PROSES PENGOLAHAN BAKSO PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI

26 Penambahan STPP akan meningkatkan pH sehingga akan diperoleh DIA yang tinggi. Ockerman 1983 selanjutnya menambahkan bahwa STPP juga berfungsi untuk menurunkan susut masak karena dapat mengurangi air yang hilang selama pemasakan. Fosfat dan garam NaCl mempunyai sifat sinergisme sehingga meningkatkan DIA, meningkatkan keempukan dan memudahkan pengirisan, menstabilkan warna dan keseragaman, menghambat ketengikan karena fosfat mempunyai sifat sebagai antioksidan, dan meningkatkan mutu produk daging. Penggunaan STPP memiliki pembatas self limiting yang disebabkan karena STPP memiliki rasa yang agak pahit pada konsentrasi tertentu, sehingga penggunaannya pada umumnya sekitar 0.3-0.5 .

f. Bahan lainnya

Bahan lainnya yang sering digunakan adalah bahan pemutih Titanium dioksida-TiO 2 dan tawas. Penambahan TiO 2 dalam bakso diperkirakan antara 0.25-0.5 dari berat adonan, fungsinya untuk mencegah warna bakso menjadi gelap. Tawas Al 2 SO 4 3 dicampurkan ke dalam air yang digunakan untuk merebus bakso bertujuan untuk mengeraskan permukaan bakso dan memberi warna yang cerah. Jumlah penggunaannya sekitar 1-2 gram per liter.

2. PROSES PENGOLAHAN BAKSO

Prinsip pembuatan bakso adalah penghancuran daging dan pencampuran dengan bahan-bahan tambahan membentuk adonan daging yang lalu dicetak dan dimasak. Tujuan penghancuran daging adalah untuk memecah serabut daging, sehingga protein larut garam lebih mudah terekstrak. Penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah, menggiling atau mencincang sampai lumat. Alat yang biasa digunakan antara lain pisau, alat pencincang chopper atau penggiling grinder. Pembentukan adonan dilakukan dengan mencampur seluruh bagian bahan kemudian dihancurkan sehingga membentuk adonan. Untuk hasil 27 terbaik, penambahan NCl dan fosfat dilakukan di awal penghancuran daging, sementara bumbu ditambahkan di akhir. Tujuannya untuk mengoptimalkan jumlah protein miofibril yang terekstrak dan mengembang sehingga daya ikat air dan daya emulsi optimal. Pemasakan dilakukan dalam dua tahap, agar bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat. Pada tahap pertama, bakso dipanaskan dalam air hangat suhu sekitar 60- 80 o C sampai bakso mengeras dan mengambang di permukaan air. Pada pemasakan selanjutnya, bakso direbus sampai matang di dalam air mendidih, biasanya sekitar 10 menit.

C. KERUSAKAN BAKSO

Bakso merupakan produk olahan daging yang memiliki kandungan nutrisi, nilai pH, dan kadar air tinggi. Menurut Fardiaz 1992 daging termasuk makanan yang mudah rusak, karena mempunyai nilai a w dan pH yang relatif tinggi. Bahan pangan yang memiliki nutrisi, nilai pH, dan kadar air tinggi merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroba, sehingga bakso umumnya memiliki masa simpan yang singkat. Produk-produk olahan daging dinyatakan relatif awet jika mempunyai pH di bawah 5.0 atau a w di bawah 9.1. Menurut Buckle et al., 2007, pembusukan bahan pangan adalah setiap perubahan sifat-sifat kimia, fisik, maupun organoleptik dari bahan pangan yang masih segar maupun setelah diolah, yang mengakibatkan ditolaknya bahan pangan tersebut oleh konsumen. Penyebab utama proses pembusukan pada bahan pangan adalah mikroorganisme dan berbagai perubahan enzimatis maupun nonenzimatis yang terjadi setelah panen atau penyembelihan. Bentuk-bentuk kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme antara lain berjamur, pembusukan rots, berlendir, perubahan warna, kerusakan fermentatif, serta pembusukan bahan-bahan berprotein. Secara organoleptik, tanda-tanda yang dapat diamati untuk mengetahui telah terjadinya kerusakan bakso antara lain timbulnya bau masam hingga busuk, permukaan bakso