BAB VII DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI EKONOMI
NELAYAN
7.1 Pola Produksi Nelayan 7.1.1 Armada dan Peralatan Tangkap
Armada yang digunakan oleh masyarakat Kampung Saporkren untuk kegiatan penangkapan ikan hingga saat ini adalah berupa perahu tradisional yang
disebut perahu katingting, perahu dayung, dan perahu bermesin jhonson dengan
kekuatan lebih dari 15 PK .
Antara ketiga jenis perahu tersebut, perahu katingting adalah perahu yang paling banyak dimiliki oleh nelayan, kemudian diikuti oleh
perahu dayung, dan perahu bermesin jhonson. Perahu katingting adalah perahu semang penyeimbang yang terbuat dari kayu yang menggunakan mesin tempel
berkekuatan kurang dari 15 PK dengan bahan bakar bensin. Perahu jhonson adalah perahu yang menggunakan mesin berkekuatan lebih dari
15 PK dan
memiliki panjang badan dua kali panjang dari pada perahu katingting. Rata-rata penggunaan bahan bakar bensin yang digunakan oleh para nelayan dalam satu
kali melaut mencari tangkapan yaitu lima liter bensin perhari, termasuk juga penggunaan untuk menjual hasil tangkapan di Waisai.
Tabel 16. Jumlah Armada Responden menurut Jenis Perahu dan Status
Jenis Perahu Jumlah Unit
Status
Perahu Dayung 11
Milik sendiri Perahu Katingting
28 Milik sendiri
Perahu Jhonson -
-
Total 39
Tabel 16 menunjukkan jenis dan jumlah perahu yang dimiliki oleh nelayan yang menjadi responden penelitian. Sebanyak 11 responden adalah nelayan yang
melaut dengan menggunakan perahu dayung, sebanyak 28 orang menggunakan perahu katingting, sedangkan yang menggunakan perahu jhonson tidak ada.
Peralatan tangkap yang digunakan oleh nelayan Saporkren umumnya berupa pancing atau nilon dan kalawai atau tombak. Alat pancing nilon adalah alat
pancing yang menggunakan nilon atau senar dengan nomor 10, 15, 20, 25, dan 30. Senar atau nilon tersebut akan dikaitkan pada gulungan yang berbeda-beda
ukurannya. Pancing nilon terdiri dari beberapa tipe, diantaranya adalah, nilon tonda, nilon dasar, nilon pompa, dan masing-masing menggunakan jenis nilon
atau tali senar yang berbeda. Alat pancing lainnya yang biasa digunakan adalah kalawai atau tombak. Alat pancing ini berbentuk kayu sepanjang dua meter dan
memiliki ujung yang tajam berbentuk pisau. Kalawai biasanya digunakan oleh para nelayan jika melaut di malam hari dengan menggunakan perahu berlampu.
Penggunaan jaring di Kampung Saporkren merupakan hal yang sangat dilarang untuk digunakan, karena penggunaan jaring saat menangkap ikan dianggap akan
merusak terumbu karang dan ikan-ikan kecil akan ikut terambil.
Tabel 17. Jenis Alat Tangkap dan Jenis Tangkapan Nelayan Saporkren
Jenis alat tangkap Jenis tangkapan
Pancing Nilon Nilon tonda
Ikan Tenggiri, ikan Cakalang
Nilon dasar
Nilon Pompa Ikan Mubara, ikan
Geropah, ikan Gutila, ikan Merah
Ikan Mubara, ikan Oci Kalawai
Ikan apa saja tetapi pada malam hari
Alat pancing nilon tonda sering digunakan untuk menangkap ikan Tenggiri dan ikan Cakalang, nilon dasar untuk jenis ikan Bubara, ikan Geropah, ikan
Gutila, dan ikan Merah, sedangkan kalawai digunakan untuk jenis ikan apa saja tetapi digunakan hanya pada malam hari dengan menggunakan perahu berlampu
petromax Balobe
7
.
7
teknik menangkap ikan pada malam hari dengan menggunakan perahu berlampu
7.1.2 Musim Penangkapan Ikan
Pemanfaatan wilayah laut sebagai penghasil sumberdaya perikanan tangkap tidak hanya membutuhkan kemampuan nelayan serta armada yang digunakan
untuk memperoleh tangkapan, tetapi juga membutuhkan pertimbangan faktor cuaca dan iklim untuk melaut. Pada suatu komunitas nelayan biasanya terdapat
musim penangkapan ikan yang ditetapkan sendiri oleh para nelayan tersebut dengan menyesuaikan kondisi cuaca ataupun iklim serta keberadaan ikan-ikan di
wilayah penangkapan mereka. Faktor-faktor iklim tersebut yang selama ini mempengaruhi kegiatan melaut para nelayan Saporkren adalah musim hujan,
musim kemarau, angin kencang selatan, angin teduh barat, dan tingginya gelombang.
Nelayan Saporkren mengenal tiga musim yang berlaku yaitu musim gelombang kuat atau angin selatan, musim gelombang teduh atau angin barat dan
musim pancaroba yaitu peralihan musim selatan dan musim barat. Jika musim gelombang kuat terjadi, nelayan biasanya mengurangi waktu melaut, dan
mengganti profesi dengan berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi ada juga nelayan yang memberanikan diri untuk melaut, dan keberanian ini
didorong oleh keinginan mengejar pendapatan nelayan. Apabila musim angin barat atau laut teduh maka hasil tangkapan nelayan akan melimpah dan jika
musim pancaroba, menurut nelayan kondisi laut tidak dapat dipastikan, adakalanya laut teduh namun tiba-tiba laut bergelombang kuat.
Tabel 18. Kalender Musim Tangkap Nelayan Saporkren
No. Jenis
musim Bulan
Lokasi Penangkapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1.
Musim gelombang
lemah Barat
Tanjung Pisang dan
sekitar kampung
2. Musim
pancaroba Daerah sekitar
kampung 3.
Musim gelombang
kuat Selatan
Wilayah sekitar
kampung dan Pulau Uray
Saat musim gelombang lemah atau angin barat terjadi, nelayan dapat menangkap dengan lebih mudah hingga menempuh jarak yang jauh dari
perkampungan, seperti Tanjung Pisang, tetapi juga menangkap ikan di sekitar perkampungan. Pada musim gelombang kuat atau angin selatan, masyarakat
merasa kesulitan untuk melakukan penangkapan ikan karena kencangnya angin, sehingga nelayan tidak berani menangkap ikan hingga pada jarak yang jauh dan
sebagai pilihan alternatif lainnya adalah Pulau Uray. Cuaca yang buruk juga mendorong sebagian nelayan beralih profesi untuk berkebun. Namun saat ini
penentuan musim berdasarkan hitungan bulan sulit untuk diprediksi. Memburuknya kondisi alam saat ini juga berpengaruh pada arah angin laut yang
menjadi dasar penentuan musim tersebut. Saat ini arah angin ke utara ataupun ke selatan dapat berubah-ubah hanya dalam hitungan hari. Sama halnya ketika
melakukan penelitian cuaca tidak menentu, misalnya pada hari senin udara sangat baik untuk melaut tetapi keesokan harinya angin yang sangat kencang datang dan
membuat nelayan sulit untuk melaut dan masyarakat pun tidak bisa melakukan kegiatan di mana-mana. Hal inilah yang membuat nelayan mengalami kesulitan
dalam memprediksi kondisi laut, bahkan berdasarkan hasil wawancara salah satu responden SM 56 tahun menyatakan:
“…sekarang kami susah jawab kalau ditanya musim ikan melimpah dan musim angin kencang, karena kondisi dulu sangat berbeda dengan kondisi
musim sekarang. Kami jadi dibuat bingung, dan susah untuk memperkirakan jenis ikan yang melimpah dibandingkan masa dulu.
”
7.1.3 Lokasi Penangkapan Nelayan
Areal penangkapan ikan dan sumberdaya perairan lainnya di Kabupaten Raja Ampat pada umumnya adalah di pesisir dan daerah teluk. Bagi nelayan
Saporkren pada umumnya melakukan kegiatan penangkapan hanya di perairan sekitar tempat tinggal mereka, tetapi jika angin kencang terjadi maka nelayan
dapat menempuh hingga jarak yang lebih jauh hingga Pulau Uray. Kegiatan penangkapan nelayan Saporkren dilakukan 5-6 hari dalam satu
minggu, dan dengan lama waktu menangkap adalah 6-8 jam per hari. Aktivitas nelayan selain menangkap ikan adalah menjualkan hasil tangkapan mereka ke
daerah pemerintahan Kab. Raja Ampat yaitu Waisai. Terkait dengan aktivitas menjual hasil tangkapan, peran istri sangat berpengaruh.
7.1.4 Jenis-jenis Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan nelayan Saporkren terdiri dari beragam jenis ikan, yaitu ikan Cakalang, ikan Merah, ikan Bubara, ikan Gutila, ikan Tenggiri, ikan Oci, dan
ikan Geropah. Ikan hasil tangkapan nelayan sebagian besar untuk dijual, dan sebagian kecilnya untuk dikonsumsi. Beberapa jenis ikan tertentu atau ikan
bernilai ekonomis akan dijual dengan sistem pertali kisaran satu kg dan per ekor, sedangkan untuk ikan tertentu seperti ikan Puri, Oci atau ikan Kembung akan
dikonsumsi. Adapun kisaran harga jual untuk jenis ikan hasil tangkapan nelayan seperti tabel 19.
Tabel 19 . Harga Jual Ikan menurut Jenisnya
No. Jenis Ikan
Harga Jual Per ekor Rp
Per tali Rp Kecil
Sedang Besar
1. Gutila
- 30.000
50.000 20.000
2. Geropah
- 30.000
50.000 20.000
3. Tenggiri
- 40.000-50.0000
70.000 -
4. Cakalang
20.000 30.000
50.000 -
5. Ikan Merah
20.000 40.000
60.000 -
6. Bubara
- 20.000
40.000 20.000
Tabel 19 menunjukkan harga jual ikan yang berlaku di Kampung Saporkren berdasarkan jenis ikan yang didapatkan. Sistem penjualan yang berlaku di
Kampung Saporkren adalah sistem penjualan per tali dan per ekor. Harga tersebut sudah merupakan harga baku yang digunakan oleh para nelayan Saporkren. Para
nelayan Saporkren tidak mengenal sistem jual perkilo. Besar atau kecilnya ukuran ikan yang didapatkan hanya diperkirakan saja.
Jenis ikan Tenggiri, ikan Cakalang, dan ikan Merah biasanya dijual per ekor dan penentuan harga jual disesuaikan dengan ukuran ikan tersebut. Untuk jenis
ikan Gutila, Bubara, dan Geropah biasanya di jual pertali dengan kisaran satu tali
3-5 ekor, jika ketiga jenis ikan tersebut memiliki ukuran yang besar maka akan dijual per ekor, tetapi pada umumnya kebanyakan dijual per tali karena ukuran
besar sulit didapatkan. Selain ikan, hasil tangkapan lainnya adalah udang dan cumi-cumi atau
sotong. Harga jual udang lobster yang berlaku adalah Rp. 150.000 per tali sedangkan cumi-cumi ataupun sotong akan dijual dengan harga Rp. 20.000 per
tali dengan jumlah empat cumi. Udang yang umumnya tertangkap adalah jenis lobster Ponulirus sp., kemudian akan ditampung dalam satu keranjang khusus
dengan istilah lokal akan ditabung. Seperti yang dinyatakan oleh salah satu anggota LPSTK yang juga merangkap nelayan, OS43 Tahun:
“…sa sering tangkap lobster, tapi nanti ditampung dulu baru sampai banyak baru saya jual supaya untungnya lebih besar
.”
7.2 Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk