutkan kepada SETO dan disampaikan pada Coremap II sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab penuh kepada DKP. Dewan Pemberdayaan masyarakat Pesisir atau Coastal Community Empowerment Board CCEB terdiri dari beberapa instansi terkait dan perwakilan pemangku kepentingan seperti masyarakat, LSM yang diwakili secara berimbang, dan dibentuk oleh Bupati sebagai upaya untuk melakukan pembinaan pengembangan peran serta masyarakat. Gambar 13, adalah gambar struktur kelembagaan Coremap di suatu daerah. Sumber : DKP Raja Ampat 2009 Gambar 13 . Struktur Kelembagaan Coremap Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Monitoring, Controling, and Surveillance MCS Bupati Pengelolaan Berbasis Masyarakat PBM Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Pemda, Bappeda, Dinas KP, KSDA, LSM, Adat dan pihak terkait lainnya Project Management Unit PMU Public Awareness PA Pengelolaan Kawasan Konservasi MCA Coral Reef Information And Training Center CRITC Kampung SETO Fasilitator Masyarakat Motivator Desa Bupati memiliki posisi tertinggi sebagai ketua atau pemilik tanggung jawab penuh dalam program pemberdayaan masyarakat pesisir, dan pembagian selanjutnya diberikan kepada dinas-dinas yang terkait seperti DKP Kabupaten, Bappeda, KSDA, LSM, dan adat. Unit ini bertugas untuk melaksanakan sistem kegiatan Coremap II secara teknis sesuai dengan komponen dan sub komponen yang telah ditetapkan. Tanggung jawab kemudian diberikan kepada PMU atau PMU Coremap II yang bertanggung jawab terhadap program-program unit antara lain, CRITC, PBM, MCS, PS, dan MCA. Apabila program tersebut sampai hingga ke kampung maka diberikan tanggung jawab lagi kepada Motivator Desa dan dalam pengawasannya diserahkan pada SETO sebagai fasilitator masyarakat di lapangan Coremap II Raja Ampat 2009.

6.1.3 Masyarakat

Fokus utama dari pembentukan Daerah Perlindungan Laut yang membedakan dengan kawasan konservasi lainnya adalah pengelolaan secara penuh oleh masyarakat. Daerah Perlindungan Laut merupakan daerah laut dimana masyarakat lokal sebagai pemilik utama oleh karena itu masyarakat bertanggung jawab sebagai pengelola utama DPL-BM. Pengaturan, pembatasan, dan larangan yang berlaku di DPL ditetapkan oleh masyarakat dan pemerintah setempat dalam bentuk peraturan kampung. Intinya adalah dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Tujuan dari penyerahan tanggung jawab sepenuhnya pada masyarakat adalah karena laut merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir, dan masyarakatlah yang paling memahami kondisi laut jadi lebih mudah dalam proses penjagaannya. Selain itu, pemberian tanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat adalah untuk mendidik masyarakat dalam hal perlindungan sumberdaya laut sehingga dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kewajiban masyarakat. Masyarakat bertanggung jawab dalam menentukan lokasi DPL, luasan DPL, tujuan pengelolaan, mengelola, dan membuat peraturan- peraturan DPL atau disebut dengan peraturan kampung Perkam. Secara umum, peran masing-masing stakeholders yang terlibat dalam proses pengelolaan DPL Yenmangkwan Kampung Saporkren ditunjukkan pada tabel berikut : Tabel 13 . Peranan Stakeholders DPL Yenmangkwan Kampung Saporkren No. Stakeholders Peran

1. Bupati Kab. Raja Ampat

Penanggung jawab KKLD dan DPL, Mengesahkan setiap peraturan terkait kawasan konservasi di Kab. Raja Ampat termasuk DPL 1. Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Kab. Raja Ampat Pengelola dan penanggung jawab Coremap II Kab. Raja Ampat

2. PMU Coremap II Raja

Ampat - Menyusun rencana tahunan - Mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan Coremap II di kabupaten - Memonitor dan mengevaluasi kegiatan di masing-masing kampung dan melaporkan pada DKP - Melaksanakan kegiatan penelitian terumbu karang dan pelatihan LH - Melaksanakan kegiatan penguatan SDM dan kelembagaan pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat, penyadaran masyarakat, pengelolaan kawasan DPL dan monitoring, control, and surveillance MCS 3. Pemerintah kampung - Mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam program pengelolaan terumbu karang di kampung sejak perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi - Mengangkat MD dan Pokmaswas sesuai hasil musyawarah dan kesepakatan bersama - Mengesahkan Perkam yang terkait dengan pembentukan DPL

4. LPSTK

- Membantu penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang RPTK - Membantu melakukan identifikasi seluruh potensi yang ada di kampung - Mengelola pondok informasi masyarakat

5. Pokmaswas

- Melakukan patroli secara teratur di DPL - Mengamati, mencatat, dan melaporkan pelanggaran yang terjadi di DPL kepada MD - Melakukan perawatan berbagai peralatan patroli dan tanda batas DPL

6. SETO Fasilitator senior

- Menjalankan fungsi manajerial pengelolaan DPL di setiap kampung. - Mengarahkan, mendukung, dan membantu kelancaran pelaksanaan seluruh kegiatan. 7. MDMK Motivator desamotivator kampung - Memandu masyarakat dalam melaksanakan tahapan pengelolaan DPL-BM di kampung - Menjadi penanggung jawab di tingkat kampung dan akan memberikan laporan kepada SETO terkait pengelolaan DPL 8. Masyarakat Menentukan lokasi DPL, luas DPL, membuat Perkam, dan mengelola serta menjaga DPL berdasarkan Perkam Tabel 13 menunjukkan peran dari semua pihak yang terlibat dalam proses pengelolaan Daerah Perlindungan Laut di Kampung Saporkren. Aktor-aktor yang terlibat meliputi Pemerintah Daerah Bupati dan DKP, PMU Coremap II, Pemerintah Kampung Saporkren, LPSTK, Pokmaswas, SETO, MK, dan Masyarakat.

6.2 Sikap Masyarakat Terhadap Penetapan DPL