Angkatan Kerja Perkotaan dan Pedesaan

130

5.4.6. Angkatan Kerja Perkotaan dan Pedesaan

Model analisis angkatan kerja penawaran tenaga yang dibangun dalam tulisan ini, di dasarkan pada asumsi bahwa dalam analisa agregat, penawaran tenaga kerja selain ditentukan oleh tingkat upah, juga dipengaruhi oleh perubahan populasi, tingkat partisipasi angkatan kerja dan arus migrasi seperti yang dijelaskan oleh Ruby 2003. Karena itu, model persamaan penawaran tenaga kerja angkatan kerja dalam tulisan ini yang didisagregasi menurut wilayah kota dan desa adalah angkatan kerja merupakan fungsi dari upah riil, migrasi masuk, tingkat partisipasi angkatan kerja, jumlah penduduk usia kerja sebagai pencerminan dari perubahan populasi. Variabel migrasi masuk MM dalam model tersebut merupakan variabel endogen yang merupakan fungsi dari rata-rata upah riil di Sulawesi Selatan W, peluang angkatan kerja untuk bekerja yang dicerminkan oleh tingkat partisipasi pekerja TPK di Sulawesi Selatan serta dummy konflik horisontal di KTI. Pengertian migrasi masuk dalam model ini adalah migrasi masuk pada setiap kabupatenkota yang diagregasi dijumlahkan untuk tingkat provinsi. Karena itu, migrasi masuk ini, tidak hanya mengkaver megrasi masuk antar provinsi, tetapi juga melingkupi migrasi masuk antar kabupatenkota, dan dengan sendirinya juga melingkupi migrasi dari berbagai pedesaan ke pusat-pusat kota di Sulawesi Selatan. Hasil estimasi dari persamaan-persamaan angkatan kerja ini menghasilkan nilai koefisien detereminasi R 2 sebesar 98.58 persen untuk persamaan angkatan kerja perkotaan dan sekitar 95.79 persen untuk persamaan angkatan kerja pedesaan. Sedangkan persamaan migrasi masuk MM memiliki koefisien determinasi R 2 sebesar 64.75 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa peubah penjelas dalam model dapat menjelaskan perilaku variabel endogen secara baik, selain itu pada setiap persemaan peubah penjelas secara bersama-sama juga berpengaruh signifikan pada tingkat kesalahan yang ditolerir a = 0,01. Gambaran rinci mengenai hasil analisis penawaran tenaga kerja angkatan kerja baik di perkotaan maupun dipedesaan serta persamaan migrasi masuk akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut. 131 Angkatan Kerja Kota. Hasil analisa pada persamaan angkatan kerja kota, menunjukkan bahwa penawaran tenaga kerja di perkotaan, variabel migrasi masuk MM, tingkat partisipasi angkatan kerja perkotaan TPAKK, dan penduduk usia kerja PUK, signifikan pada tingkat kesalahan yang ditolerir a = 0.01 dan 0.10. Sementara rata-rata upah riil di perkotaan WK tidak berpengaruh signifikan. Semua variabel yang ada dalam model ini memiliki koefisien korelasi positif dengan variabel endogennya, yang berarti bahwa perubahan positif dari variabel- variabel tersebut akan meningkatkan angkatan kerja perkotaan. Selanjutnya dilihat dari nilai elastisitas masing- masing variabel, maka variabel TPAKK dan variabel PUK bersifat elastis dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang, sedangkan variabel lainnya bersifat in-elastis. Gambaran ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai TPAKK dan PUK akan direspon oleh peningkatan angkatan kerja perkotaan AKK dengan proporsi yang lebih besar, sementara variabel migrasi masuk MM, dan variabel upahh riil perkotaan WK akan direspon dengan proporsi yang lebih kecil. Nilai respon ini semakin besar dalam jangka panjang mengingat variabel lag endogennya memberi pengaruh yang signifikan. Angkatan Kerja Pedesaan. Hasil pendugaan parameter pada persamaan angkatan kerja pedesaan, menunjukkan bahwa angkatan kerja pedesaan dipengaruhi oleh variabel Migarasi masuk MM, tingkat partisipasi angkatan kerja pedesaan TPAKD, dan total penduduk usia kerja PUK di Sulawesi Selatan pada tingkat kesalahan yang ditolerir a = 0.01. Sementara rata-rata upah riil di pedesaan WD tidak berpengaruh signifikan. Hasil pendugaan koefisien korelasi menunjukkan bahwa semuah variabel dalam model berkorelasi positif dengan variabel angkatan kerja pedesaan, kecuali variabel migrasi masuk MM berkorelasi negatif dengan variabel endogennya, yang berarti semakin banyak banyak migrasi masuk akan berdampak pada pengurangan angkatan kerja pedesaan. Hal ini disebabkan karena data migrasi masuk yang diolah pada model ini, juga mencirikan perilaku migrasi dari desa ke kota migrasi antar kabupaten. Karena itu, meningkatnya jumlah migrasi akan meningkatkan angkatan kerja di perkotaan korelasi positif, sekaligus akan mengurangi angkatan kerja pedesaan korelasi negatif. Dengan kata lain 132 peningkatan jumlah migrasi masuk Sulawesi Selatan, sekaligus mencirikan meningkatnya migrasi dari desa ke kota. Selanjutnya dilihat dari nilai elastisitas masing- masing variabel, tampak bahwa semua variabel dalam model analisis menghasilkan nilai elastisitas yang lebih kecil dari nilai satu bersifat in-elastis baik dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang, Gambaran ini menunjukkan bahwa baik dalam jangka pendek, terlebih lagi dalam jangka panjang, maka perubahan dari masing- masing variabel akan direspon dengan proporsi yang lebih kecil oleh perubahan angkatan kerja pedesaan AKD sesuai dengan hubungan korelasinya. Tabel 15 Hasil estimasi parameter persamaan angkatan kerja perkotaan dan pedesaan di Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004 Elastisitas PEUBAH Dugaan Parameter Probability t -Statistik JK Pendek JK Panjang AKK Angkatan Kerja Perkotaan Intersept -1259553 0.0000 a Migrasi Masuk MM 2.473675 0.0753 c 0.0768 0.0980 Upah Riil Perkotaan WK 0.747375 0.2735 0.1295 0.1654 TPAK Perkotaan TPAKK 16367.02 0.0000 a 1.0671 1.3631 P.Usia Kerja Sul-Sel PUK 0.164159 0.0000 a 1.2400 1.5839 Lag Endogen Lag AKK 0.229661 0.0823 c 0.2171 0.2774 R 2 = 0.9858; F-Hitung = 166.2257 a ; DW = 1.8329 AKD Angkatan Kerja Pedesaan Intersept -703855.2 0.0056 a Migrasi Masuk MM -5.727823 0.0022 a -0.0562 -0.0569 Upah Riil Pedesaan WD 0.312013 0.7306 0.0101 0.0102 TPAK Pedesaan TPAKD 28567.46 0.0000 a 0.7120 0.7209 P.Usia Kerja Sul-Sel PUK 0.259974 0.0000 a 0.6204 0.6281 Lag Endogen Lag AKD 0.012548 0.9294 0.0123 0.0124 R 2 = 0.9579; F-Hitung = 54.6340 a; DW = 1.8420 MM Migrasi Masuk Intersept -21749.7 0.6844 Rata-2 Upah Riil W 0.227713 0.0877 c 0.8695 1.0649 T.Part.AK Sul-Sel TPAK 202.3809 0.6672 0.4911 0.6015 Dummy Konflik H. DKH 9463.651 0.0621 c 0.0893 0.1094 Lag Endogen Lag MM 0.19416 0.4495 0.1835 0.2247 R 2 = 0.6475; F-Hitung = 5.9703 a; DW = 1.6102 Sumber : Diolah dari berbagai data BPS, 1985-2004 Migrasi Masuk. Hasil pend ugaan parameter pada persamaan migrasi masuk kabupatenkota di Sulawesi Selatan yang telah diagregasikan, tampaknya dipengaruhi oleh variabel rata-rata upah riil W di Sulawesi Selatan dan dummy konflik horisontal pada tingkat kesalahan a = 0.15. Sedangkan variabel tingkat partisipasi kerja TPK, yang mencirikan peluang angkatan kerja untuk terserap pada lapangan pekerjaan tidak berpengaruh signifikan. Nilai koefisien korelasi pada model ini, menunjukkan bahwa, semua variabel yang ada dalam model 133 berkorelasi positif dengan variabel endogen, yang berarti peningkatan dari peubah penjelas akan meningkatkan migrasi masuk ke Sulawesi Selatan Selanjutnya dilihat dari nilai elastisitas masing- masing variabel, tampak bahwa, meskipun dalam jangka pendek semua variabel dalam model analisis menghasilkan nilai elastisitas yang lebih kecil dari nilai satu bersifat in-elastis, namun dalam jangka panjang variabel rata-rata upah riil Sulawesi Selatan, akan memberi dampak pada peningkatan migrasi masuk dengan proporsi yang lebih besar. Hasil pendugaan pada persamaan ini, jika dikaitkan dengan teori Lewis 1954 dalam Kasliwal 1995, yang menyebutkan bahwa adanya perbedaan upah antar upah pertanian pedesaan dengan industri perkotaan akan mendorong terjadinya migrasi ke perkotaan, demikian pula dikaitkan model Haris-Todaro 1969 dalam Kasliwal 1995 yang menyebutkan bahwa tidak hanya upah yang mendorong migrasi, tetapi juga peluang untuk bisa tertampung di lapangan kerja perkotaan menjadi daya tarik migrasi. Hasil pendugaan, yang menunjukkan variabel upah riil signifikan, sementara peluang angkatan kerja terserap di lapangan pekerjaan TPK tidak signifikan, maka perilaku migrasi di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa tingkat upah yang tinggi akan mendorong migrasi masuk akan terus berlangsung, meskipun peluang angkatan kerja untuk terserap di lapangan pekerjaan terbatas. Tingkat upah riil yang signifikan terhadap migrasi, tetapi variabel TPK tidak signifikan, diserta prilaku migrasi yang secara signifikan memperbesar angkatan kerja kota, tapi mereduksi angkatan kerja pedesaan, maka implikasi yang dapat ditarik dari hasil ini adalah apabila perbedaan upah rill antar wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan terus berlangsung dengan selisih yang semakin tajam, maka migrasi akan terus berlangsung dan memperbesar jumlah angkatan kerja perkotaan, sehingga mendorong semakin tingginya pengangguran perkotaan, mengingat angkatan kerja perkotaan ini berpengaruh signifikan terhadap pengangguran perkotaan.

5.4.7. Pengangguran Perkotaan dan Pedesaan