Respon Panelis terhadap Rasa

79 jumlah mikroorganisme. Kapang dan khamir dapat tumbuh baik pada suhu ruang, begitu pun dengan bakteri.

4. Uji Organoleptik Soekarto, 1985

Uji organoleptik merupakan uji yang dilakukan terhadap produk pangan dengan menggunakan organ inderawi yaitu penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan, dan pendengaran. Indera pendengaran jarang digunakan dalam pengujian produk pangan. Sampel yang digunakan dalam uji ini ada empat yaitu bakso kontrol, bakso dengan perlakuan asam cuka pasar 1.5 , 2.0 , dan 2.5 . Sampel bakso tersebut digunakan dalam uji organoleptik karena sampel tersebut memiliki umur simpan selama empat hari sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini.

a. Respon Panelis terhadap Rasa

Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa merupakan kriteria penting dalam menilai suatu produk pangan yang banyak melibatkan panca indera lidah. Indera pencicipan dapat membedakan empat macam rasa yang utama yaitu asin, asam, manis, dan pahit. Rasa merupakan suatu respon lidah terhadap makanan yang diberikan. Rasa sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen penyusun makanan seperti protein, lemak, vitamin, dan lainnya Winarno, 1997. Rasa bakso dipengaruhi oleh daging, bumbu-bumbu serta bahan pengisi yang ditambahkan selama pengolahan. Menurut survey yang dilakukan Andayani 1999, rasa menempati urutan pertama sifat mutu menurut konsumen dalam menentukan pilihan bakso. Rasa bakso sangat menentukan penerimaan konsumen, walaupun sifat mutu organoleptik lainnya juga turut menentukan. Rasa bakso sapi sebenarnya dibentuk oleh berbagai jenis rangsangan bahkan terkadang juga turut dipengaruhi oleh bau dan tekstur. Namun umumnya ada tiga macam rasa bakso yang sangat menentukan penerimaan konsumen 80 yaitu tingkat kegurihan, keasinan, dan rasa daging. Respon panelis terhadap parameter rasa bakso kontrol dan sampel dengan perlakuan asam cuka pasar 1.5 , 2.0 , dan 2.5 dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa bakso. Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa skor kesukaan tertinggi panelis terhadap parameter rasa terdapat pada sampel bakso kontrol 5.97 sedangkan skor terendah terdapat pada sampel dengan asam cuka pasar 2.5 2.53. Hasil analisis ragam Lampiran 19 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara penambahan pengawet terhadap atribut rasa bakso. Hasil uji lanjut Duncan memberikan hasil bahwa rasa sampel bakso dengan asam cuka pasar 2.0 dan 2.5 tidak berbeda nyata, namun rasa kedua sampel tersebut berbeda nyata dengan rasa sampel bakso yang diberi perlakuan asam cuka pasar 1.5 dan bakso kontrol. Pemberian skor rasa yang rendah terhadap sampel bakso dengan asam cuka pasar 2.5 ini kemungkinan disebabkan karena tingginya konsentrasi asam cuka pasar yang terkandung dalam bakso sehingga rasa bakso tersebut menjadi sangat asam. Menurut de Man 1997, asam asetat memiliki tingkat rasa asam yang cukup tinggi jika dibandingkan 5,97 3,60 2,93 2,53 1 2 3 4 5 6 7 0,0 1,5 2,0 2,5 Sko r Ke su k a a n P A n e li s Konsentrasi Asam Cuka Pasar 81 dengan asam organik yang lainnya termasuk asam laktat, asam sitrat, dan asam propionat. Bakso dengan asam cuka pasar 2.5 memiliki skor 2.53 skala 7 artinya panelis tidak menyukai rasa dari bakso tersebut. Hal ini wajar karena panelis tidak terbiasa dengan bakso yang memiliki rasa asam. Rasa asam pada bakso ini tidak disukai karena bisa menimbulkan persepsi yang bermacam-macam seperti adanya dugaan jika bakso tersebut basi padahal rasa asam berasal dari asam cuka pasar. Bakso yang umum berada di pasaran biasanya memiliki rasa yang gurih dan agak asin seperti hasil survey yang telah dilakukan oleh Andayani 1999 yang menunjukkan bahwa 91.0 responden menyukai bakso dengan rasa agak asin atau sedang.

b. Respon Panelis terhadap Aroma