113 dengan meningkatnya ekspor dan peningkatan konsumsi masyarakat, serta sejalan
dengan semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah yang selama ini banyak diarahkan untuk memperbaiki infrastruktur pedesaan.
5.4.3. Upah Riil Tenaga Kerja Sektoral di Wilayah Perkotaan dan Pedesaan
Model analisis persamaan upah riil dibangun berdasarkan pertimbangan bahwa upah rill selain ditentukan oleh sisi permintaan kesempatan kerja dan sisi
penawaran angkatan kerja tenaga kerja. Upah riil juga dipengaruhi oleh peningkatan nilai output sektoral, serta penggunaan input substitusi atau
komplementer modal dan teknologi dalam melakukan aktivitas produksi di masing- masing sektor. Selain itu upah riil ini juga di pengaruhi oleh intervensi
pemerintah dalam pasar tenaga kerja melalui penetapan upah minimum regional. Persamaan-persamaan upah riil yang dibangun dalam model ini didisagregasi
secara sektoral baik di wilayah perkotaan, maupun di wilayah pedesaan. Hasil analisis pendugaan parameter persamaan upah riil sektoral di
wilayah perkotaan dan pedesaan di Sulawesi Selatan, menghasilkan nilai koefisien detereminasi R
2
yang berkisar antara 54.79 persen hingga 74.27persen. Selain itu pada setiap persemaan peubah penjelas secara bersama-sama juga berpengaruh
signifikan pada tingkat kesalahan yang ditolerir a = 0.05, 0.10 dan 0.20. Nilai statistik DW berkisar antara 1.9090 hingga 2.6260. Pembahasan terperinci
mengenai hasil estimasi pada setiap persamaan upah riil sektoral di kelompokkan menjadi dua bagian secara terpisah yakni upah riil sektoral di wilayah perkotaan
dan upah riil sektoral di wilayah pedesaan yang dibahas satu persatu sebagai berikut.
A. Persamaan Upah Riil Sektoral Perkotaan
Analisa pendugaan persamaan upah riil sektoral di wilayah perkotaan didisagregasi menurut tiga sektor yakni sektor pertanian, sektor industri
pengolahan dan sektor lainnya. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa persamaan- persamaan tersebut memiliki nilai koefisien detereminasi R
2
berkisar antara 0.5479 – 0.6996, yang berarti bahwa variasi nilai variabel endogen upah riil
sektoral perkotaan dapat dijelaskan sekitar 54.79 persen hingga 69.96 persen oleh peubah penjelas, sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak masuk
114 dalam model. Peubah penjelas secara bersama-sama signifikan pada tingkat a =
0.05 dan 0.10 Lihat Tabel 11. Pembahasan mengenai hasil pendugaan persamaan upah riil sektoral di wilayah perkotaan akan di uraikan menurut jenis
sektor sebagai berikut :
Upah Riil Sektor Pertanian Perkotaan. Hasil analisa pada persamaan ini,
menunjukkan bahwa upah riil sektor pertanian perkotaan dipengaruhi oleh upah minimum regional UMR, dan penanaman modal pertanian PMP pada tingkat
kesalahan yang ditolerir a = 0.01, 0.05. Sementara kemajuan teknologi di pertanian TFPP dan modal berpengaruh pada tingkat kesalahan a = 0.20.
Sedangkan pengaruh variabel lainnya tidak signifikan. Peubah penjelas yang berpengaruh signifikan tersebut, berkorelasi positif dengan variabel endogen
upah riil pertanian perkotaan, yang berarti apabila variabel tersebut meningkat, maka cenderung meningkatkan pula upah riil pertanian perkotaan.
Hasil pendugaan pada persamaan ini, juga menunjukkan bahwa upah riil pertanian kota bersifat rigid kakuh dari shock perubahan permintaan tenaga
kerja di sektor ini KPK, demikian pula terhadap supply tenaga kerja perkotaan AKK, yang ditunjukkan oleh tidak signifikannya variabel ini terhadap upah riil
sektor pertanian perkotaan. Selanjutnya hasil pendugaan juga menunjukkan bahwa penggunaan input produksi seperti teknologi TFPP dan modal PMP di sektor
ini, memiliki hubungan korelasi yang bersifat positif terhadap upah riil pertanian kota, yang berarti bahwa ketika teknologi dan modal meningkat di sektor ini,
upah pertanian kota pun juga meningkat. Hal ini terjadi karena pada saat teknologi dan modal meningkat, maka diikuti permintaan tenaga kerja di sektor ini pun
meningkat, sehingga mempengaruhi upah tenaga kerja pertanian kota. Gambaran ini menunjukkan bahwa teknologi dan modal bukanlah input substitusi bagi input
tenaga kerja di sektor pertanian kota, melainkan merupakan ”input komplementer”
bagi tenaga kerja pertanian kota. Hasil perhitungan elastisitas pada persamaan upah riil pertanian kota,
menunjukkan bahwa peubah penjelas penanaman modal PMP memiliki nilai elastisitas yang bersifat elastis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Hal ini berarti bahwa upah riil pertanian kota memiliki respon yang besar, jika
115 terjadi shock dari variabel ini. Sedangkan variabel- variabel lainnya dalam model
memiliki nilai elastisitas yang relatif kecil, atau bersifat in-elastis. Tabel 11
Hasil estimasi parameter persamaan upah riil sektoral di wilayah perkotaan Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004
Elastisitas PEUBAH
Dugaan Parameter
Probability t
-Statistik JK Pendek
JK Panjang
WPK
Upah Riil Pert Kota Intersept
61331.11 0.0075 a
Upah Min Regional UMR
0.170733 0.0308 b
0.2599 0.2908
Angkatan Kerja Kota AKK
-0.069956 0.3376
-0.5569 -0.6232
KK Pert Kota KPK
0.00617 0.9824
0.0053 0.0059
Teknologi Pert. TFPP
2587.682 0.1877
0.0287 0.0321
Modal Pert PMP
2.143417 0.1721
2.7177 3.0414
Nilai Tambah Pert NTBP
0.003667 0.7489
0.3868 0.4329
Lag Endogen Lag WPK
0.111555 0.7207
0.1064 0.1191
R
2
= 0.5479; F-Hitung = 2.9751 c ; DW = 2.0871 WIK
Kesemp. Kerja Industri Kota Intersept
17559.39 0.6380
Upah Min Regional UMR
0.57636 0.0238 b
0.7814 n.a
Angkatan Kerja Kota AKK
0.098096 0.4244
0.6955 n.a
KK Industri Kota KIK
1.181978 0.0630 c
0.5959 n.a
Teknologi Indust. TFPI
-53.52781 0.9798
-0.0005 n.a
Modal Industri PMI
-0.029441 0.8333
-0.1138 n.a
Nilai Tambah Indust NTBI
0.02572 0.4776
0.2715 n.a
R
2
= 0.6175; F-Hitung = 2.9595 c ; DW = 2.6260 WLK
Kesemp. Kerja Sek Lain Kota Intersept
78448.65 0.0001 a
Upah Min Regional UMR
0.27692 0.1939
0.2876 n.a
Angkatan Kerja Kota AKK
0.089531 0.3395
0.4864 n.a
KK S.Lain Kota KLK
0.090981 0.0450 b
0.3399 n.a
Teknologi S.Lain TFPL
-21.96818 0.9903
-0.0002 n.a
Modal S.Lain PML
-0.016836 0.8209
-0.1201 n.a
Nilai Tambah S.Lain NTBL
0.002369 0.7373
0.2303 n.a
R
2
= 0.6996; F-Hitung = 4.2705 b; DW = 1.9090
Sumber : Diolah dari berbagai data BPS, 1985-2004 Keterangan : n.a. = not accountable
Upah Riil Sektor Industri Perkotaan,
Hasil pendugaan parameter peubah penjelas dalam persamaan upah riil sektor industri perkotaan, menunjukkan
bahwa upah riil sektor industri perkotaan dipengaruhi oleh upah minimum regional UMR dan kesempatan kerja sektor industri perkotaan KIK pada
tingkat kesalahan yang ditolerir a = 0.05 dan 0.10. Sedangkan variabel lainnya yang ada dalam model tidak memberi pengaruh yang signifikan. Koefisien
korelasi dari variabel UMR dan kesempatan industri kota KIK bersifat positif, yang berarti apabila UMR dan KIK meningkat, maka akan meningkatkan upah riil
sektor industri perkotaan. Upah riil sektor industri perkotaan yang dipengaruhi oleh KIK, tapi tidak dipengaruhi oleh AKK, sekaligus menunjukkan bahwa dalam
116 pasar tenaga kerja sektor industri perkotaan di Sulawesi Selatan, maka sisi
demand dari pasar tenaga kerja memiliki kekuatan yang lebih besar untuk
mempengaruhi upah dibandingkan sisi supply-nya, dengan kata lain para pencari kerja memiliki kekuatan yang lemah dalam pasar tenaga kerja, dibandingkan para
pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja. Akan tetapi intervensi pemerintah dalam pasar tenag kerja memiliki makna yang berarti, yang ditunjukkan oleh
UMR yang signifikan Hasil pendugaan pada persamaan ini, juga menunjukkan bahwa input
produksi total factor productivity industri TFPI dan modal PMI, memiliki hubungan korelasi yang bersifat negatif terhadap upah riil sektor industri
perkotaan, yang berarti bahwa ketika teknologi dan modal meningkat di sektor ini, upah riil sektor ini pun menurun. Kondisi ini terjadi, karena di sektor industri
perkotaan, input residual seperti teknologi TFPI dan modal merupakan ”input substitusi”
bagi tenaga kerja, sehingga peningkatan penggunaan input substitusi ini akan mereduksi penggunaan tenaga kerja, yang kemudian tentunya
mempenga ruhi tingkat upah riil. Akan tetapi respon upah riil di sektor ini terhadap perubahan variabe-variabel determinannya relatif kecil in-elastis. Variabel yang
memiliki nilai elastisitas terbesar adalah variabel upah minimum regional UMR sebesar 0.77814, sedangkan variabel yang memiliki nilai elastisitas terkecil adalah
teknologi TFPI yakni sebesar 0.0005. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan UMR akan berpengaruh besar terhadap peningkatan upah riil di sektor industri
perkotaan. Hal ini di sebabkan karena industri perkotaan umumnya bersifat formal, sehingga tunduk pada peraturan pemerintah tentang penetapan UMR. Selain itu di
sektor ini, kelembagaan serikat pekerja semakin kuat untuk memperjuangkan hak- haknya, termasuk upah yang sesuai dengan UMR yang berlaku. Sedangkan nilai
elastisitas TFPI yang kecil menunjukkan bahwa kemajuan teknologi di sektor ini tidak berdampak besar pada pengurangan upah pekerja.
Upah Riil Sektor Lainnya di Perkotaan. Hasil estimasi persamaan upah
riil di sektor lainnya di perkotaan menghasilkan nilai-nilai parameter dugaan yang mirip dengan hasil estimasi pada persamaan upah riil di sektor industri perkotaan.
Persamaan upah riil di sektor ini dipengaruhi oleh upah minimum regional UMR dan kesempatan kerja sektor lainnya di perkotaan KLK pada tingkat kesalahan
117 yang ditolerir a = 0.05 dan 0.20. Sedangkan variabel lainnya tidak memberi
pengaruh yang siginikan terhadap perilaku upah riil di sektor ini. Meskipun tidak memberi pengaruh secara nyata terhadap upah riil di
sektor ini, akan tetapi ada kecenderungan bahwa variabel penanaman modal PML dan variabel teknologi TFPL berkorelasi negatif dengan tingkat upah riil,
yang berarti bahwa, input produksi seperti teknologi TFPL dan modal PML bersifat substitusi dengan input produksi tenaga kerja di sektor ini. Hasil
pendugaan parameter terhadap variabel angkatan kerja kota AKK sebagai sisi supply pasar tenaga kerja di perkotaan yang menghasilkan parameter yang tidak
signifikan, sementara variabel permintaan tenaga kerja di sektor ini KLK signifkan pada tarap a = 0.05, menunjukkan bahwa para pencari kerja memiliki
posisi tawar yang lemah bargaining position dalam pasar tenaga kerja untuk mempengaruhi upah. Pasar tenaga kerja untuk sektor ini lebih banyak terkendali
dipengaruhi oleh sisi demand-nya dan intervensi pemerintah, sementara sisi supply
-nya tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mempengaruhi pasar tenaga kerja.
Respon upah riil di sektor ini terhadap shock dari setiap peubah penjelas bersifat in-elastis, yang menunjukkan bahwa bahwa respon upah riil di sektor ini
relatif kecil dari perubahan variabe- variabel penjelasnya. Nilai elastisitas terkecil berasal dari variabel teknologi TFPL dengan nilai elastisitas sebesar 0.0002.
Gambaran ini menunjukkan bahwa meskipun TFPL cenderung bersifat substitusi dengan tenaga kerja, namun pengaruhnya terhadap upah riil tenaga kerja sangat
kecil.
B. Persamaan Upah Riil Sektoral Pedesaan
Hasil analisa pendugaan parameter peubah penjelas pada persamaan upah riil sektoral di wilayah pedesaan menunjukkan bahwa persamaan-persamaan yang
dibangun dalam model ini menghasilkan nilai koefisien detereminasi R
2
berkisar antara 0.5842 – 0.7427. Selain itu nilai uji F-statistik peubah penjelas secara
bersama-sama pada setiap persamaan upah riil sektoral pedesaan signifikan pada tingka a = 0.05 dan 0.20 Tabel 12. Sedangkan hasil uji DW-statistik,
menghasilkan nilai sekitar 1,9584 hingga 2,4238, dan ditunjang oleh nilai hasil korelasi serial dengan menggunakan metode Breusch-Godfrey Test, menghasilkan
118 nilai probability ObsR-squared antara 0.1120 hingga 0.3305, dimana hasil ini
menunjukkan bahwa persamaan-persamaan dalam model ini tidak mengandung masalah korelasi pada tingkat a = 0.05. Pembahasan mengenai hasil pendugaan
persamaan upah riil sektoral di wilayah pedesaan akan di uraikan menurut jenis sektor sebagai berikut :
Upah Riil Sektor Pertanian Pedesaan. Hasil estimasi persamaan upah riil
pertanian pedesaan menunjukkan bahwa perilaku upah riil di sektor ini dipengaruhi oleh angkatan kerja desa AKD, kesempatan kerja sektor pertanian
desa KPD, serta modal pada tingkat kesalahan yang ditolerir a = 0.01 dan 0.05. Sedangkan pengaruh variabel lainnya tidak signifikan. Variabel- variabel
tersebut berkorelasi positif dengan upah riil sektor pertanian pedesaan, kecuali variabel angkatan kerja desa AKD berkorelasi negatif, yang berarti apabila
ketersediaan angkatan kerja desa meningkat, maka cenderung menurunkan upah riil pertanian pedesaan.
Hasil estimasi parameter peubah penjelas pada persamaan ini, khususnya variabel AKD dan KPD yang signifikan, menunjukkan bahwa perilaku upah riil di
sektor pertanian pedesaan, memliki perilaku yang berbeda dengan upah riil pertanian kota yang bersifat rigid dari tekanan permintaan dan penawaran tenaga
kerja. Upah riil di sektor pertani pedesaan ini lebih fleksibel dari shock sisi demand
dan sisi supply pasar tenaga kerjanya, dimana perubahan permintaan tenaga kerja di sektor ini KPD dan angkatan kerja desa AKD berpengaruh
signifikan. Hal ini di sebabkan karena dari sisi demand pasar tenaga kerja pertanian pedesaan memiliki pola kebutuhan tenaga kerja yang bersifat musiman
khususnya di sub-sektor tanaman pangan. Adanyan sistim tanam padi yang serempak, serta jadwal tanam padi yang ketat, terutama di daerah yang
berpengairan tehnis, menyebabkan kebutuhan tenaga kerja pada musim tanam dan musim panen sangat tinggi dan sering kali petani susah mendapatkan tenaga kerja
pada musim tersebut, sehingga hal ini tentunya dapat mempengaruhi tingkat upah. Sedangkan penyebab dari dari signifikannya sisi supply tenaga kerja angkatan
kerja pedesaan terhadap upah riil sektor disebabkan oleh sifat dari sektor ini yang masih merupakan sebagai ”penampung para pekerja sementara”, atau trend
kesempatan kerjanya menyerupai supply-side determined employment, sehingga
119 pertambahan dari angkatan kerja ini sudah barang tentu memberi tekanan
tersendiri terhadap upah pertanian pedesaan. Hasil pendugaan parameter peubah penjelas input produksi di sektor ini,
seperti input residual TFPP dan modal pertanian PMP yang berkorelasi positif dengan tingkat upah riil sektor ini, menunjukkan bahwa pola hunbungan antara
input TFPP dan PMP dengan input tenaga kerja di sektor pertanian pedesaan bersifat komplementer, yang berarti ketika input residual seperti teknologi dan
atau modal meningkat di sektor ini, maka akan meningkatkan permintaan tenaga kerja dan sekaligus menyebabkan upah riil di sektor ini meningkat. Dengan
demikian pola hubungan antara teknologi, modal dengan tenaga kerja adalah serupa di sektor pedesaan dan di sektor pertanian perkotaan, yakni bersifat
komplementer .
Hasil perhitungan elastisitas pada persamaan upah riil pertanian desa, menunjukkan bahwa hanya variabel angkatan kerja desa AKD, modal PMP
dan nilai tambah pertanian NTBP menghasilkan nilai elastisitas yang lebih besar dari nilai 1 atau bersifat elastis, sedangkan variabel lainnya bersifat in-elastis.
Besarnya nilai elastisitas NTBP terhadap tingkat upah riil pertanian di pedesaan menunjukkan bahwa peningkatan nilai produksi di sektor pertanian dapat
ditransmisikan secara baik ke para tenaga kerja pertanian desa. Kondisi ini diduga terkait sistem upah di pertanian di Sulawesi Selatan banyak bersifat ”bawon” atau
sistim bagi hasil, seperti upah tenaga kerja penggarap dan upah tenaga kerja panen. Ketika terjadi kenaikan produksi atau kenaikan harga produksi, maka tenaga kerja
juga menikmati kenaikan tersebut, karena upah yang di terima dalam bentuk bagi hasil produksi.
120 Tabel 12.
Hasil estimasi parameter persamaan upah riil sektoral di wilayah pedesaan Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004
Elastisitas PEUBAH
Dugaan Parameter
Probability t
-Statistik JK Pendek
JK Panjang
WPD
Upah Riil Pert Desa Intersept
145632.4 0.0177 b
Upah Min Regional UMR
0.074526 0.6438
0.1519 0.1958
Angkatan Kerja Desa AKD
-0.072511 0.0376 b
-2.4458 -3.1526
KK Pert Desa KPD
0.039053 0.0170 b
0.9044 1.1657
Teknologi Pert. TFPP
770.7007 0.2855
0.0114 0.0147
Modal Pert PMP
0.597286 0.0026 a
1.0139 1.3068
Nilai Tambah Pert NTBP
0.01021 0.2495
1.4419 1.8585
Lag Endogen Lag WPD
0.233481 0.3674
0.2242 0.2890
R
2
= 0.7027; F-Hitung = 3.3759 b ; DW = 2.4238 WID
Upah Riil Industri Desa Intersept
-1350.822 0.9831
Upah M in Regional UMR
0.241784 0.2448
0.4102 0.8446
Angkatan Kerja Desa AKD
-0.064524 0.1264
-1.8121 -3.7309
KK Industri Desa KID
0.017409 0.9702
0.0218 0.0450
Teknologi Indust. TFPI
2097.24 0.0498 b
0.0259 0.0533
Modal Industri PMI
0.327287 0.0983 c
1.5835 3.2603
Nilai Tambah Indust NTBI
0.011212 0.0215 b
0.3973 0.8179
Lag Endogen Lag WID
0.536153 0.1353
0.5143 1.0589
R
2
= 0.7427; F-Hitung = 4.1232 b; DW = 2.3158 WLD
Upah Riil Sek Lain Desa Intersept
237686.3 0.1739
Upah Min Regional UMR
0.201421 0.1016
0.3103 0.3392
Angkatan Kerja Desa AKD
-0.111253 0.2787
-2.8368 -3.1007
KK S.Lain Desa KLD
0.151189 0.3164
0.7915 0.8651
Teknologi S.Lain TFPL
-5236.511 0.0551 c
-0.0587 -0.0642
Modal S.Lain PML
-0.234002 0.1456
-2.4757 -2.7060
Nilai Tambah S.Lain NTBL
0.027896 0.1162
4.0224 4.3966
Lag Endogen Lag WLD
0.092317 0.8269
0.0851 0.0930
R
2
= 0.5842; F-Hitung = 2,0075 D; DW = 1.9584
Sumber : Diolah dari berbagai data BPS, 1985-2004
Upah riil Sektor Industri Perkotaan, Seperti yang telah dijelaskan pada
bagian terdahulu, bahwa karakteristik industri pedesaan berbeda dengan karakteristik industri perkotaan, terutama mengenai formalitas dan skala usahanya.
Industri pedesaan umumnya berskala skala rumah tangga dan diantaranya banyak bersifat non- formal. Industri semacam ini, banyak diantaranya menggunakan
tenaga kerja keluarga dengan sistim upah yang tidak menentu atau tergantung pada tingkat keuntungan usaha. Sementara industri perkotaan yang umumnya
bersifat formal, merekrut tenaga kerja secara profesionl dan dengan menggunakan standar upah tertentu. Adanya perbedaan karakteristik industri ini, menyebabkan
perilaku kesempatan kerja dan perilaku upah di sektor industri pedesaan dan industri perkotaan berbeda.
121 Hasil pendugaan pada persamaan upah riil sektir industri pedesaan
menunjukkan bahwa perilaku upah riil pada persamaan ini di pengaruhi oleh variabel seperti angkatan kerja desa AKD, input residual industri TFPI, modal
PMI dan nilai tambah industri NTBI pada tingkat kesalahan a = 0.05, 0.10 dan 0.20, sementara variabel lain tidak berpengaruh nyata. Faktor determinan ini,
tentunya berbeda dengan faktor determinan pada persamaan industri perkotaan yang telah dibahas pada bagian terdahulu. Seperti terlihat bahwa pada industri
perkotaan, sisi demand pasar tenaga kerja yang mempengaruhi prilaku upah, sedangkan pada persamaan industri pedesaan ini, sisi supply tenaga kerja yang
menentukan tingkat upah. Hal ini di duga terkait dengan ciri industri pedesaan yang umumnya menggunakan tenaga kerja keluarga, namun ketika tenaga kerja
seperti ini kurang tersedia makan tentunya akan digunakan tenaga kerja luar keluarga yang upahnya mungkin lebih tinggi.
Perbedaan lain dari faktor determinan industri pedesaan dan perkotaan adalah pengaruh input produksi TFPI dan PMI terhadap upah riil. Pada industri
perkotaan kedua jenis input produksi tersebut bersifat substitusi dengan input tenaga kerja yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi dari kedua variabel tersebut
bertanda negatif. Sedangkan pada industri pedesaan, input residual TFPI dan modal PMI pada persamaan upah riil industri pedesaan ini memiliki koefisien
korelasi positif, yang secara analogi dapat dianggap bersifat komplementer dengan input tenaga kerja. Sifat komplementer dari faktor produksi residual TFPI dan
modal PMI, menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pengunaan dari faktor produksi tersebut akan diikuti oleh peningkatan permintaan tenaga kerja.
Peningkatan permintaan tenaga kerja ini selanjutnya akan mendorong meningkatnya tingkat upah. Peningkatan TFPI dan PMI yang diikuti oleh
peningkatan permintaan tenaga kerja di sektor ini, disebabkan oleh adanya “efek nilai tambah” yang cukup besar dari penggunaan TFPI dan PMI. Efek nilai
tambah ini kemudian direspon positif oleh permintaan tenaga kerja dalam persamaan sebelumnya ditunjukkan bahwa variabel NTBI signifikan secara positi
terhadap kesempatan kerja dengan respon yang bersifat elastis dalam jangka panjang
122 Implikasi penting dari temuan ini, menunjukkan bahwa peningkatan
penggunaan input residual seperti teknologi dan modal tidak serta merta dapat mereduksi kesempatan kerja pada sektor padat karya seperti halnya sektor
pertanian dan industri pedesaan, yang disebabkan karena efek nilai tambah yang diciptakan bersifat positif dengan kesempatan kerja lebih kuat dibandingkan
dengan efek substitusi bersifat negatif dengan kesempatan kerja antar faktor produksi.
Upah Riil Sektor Lainnya di Pedesaan. Hasil estimasi persamaan upah
riil di sektor lainnya di pedesaan menunjukkan bahwa upah riil di sektor ini dipengaruhi oleh upah minimum regional UMR, teknologi di sektor ini TFPL,
modal PML dan nilai tambah sektor NTBL pada tingkat kesalahan yang ditolerir a = 0.10; 0.15 dan 0.20. Sedangkan variabel lainnya tidak memberi
pengaruh yang siginikan terhadap perilaku upah riil di sektor ini. Gambaran ini sekaligus menujukkan bahwa upah riil di sektor ini bersifat kakuh rigid terhadap
perubahan variabel penawaran dan permintaan tenaga kerja untuk sektor ini. Input residual TFPL dan modal PML untuk sektor ini berkorelasi
negatif dengan tingkat upah riil, yang menunjukkan bahwa kedua jenis input produksi ini cenderung bersifat substitusi dengan input produksi tenaga kerja.
Sifat hubungan seperti ini, konsisten dengan hasil analisis sebelumnya yang menunjukkan bahwa TFPL berkorelasi negatif dengan kesempatan kerja sektor
lainnya di pedesaan, atau bersifat mereduksi kesempatan kerja di sektor ini. Hasil perhitungan elastisitas pada masing- masing peubah penjelas dalam
medel ini, menunjukkan bahwa variabel supply tenaga kerja pedesaan angkatan kerja pedesaan, modal PML dan nilai tambah sektor ini NTBL bersifat elastis
terhadap upah riil di sektor ini dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Variabel NTBL yang bersifat elastis terhadap upah riil sektor ini
menunjukkan bahwa peningkatan nilai produksi pada sektor lainnya di pedesaan akan ditransmisikan ke tingkat para pekerja di sektor ini, sementara sektor serupa
di perkotaan tidak dapat mentransmisikan peningkatan nilai produksinya ke para pekerja secara baik. Kondisi seperti ini wujud karena sistem upah tenaga kerja di
sektor ini di perkotaan memiliki standar upah tertentu upah bersifat fixed cost, sehingga meskipun terjadi kenaikan keuntungan pengusaha yang cukup besar
123 tidak akan berdampak besar pada peningkatan upah tenaga kerja. Sementara
sektor serupa di pedesaan yang umumnya tidak menggunakan standar upah yang bersifat fixed cost, tapi tergantung pada volume pekerjaan atau kondisi
keuntungan usaha, sehingga ketika nilai produksi keuntungan usaha meningkat maka tenaga kerja juga akan memperoleh upah yang lebih besar.
5.4.4. Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tambah Sektoral