Kekerasan Objektif Analisis Fisik a.

76 titanium dioksida yang ditambahkan dalam pembuatan bakso untuk menghindari produk akhir bakso yang gelap dan tidak menarik sehingga tidak disukai konsumen. Cara mengatasi rendahnya nilai a ini bisa dilakukan dengan cara mengurangi bahan pemutih yang ditambahkan pada bakso. Menurut hasil survey Andayani 1999, intensitas warna merah yang disukai oleh konsumen berkisar antara 1.91-3.77. Gambar 12. Nilai b bakso dengan pengawetan metode perebusan selama 4 hari penyimpanan dalam suhu ruang. Intensitas warna kuning nilai b pada bakso selama penyimpanan cenderung stabil pada kisaran 6.29-9.33. Gambar 12 menunjukkan hasil pengukuran nilai b pada bakso selama penyimpanan. Dari gambar tersebut dapat terlihat meskipun nilai b pada bakso cenderung hampir sama, namun menurut hasil analis ragam dan uji lanjut Duncan Lampiran 15, terdapat perbedaan yang nyata pada nilai b sebagai pengaruh dari penambahan pengawet dan lama penyimpanan P0.05.

b. Kekerasan Objektif

Kekerasan menyatakan kekuatan suatu benda terhadap gaya tekan yang diberikan tanpa mengalami deformasi bentuk Soekarto, 1990. Kekerasan pada bakso sangat dipengaruhi oleh jumlah tepung yang ditambahkan. Semakin banyak tepung yang ditambahkan, maka nilai 6,00 6,50 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 10,50 1 2 3 4 N il a i b Lama Penyimpanan Hari As.Cuka Pasar 0 As.Cuka Pasar 0,5 As.Cuka Pasar 1 As.Cuka Pasar 1,5 As.Cuka Pasar 2 As.Cuka Pasar 2,5 77 kekerasan bakso akan semakin tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh struktur matriks pati yang lebih rapat dibandingkan struktur matriks protein lebih sulit untuk dipecah. Hasil survey konsumen yang dilakukan Andayani 1999 menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen yaitu 47.0 menyukai bakso sapi dengan tekstur empuk. Gambar 13 menunjukkan data nilai kekerasan bakso kontrol dan bakso dengan perlakuan asam cuka pasar selama penyimpanan. Gambar 13 . Tingkat kekerasan bakso dengan pengawetan metode perebusan selama 4 hari penyimpanan dalam suhu ruang. Tingkat kekerasan bakso daging sapi diukur berdasarkan nilai kecepatan tembus penetrasi oleh jarum penetrometer. Semakin besar nilai kecepatan tembus bakso menunjukkan tingkat kekerasan yang semakin rendah. Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa nilai kekerasan yang dimiliki oleh bakso kontrol dan semua sampel dengan semua perlakuan memiliki nilai kekerasan bakso yang hampir sama pada awal penyimpanan yaitu berkisar antara 12.10-12.60 mm10 detik. Hal ini berarti selama 10 detik jarum penetrometer mampu menembus bakso sedalam 12.10-12.60 mm. Nilai kekerasan pada bakso kontrol menurun atau dengan kata lain nilai keempukannya meningkat dengan bertambahnya lama penyimpanan menjadi 16.25 mm10 detik pada hari ke-1 dan 18.70 mm10 detik pada hari ke-2. Pengukuran nilai kekerasan 10,00 11,00 12,00 13,00 14,00 15,00 16,00 17,00 18,00 19,00 20,00 1 2 3 4 T in gka t Kek e ra sa n m m 1 d e ti k Lama Penyimpanan Hari As.Cuka Pasar 0 As.Cuka Pasar 0,5 As.Cuka Pasar 1 As.Cuka Pasar 1,5 As.Cuka Pasar 2 As.Cuka Pasar 2,5 78 pada bakso kontrol ini hanya dilakukan hingga penyimpanan hari ke-2 karena sampel bakso tersebut telah rusak. Sampel bakso dengan perlakuan asam cuka pasar cenderung memiliki nilai kekerasan yang relatif sama selama penyimpanan empat hari yaitu berkisar antara 11.20-12.60 mm10 detik Lampiran 16. Hasil analisis ragam Lampiran 17 pun menunjukkan hasil bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai kekerasan produk bakso P0.05. Sampel bakso kontrol mengalami penurunan nilai kekerasan yang cukup signifikan dengan bertambahnya lama penyimpanan sedangkan sampel yang diberi perlakuan asam cuka pasar memiliki nilai kekerasan yang cenderung stabil. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya pengaruh dari penambahan asam cuka pasar sebagai pengawet yang mampu melindungi permukaan bakso dari pertumbuhan mikroba yang dapat melunakkan tekstur bakso. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan asam cuka pasar pada bakso memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kekerasan bakso P0.05 Lampiran 17. Berdasarkan uji lanjut Duncan, dapat diketahui bahwa sampel yang diberi perlakuan asam cuka pasar 0.5 , 1.0 , 1.5 , 2.0 , dan 2.5 memiliki nilai kekerasan yang berbeda nyata dengan bakso tanpa perlakuan atau bakso kontrol. Penurunan nilai kekerasan pada bakso kontrol kemungkinan disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroba pada permukaan bakso sehingga merusak tekstur bakso yang berakibat pelunakkan pada bakso. Mikroorganisme tersebut dapat mendekomposisi komponen organik pada bakso yang ditandai dengan semakin melunaknya produk, sehingga kontrol memiliki kekerasan yang relatif lebih rendah daripada bakso yang diberi perlakuan selama penyimpanan. Selain itu, suhu penyimpanan yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu ruang yang merupakan suhu optimum pertumbuhan kapang, khamir, dan bakteri mesofilik. Frazier dan Westhoff 1988 menyatakan bahwa suhu memiliki pengaruh yang besar terhadap jenis, kecepatan tumbuh, dan 79 jumlah mikroorganisme. Kapang dan khamir dapat tumbuh baik pada suhu ruang, begitu pun dengan bakteri.

4. Uji Organoleptik Soekarto, 1985