85
- 500,000
1,000,000 1,500,000
2,000,000 2,500,000
3,000,000 3,500,000
4,000,000
19 85
19 86
19 87
19 88
19 89
19 90
19 91
19 92
19 93
19 94
19 95
19 96
19 97
19 98
19 99
20 00
20 01
20 02
20 03
20 04
- 100,000
200,000 300,000
400,000 500,000
600,000 700,000
800,000 900,000
1,000,000
Penawaran TK Ang. Kerja Permintaan TK Bekerja
Mencari Kerja Upah Nominal
Upah Riil
Pertumbuhan A Kerja : 3,35 Pertumbuhan Pekerja : 2,59
Pertumb Upah Nominal : 15,81 Pertumb Pencari kerja : 18,92
Pertumb Upah Riil TH Dasar 2000 : 4,96
Tingkat Upah Rp
Jumlah Pekerja, Angk. Kera dan Pencari Kerja Orang
Gambar 17 Perkembangan pekerja, angkatan kerja, pencari kerja dan tingkat upah di Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004 .
Angka pengangguran terbuka pencari kerja di Sulawesi Selatan cukup tinggi, bahkan pada tahun 2003, Sulawesi Selatan memiliki rekor tertinggi
penganggurannya yakni sekitar 16.97 persen dengan tingkat pertumbuhan sekitar 18.92 persen pertahun. angka pengangguran ini, tidak hanya disebabkan oleh
pertumbuhan angkatan kerja penawaran tenaga kerja yang lebih besar dari pertumbuhan penyerapan tenaga kerja permintaan tenaga kerja, tetapi juga
disebabkan oleh adanya arus migrasi, serta sistem pasar tenaga kerja yang bersifat kakuh rigid, dimana instrumen penyeimbang pasa tenaga kerja upah
bersifat kakuh dalam merespon perubahan supply tenaga kerja dan atau permintaan tenaga kerja, demikian pula sebaliknya, dimana pelaku bisnis lamban
merespon perubahan tingkat upah.
5.2.1. Permintaan Tenaga Kerja Sektoral di Wilayah Kota dan Desa
Struktur permintaan tenaga kerja Kesempatan kerja di Sulawesi Selatan, dicirikan oleh masih dominannya sektor pertanian sebagai penyerap tenaga kerja
terbesar di daerah ini. Tercatat bahwa, lebih dari separuh tenaga kerja terserap di sektor pertanian. Sektor industri pengolahan hanya mampu menyerap sekitar 5.52
86 persen pada tahun 2004 dan lebihnya sebesar 39.44 persen terserap di sektor
lainnya. Corak pergeseran struktural tenaga kerja sektoral di Sulawesi Selatan,
seperti diperlihatkan pada Gambar 18 menunjukkan bahwa, porsi tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian, maupun di sektor industri dan sektor lainnya
relatif tidak banyak bergeser, jika dibandingkan kondisi antara tahun awal 1985 dengan tahun akhir 2004.
Akan tetapi jika dilihat perubahan setiap periode lima tahunan, nampak, porsi tenaga kerja sektor pertanian mengalami pertumbuhan tenaga kerja yang
cukup signifikan pada periode 1985-1990, namun sejak periode tersebut porsi tenaga kerja di sektor ini menurun terus hingga periode akhir. Sedangkan tenaga
kerja sektor industri, meskipun secara absolut tenaga kerja sektor ini memiliki pertumbuhan paling besar yakni rata-rata 3.04 persen pertahun. Akan tetapi secara
relatif, porsi tenaga kerja di sektor ini, relatif kecil. Peningkatan porsi tenaga kerja di sektor industri ini terutama terjadi pada periode 1990-1995, ketika kebijakan
berpihak ke industrialisasi footloose secara besar-besaran yang dimulai di awal tahun 1990-an Arifin, 2004. Peningkatan tenaga kerja yang cukup siginifikan di
sektor industri ini, sebenarnya sudah mulai terlihat setelah pertengahan tahun 1980-an, bersamaan dengan kebijakan protektif bagi sektor ini mulai digulirkan.
- 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00
19 85
19 86
19 87
19 88
19 89
19 90
19 91
19 92
19 93
19 94
19 95
19 96
19 97
19 98
19 99
20 00
20 01
20 02
20 03
20 04
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
PDRB Pertanian PDRB Industri
PDRB Sektor Lain TK Pertanian
TK Industri TK Sektor Lain
Share PDRB Share TK
Gambar 18 Pergeseran struktur tenaga kerja dan PDRB sektoral di Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004 .
87 Pola pergeseran porsi tenaga kerja sektor lainnya tampaknya, memiliki
pola yang berbading terbalik dengan pola pergeseran struktur tenaga kerja pertanian. Ketika porsi tenaga kerja pertanian meningkat, diikuti dengan
penurunan porsi tenaga kerja sektor lainnya, demikian pula sebaliknya Gambar 18. Gambaran ini menunjukkan bahwa mobilitas tenaga kerja antar sektor
terutama terjadi antara sektor pertanian dengan sektor lainnya. Surplus tenaga kerja di sektor pertanian pedesaan tidak dapat terserap di sektor modern perkotaan
industri, meskipun produktivitas tenaga kerja sektor industri meningkat sangat cepat, sementara produktivitas tenaga kerja sektor pertanian yang cenderung
menurun. Tabel 6 Pegeseran struktur dan pertumbuhan tenaga kerja dirinci menurut sektor
dan jenis kelamin di wilayah pedesaan dan perkotaan di Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004
No. Uraian
Struktur Tenaga Kerja Pertumbuhan
1985 1990
1995 2000
2004 85-94
95-04 Rata2
85-04 Stdev
1 K. Kerja Total
2,004,606 2,537,736
2,931,882 3,049,238
3,183,652 3.93
1.22 2.50
2.83 a. Menurut Sektor
Pertanian 55.01
64.81 58.12
55.99 55.04
5.10 0.32
2.58 5.05
Industri Peng 5.18
5.30 6.39
5.00 5.52
6.32 0.09
3.04 7.02
Lainnya 39.81
29.88 35.50
39.01 39.44
2.09 3.13
2.64 6.93
b. Menurt J.Kelamin Laki2
72.45 70.20
68.30 66.05
67.34 3.41
0.97 2.12
3.35 Perempuan
27.55 29.80
31.70 33.95
32.66 5.37
1.99 3.59
6.69
2 K. Kerja di Kota
334,370 16,68
410,785 16,19
681,926 23,26
817,171 26,80
875,136 27,49
8.02 2.99
5.37 6.21
a. Menurut Sektor Pertanian
7.99 13.80
12.00 14.48
10.47 13.08
1.70 7.09
9.26 Industri Peng
6.85 10.44
9.49 6.04
7.85 12.24
1.31 6.49
11.07 Lainnya
85.16 75.77
78.51 79.48
81.69 7.13
3.43 5.18
6.96 b. Menurt J.Kelamin
Laki2 73.17
65.63 66.96
63.82 66.09
7.65 2.46
4.92 8.19
Perempuan 26.83
30.92 33.04
36.18 33.91
10.62 4.71
7.51 15.01
3 K.Kerja di Desa
1,670,236 83,32
2,126,951 83,81
2,249,956 76,74
2,232,067 73,20
2,308,516 72,51
3.00 0.65
1.76 3.15
a. Menurut Sektor Pertanian
64.43 74.67
72.09 71.19
71.93 4.83
0.27 2.43
5.16 Industri Peng
4.84 4.31
5.45 4.61
4.64 4.18 0.50
1.72 6.98
Lainnya 30.73
21.02 22.46
24.20 23.43
1.68 2.87
0.71 9.65
b. Menurt J.Kelamin Laki2
72.30 71.08
68.71 66.86
67.82 2.51
0.51 1.46
4.18 Perempuan
27.70 28.92
31.29 33.14
32.18 4.53
1.30 2.83
8.15
Sumber : Diolah dari data Sakernas 1985-2004
88 Jika dikaji lebih mendalam dengan melihat pola pergeseran struktur tenaga
kerja sektoral di wilayah pedesaan dan perkotaan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pola pergeseran porsi tenaga kerja pertanian di
wilayah perkotaan maupun porsi tenaga kerja pertanian pedesaan, tampaknya memiliki pola yang mirip dengan pola pergeseran tenaga kerja pertanian total.
Tetapi pola pergeseran tenaga kerja industri tidak demikian halnya. Peningkatan porsi tenaga kerja industri pada periode 1985-1990 hanya terjadi di wilayah
perkotaan, sedangkan industri pedesaan pada periode ini, mengalami kemerosotan dalam menyerap tenaga kerja. Akan tetapi pada periode 1990-1995 justru industri
pedesaan yang mengalami perkembangan pesat dibandingkan industri perkotaan. Bahkan pada periode ini hingga periode krisis ekonomi porsi tenaga kerja di
industri perkotaan mengalami kemerosotan. Gambaran ini menjelaskan bahwa, strategi industrialisasi pada pertengahan tahun 1980-an dengan sejumlah
komponen kebijakan protektif, lebih banyak berdampak pada penyerapan tenaga kerja industri perkotaan, sedangkan ketika strategi industrialisasi footloose pada
awal tahun 1990-an Arifin, 2004, justru lebih banyak berdampak pada penyerapan tenaga kerja industri pedesaan di Sulawesi Selatan.
Selain pergeseran struktur tenaga kerja secara sektoral yang diperlihatkan pada Tabel 6 juga ditunjukkan bahwa pola pergeseran struktur tenaga kerja
menurut jenis kelamin, yang mengalami perubahan cukup nyata, dimana porsi tenaga kerja wanita pada tahun 1985 hanya sekitar 27.55 persen meningkat
menjadi 32.66 persen pada tahun 2004. Selama periode tersebut pertumbuhan tenaga kerja wanita meningkat sekitar 3.59 persen pertahun, sementara
pertumbuhan tenaga kerja pria hanya sekitar 2.12 persen pertahun. Pertumbuhan tenaga kerja wanita yang paling tinggi terjadi pada periode 1985-1994 dengan
tingkat pertumbuhan mencapai 5.37 persen pertahun. Pertumbuhan tenaga kerja wanita ini, terutama terjadi di wilayah perkotaan dengan tingkat pertumbuhan
sekitar 7.51 persen pertahun, sedangkan tenaga kerja wanita di pedesaan hanya tumbuh sekitar 2.83 persen pertahun.
89
5.2.2. Penawaran Tenaga Kerja Perkotaan dan Pedesaan