Model Lewis Model-Model Pertumbuhan Ekonomi

18 demikian investasi berhenti. Kondisi ini kemudian disebutkannya sebagai keadaan stationer stationary state, di mana garis konsumsi subsisten dan garis output berpotongan. Ekonomi klasik menganggap bahwa sekalipun kemajuan teknologi berlangsung, perekonomian akan tetap mencapai keadaan stasioner stationary state . Dengan asumsi itu, model Ricardian mempunyai implikasi bahwa dalam jangka panjang, konsumsi per kapita tenaga kerja akan kembali pada tingkat yang subsisten. Ketika permintaan untuk makanan naik bersama populasi, harga pangan akan naik secara relatif untuk harga barang-barang pabrik. Dan karena upah subsisten harus dibelanjakan makanan, laba pabrikasi akan ditekan sampai investasi berhenti. Salah satu kemungkinan untuk keluar dari stagnasi klasik adalah jika pangan dapat diimport pada suatu harga tertentu, sehingga sektor industri dapat berkembang secara esensial. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa, pada hakekatnya, aplikasi model Ricardian hanya untuk perekonomian tertutup, atau bahkan lebih baik, perekonomian besar di mana pengaruh dunia dipastikan kecil. Cara penting lainnya untuk melepaskan tingkat subsistensi dari keadaan stationary adalah menumbuhkan produktivitas pertanian secara terus menerus pada suatu tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dari pertumbuhan populasi. Menurut Kasliwal 1995 bahwa model ini menuai banyak kritik dari banyak ahli, terutama pada asumsi Malthusian, bahwa populasi tumbuh secara endogen dengan output. Populasi tidak secara otomatis tumbuh sebagai konsekwensi dari pertumbuhan pendapatan. Selain itu dianggap mengabaikan pengaruh teknologi, karena menganggap bahwa kemajuan seperti itu tidak bisa melebihi langkah perluasan populasi pada jangka panjang.

2.2.2. Model Lewis

Menurut Kasliwal 1995 model Lewis tentang surplus tenaga kerja dikenal sejak tahun 1950an, dan dipandang memberikan kontribusi penting dalam pengembangan teori ekonomi pembangunan, terutama karena elaborasinya mengenai ekonomi dua sektor dual economy yang terdiri 1 sektor tradisional dan 2 sektor modern. Lewis membuat asumsi bahwa lahan yang terbatas 19 menyebabkan produk marjinal tenaga kerja pertanian menurun. Tetapi membuang asumsi Malthusian bahwa populasi akan tumbuh secara endogen. Model Lewis 1954 percaya bahwa sebagian besar negara-negara berkembang memiliki banyak tenaga kerja yang setengah menganggur underemployed dengan tingkat upah sekedar cukup untuk hidup subsisten. Tenaga kerja tersebut dapat di tempatkan untuk bekerja dalam suatu sektor baru yang dinamis untuk menghasilkan pertumbuhan. Lewis mencatat bahwa sektor pertanian mempunyai banyak surplus tenaga kerja seperti itu. Ketika pekerja marginal ditransfer dari pertanian ke sektor industri yang lebih produktif, output agregat mengalami loncatan peningkatan. Beberapa implikasi dalam Model Lewis dapat dilihat di Gambar 4. Gambar ini dibangun dengan memutar balik kurva tenaga kerja pertanian dan memasang di sisi sebelah kanan kurva sektor industri. Kita dapat lihat bagaimana tenaga kerja dipekerjakan di industri L 1 , dan tenaga kerja pertanian L A menambahkan sampai kepada total angkatan kerja. Ketika industri berkembang, upah tetap konstan sampai semua surplus tenaga kerja diserap; baru setelah itu upah mulai naik secara keseluruhan. Model itu menyiratkan adanya akumulasi modal yang terus menerus, paling tidak sampai surplus tenaga kerja dihabiskan. Sepanjang tingkat upah tetap rendah, ratio modaltenaga kerja yang digunakan di dalam industri juga tetap konstant. Jadi tingkat pengembalian rate of return atas modal tetap tinggi, Sumber : Kasliwal, 1995 Gambar 4. Model Lewis 20 dengan demikian memberi harapan investasi terus berlanjut. Implikasi kebijakan yang cukup kuat dari Model Lewis adalah : 1 Sektor industri harus di dorong khusus, mungkin merangsang ketertarikan kapitalis asing yang ingin menginvestasikan modalnya karena adanya tingkat upah yang rendah. Sebagai alternative pemerintah dapat melakukan intervensi untuk merangsang stimulate industri domestic yang pada awalnya dilindungi dari kompetisi import. Dengan kata lain, industri dapat dimulai dengan industri substitusi impor import-substituting- industrialization . 2 Tabungan yang tersedia untuk investasi bagi para pemodal capitalists, harus di dorong khusus. Rangsangan yang penting adalah menjamin suatu tingkat keuntungan industri yang lebih tinggi dengan memastikan bahwa upah tentu saja tetap rendah, sampai pada akhirnya semua surplus tenaga kerja dihabiskan. Pada garis besarnya hal ini dilakukan dengan perpajakan atau harga pangan yang murah dan mengalihaknnya ke industri. 3 Tingkat pertumbuhan populasi dan pertumbuhan angkatan kerja harus dikendalikan agar lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja employment yang diciptakan oleh perluasan industri. Jika tenaga kerja labor tumbuh lebih cepat dari penyerapan potensi nya ke dalam industri, penentuan titik peningkatan upah atau pengurangan pengangguran tidak pernah dicapai. Model Lewis dikritik karena berbagai kegagalan dalam pengalaman pembangunan di Negara berkembang. Kenyataannya upah industri terus meningkat bahkan sebelum banyak surplus tenaga kerja pedesaan diserap. Sementara penciptaan lapangan kerja industri mengecewakan, tenaga kerja migrasi dari pedesaan ke wilayah perkotaan terus berlanjut. Urbanisasi yang berlebihan ini telah mendorong suatu permasalah baru di Negara berkembang. Suatu kritik yang lebih serius diarahkan pada model ini adalah implikasinya yang bias terhadap pertanian dan lebih menyokong industri. Kebijakan yang bias seperti itu kelihatannya telah menekan pertumbuhan perekonomiana secara keseluruhan di banyak Negara berkembang. Model Lewis, juga mengabaikan kemungkinan 21 kemajuan teknologi dalam pertanian. Lewis tidak membayankan kesuksen yang spektakuler seperti kesuksean Revolusi Hijau. Revolusi Hijau yang tak diduga di sekitar 1970an telah meningkatkan produktivitas marjinal tenaga kerja pertanian seperti ditunjukkan pada Gambar-5. Peningkatan tingkat upah ini secara independent dari aktivitas industri. Teknologi baru secara efektif mengurangi kendala lahan yang terbatas. Model Lewis telah mendorong suatu sikap yang pengabaian pertanian yang ramah benign. Bahkan yang lebih buruk adalah mendorong kebijakan yang bias terhadap pertanian dengan mendorong perpajakan dari sektor ini dan terus mentransfer ke sektor industri. Pelajaran baru dari revolusi hijau adalah bahwa pembangunan pertanian itu tidak bisa diabaikan. Keadaan pertanian yang tangguh nampaknya menjadi suatu prasyarat penting untuk pembangunan industri. Secara historis pertumbuhan industri menunjukkan bahwa setelah dua generasi dari pembangunan sektor ini belum secara signifikan menghabiskan surplus tenaga kerja yang tersedia di Negara berkembang. Penduduk yang bermigrasi ke kota seperti disiratkan oleh model Lewis, tetapi tidak semua tertampung pada pekerjaan industri di sana. Tingkat penyerapan tenaga kerja dalam aktivitas produksi lain tidak memadai bagi tenaga kerja yang dilepas dari pertanian. Penyebab utamanya mungkin dari penggunaan metode teknologi yang hemat tenaga kerja labor saving karena berbagai alasan. Seperti pemerintah Gambar 5. Model Lewis Dinamis Sumber : Kasliwal, 1995 22 yang bertujuan untuk mendorong industri, mereka sering melebih- lebihkan insentif untuk investasi. Modal yang dibuat jadi murah artificially-cheapened telah merangsan perusahaan untuk menggunakan teknik padat modal yang berlebihan. Lebih dari itu, industri tergantung pada teknologi import dari negara maju yang pada umumnya hemat tenaga kerja dan tidak sesuai bagi negara berkembang dengan surplus tenaga kerja. Selain itu Model Lewis dianggap dapat memperburuk distribusi pendapatan yang saat ini semakin dipandang sebagai suatu masalah serius untuk pembangunan di negara berkembang. Model Lewis mengasumsikan bahwa upah industri akan dan perlu tetap sedikit lebih tinggi dibanding upah subsisten di pertanian. Perbedaan upah ini diperlukan untuk mengimbangi biaya hidup yang lebih tinggi di perkotaan, terutama karena migrant kehilangan semua pekerjaan penyokong yang tersedia di pedesaan. Tetapi dalam kenyataan empiris, kesenjangan upah telah bervariasi secara dramatis dari waktu ke waktu dan pada semua negara. Sepanjang tahun 1960an dan awal 1970an, upah industri membumbung tinggi dalam hubungannya dengan upah pertanian pada sebagian besar negara berkembang, sehingga kesenjangan upah dilebarkan dengan baik sebelum full employment dicapai.

2.2.3. Model Harrod-Domar