Kesimpulan Analisa konflik pengelolaan sumberdaya alam masyarakat desa sekitar hutan studi kasus masyarakat Desa Curugbitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil uraian bab analisa konflik pengelolaan sumberdaya alam, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Karakteristik pihak-pihak yang terlibat dalam konflik pengelolaan sumberdaya alam di Desa Curugbitung sangat beragam. Adapun pihak-pihak yang terlibat konflik di Desa Curugbitung antara lain: PT. Hevindo dan masyarakat Desa Curugbitung, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, pemerintahan desa, pengusaha bangunan dan peternakan, LSM RMI, LSM HuMa, KCP, KPN, mantan lurah, Mandor, Polsek Nanggung, pemerintahan Kecamatan Nanggung, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor. Masing-masing pihak ada yang melibatkan diri secara terang-terangan dan ada juga yang hanya sebagai pengamat. Hal tersebut tergantung pada intensitas hubungan yang dilakukan antara masing- masing pihak terhadap konflik dan subjek utama konflik. 2. Penyebab konflik pengelolaan sumberdaya alam yang terjadi di Desa Curugbitung lebih disebabkan oleh perbedaan kepentingan, pemahaman, peningkatan jumlah penduduk, pembatasan akses masyarakat lokal terhadap sumberdaya, keterpurukan ekonomi, juga karena perubahan iklim politik setelah reformasi dan krisis moneter. Kekuatan masing-masing pihak dan dukungan dari pihak lain, menjadikan konflik yang terjadi bertahan lama. Anggapan masyarakat yang timbul waktu itu, mereka bebas mengajukan keinginan kepada pemerintah dan bebas menyuarakan aspirasi mereka. Kebutuhan akan lahan pertanian menjadi salah satu penyebab munculnya konflik di desa ini, selain perbedaan pemahaman, perbedaan kepentingan, 87 dan kehadiran pihak ketiga, seperti LSM menjadi pemicu mencuatnya konflik, karena masyarakat mulai disadarkan pada apa pentingnya tanah bagi kehidupan di masa yang akan datang. Selain itu berbagai bentuk perlawanan juga dilakukan, baik yang bermotif ekonomi maupun yang bermotif non- ekonomi. 3. Karakteristik konflik pengelolaan sumberdaya alam yang terjadi di Desa Curugbitung dilihat dari wujud dan level konflik. Menurut wujudnya, konflik yang terjadi cenderung tertutup laten dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal tersebut terjadi karena kecakapan para elit lokal tokoh masyarakat untuk meredam terjadi konflik hingga tidak dapat terbaca oleh pihak-pihak di luar wilayah tersebut, meskipun pernah mencuat dan terbuka. Menurut levelnya, konflik vertikal dialami antara masyarakat dengan PT. Hevindo, sedangkan konflik horizontal terjadi antara pihak PT. Hevindo dengan TNGH- S, dengan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, LSM, dan pemerintah lokal. 4. Upaya-upaya yang dilakukan oleh masing-masing pihak belum mencapai hasil akhir yang baik. Setiap solusi yang dilakukan tidak menyelesaikan konflik sampai keakarnya dan terbukti hanya bisa bertahan selama beberapa waktu saja, karena konflik yang terjadi selalu berubah wujud dari laten menjadi mencuat, laten kembali, kemudian laten terbuka. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain: Perusahaan menyetujui beberapa kegiatan masyarakat yang mengajukan proposal atas nama yayasan tertentu dengan persetujuan kepala desa; mengeluarkan kartu putih, menginjinkan kegiatan tumpang sari bersama masyarakat, mengeluarkan surat perjanjian dengan masyarakat penggarap di lahan HGU, melakukan pengawasan terhadap kegiatan masyarakat di lahan HGU, dan mengantisipasi agar wilayah perambahan tidak lebih luas, mencoba untuk berdiskusi dengan pihak LSM belum terlaksana, menggunakan pendekatan fisik dan ancaman, dengan melibatkan aparat keamanan disertai pengusiran oleh mandor; 88 menghentikan pungutan tumpang sari dan lain-lain. Pendekatan akomodasi adalah pendekatan yang paling memungkinkan sebagai pendekatan penyelesaian konflik dan konsultasi publik sebagai salah satu bentuk yang ditawarkan oleh APK Alternatif Penyelesaian Konflik. Pendekatan politis, administrasi, dan hukum belum bisa dilakukan. Dari berbagai kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa jawaban atas pertanyaan utama penelitian ini tentang bagaimana PT. Hevindo dapat bertahan lama, padahal terjadi konflik dengan masyarakat dan elemen pemerintahan desa, serta bagaimana hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik dan lembaga- lembaga yang terlibat konflik, antara lain: 1. Keterlibatan pihak lain dalam konflik tersebut, seperti mantan lurah, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, dan Polsek Nanggung, menjadikan perusahaan memiliki dukungan kekuatan politik untuk tetap bertahan di kawasan tersebut, setidaknya hingga tahun 2014. 2. Kekuatan-kekuatan yang dimiliki pihak perusahaan dipicu oleh kekuatan hukum yang dimilikinya, yaitu sebagai pemilik sah HGU di desa tersebut. Hal ini juga mendorong perusahaan untuk terus beroperasi guna mencapai kembali kekuatan ekonomi yang dulu pernah diraih mereka; 3. Hubungan dekat dengan pihak-pihak yang berkuasa di masa lalu, dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap elit-elit lokal dan keberadaan organiasai lokal yang belum optimal menjadikan perusahaan belum mendapatkan perlawanan yang berat dari masyarakat, namun hal ini masih akan terus berkembang dengan menguatnya kekuatan sosial dalam masyarakat. 4. Upaya pengelolaan konflik yang selama dilakukan perusahaan sudah mampu meredam konflik dalam tempo waktu tertentu, setidaknya mencegah adanya konflik terbuka antar berbagai pihak yang berkonflik, namun hal itu belum mampu menyelesaikan akar masalah dari konflik ini kebutuhan lahan. 89

6.2 Saran-Saran

Dokumen yang terkait

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi Evaluasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Artha Wana Mulya Desa Sidomulyo Kabupaten

0 2 14

Peranserta Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 87

Peranan Kepala Desa dalam Pembangunan Masyarakat Desa Studi Kasus di Dua Desa di Kabupaten DT II Bogor Propinsi Jawa-Barat

0 5 164

Deindustrialisasi Pedesaan (Studi Kasus Desa Curug Bintang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 28 142

Kajian Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove (Studi Kasus di Desa Karangsong, Kecarnatan Indrarnayu, Kabupaten Indrarnayu, Propinsi Jawa Barat)

0 7 155

Peranan hutan dalam kehidupan rumah tangga masyarakat desa hutan (Studi kasus kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 15 98

Strategi nafkah rumahtangga desa sekitar hutan (studi kasus desa peserta phbm (pengelolaan hutan bersama masyarakat) di kabupaten kuningan, provinsi jawa barat)

1 29 446

Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah (Kasus masyarakat Kelurahan Gunung Batu, Kecamatan bogor Barat, Kota Bogor dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 12 117

Struktur Agraria Masyarakat Desa Hutan Dan Implikasinya Terhadap Pola Pemanfaatan Sumberdaya Agraria (Studi Kasus: Masyarakat Kampung Pel Cianten, Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 5 108

Persepsi, Motivasi dan Perilaku Masyarakat Sekitar Hutan dalam Pengelolaan Kawasan Hutan (Kasus Kawasan Hutan sekitar Desa Gunung Sari di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

0 3 41