sosialnya. Petani tidak pernah bepergian keluar desa untuk mencari informasi tentang hutan rakyat. Petani pun juga tidak pernah secara pribadi konsultasi
dengan petugas dari Dinas Kehutanan. Merekapun juga tidak pernah dengan sengaja mencari informasi tentang hutan rakyat dari koran atau majalah. Untuk
mendapatkan informasi atau pengetahuan tentang hutan rakyat lebih cenderung mencari dengan diskusi sesama anggota kelompok tani hutan rakyat.
Selain itu terbatasnya keaktifan masyarakat dalam mendapat informasi dan pengetahuan tentang hutan rakyat juga disebabkan adanya sikap ketergantungan
petani yang tinggi pada teman -teman atau tetangganya sebagai sumber informasi, karena mereka enggan mencari sendiri informasi ke luar. Kondisi tersebut di atas
menyebabkan partisipasi petani pada kegiatan pembangunan hutan rakyat kurang maksimal.
Rendahnya keaktifan masyarakat ini perlu segera ditangani, yaitu dengan mengubah dan meningkatkan sistem penyuluhan kehutanan yang lebih efektif
yang dapat merangsang masyarakat mencari sendiri pengetahuan melalui proses belajar bersama. Pengetahuan merupakan informasi yang sangat berpengaruh
terhadap proses adopsi inovasi. Kaitannya dengan partisipasi adalah semakin banyak pengetahuan yang diserap petani wawasannyapun semakin luas sehinggga
cenderung akan meningkatkan partisipasinya pada kegiatan pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan.
Pengaruh Kebijakan Pemerintah X
2. 6
terhadap Tingkat Partisipasi
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kebijakan pemerintah adalah pemahaman responden yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah dalam
pengelolaan hutan rakyat. Instansi yang berwenang menangani dan mengeluarkan kebijakan dalam pengelolaan hutan rakyat adalah Departemen Kehutanan,
sedangkan untuk Kabupaten Musi Rawas adalah Dinas Kehutanan. Kebijakan - kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di
kabupaten, belum banyak mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat.. Sosialisasi kebijakan pemerintah ternyata belum menggerakkan partisipasi
masyarakat dalam kegiatan pembangunan hutan rakyat, karena dalam pelaksanaan
di lapangan, bimbingan-bimbingan teknis lebih banyak dilaksanakan oleh pihak perusahaan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kebijakan pemerintah berpengaruh nyata terhadap tingkat partisipasi. Semakin petani mengetahui dan memahami
kebijakan pemerintah menunjukkan kecenderungan tingkat partisipasi petani dalam pembangunan hutan rakyat pola kemitraan ini semakin rendah. Dalam
pelaksanaan pembangunan hutan rakyat pola kemitraan ini penyuluhan dilakukan oleh pihak perusahaan yang tidak mempunyai kapasitas sebagai penyuluh.
Meskipun di perusahaan mitra terdapat tenaga-tenaga teknis yang menguasai pada bidangnya tetapi tidak ada yang mempunyai kapasitas sebagai penyuluh. Tenaga
penyuluh dari perusahaan hanya dibekali dengan kemampuan teknik silvikultur. Sedangkan informasi tentang kebijakan -kebijakan baru yang dikeluarkan oleh
pemerintah, baik kebijakan dari pemerintah pusat maupun kebijakan pemerintah daerah sangat terbatas. Penyampaian informasi tentang kebijakan pemerintah yang
tidak lengkap ini mengakibatkan penilaian dan pemahaman yang berbeda dengan maksud dan tujuan dikeluarkannya kebijakan yang sebenarnya, sehingga semakin
banyak informasi yang diterima masyarakat dari penyuluhan menyebabkan penilaian negatip adanya kebijakan pemerintah. Hal ini berdampak adanya
kecenderungan tingkat partisipasi yang lebih rendah. Kecenderungan ini juga tidak terlepas dari penilaian dan traumatik petani
terhadap peraturan-peraturan pemerintah terdahulu. Pemahaman petani peraturan yang dikeluarkan hanya untuk mendukung program kemitraan yang bersifat
sesaat, dijalankan hanya pada saat awal program dan tidak berkelanjutan, sementara petani menyadari bahwa kegiatan hutan rakyat adalah kegiatan yang
hasilnya baru diperoleh dalam jangka waktu yang lama, untuk itu perlu suatu kepastian kebijakan yang mendukung kegiatan hutan rakyat yang dilaksanakan
tersebut. Satu hal yang perlu dicermati bahwa belum adanya kesamaan pandangan tentang istilah hutan rakyat, kayu rakyat atau hutan milik. Hal ini akan berakibat
pada ketidakpastian penguasaan hutan rakyat yang pada akhirnya tidak menghasilkan pengelolaan hutan rakyat yang jelas.
Berkaitan dengan adanya kebijakan pemerintah, hendaknya apabila ada kebijakan baru tentang hutan rakyat sosialisasinya dilaksanakan oleh tenaga
penyuluh dari Dinas Kehutanan yang lebih berkompeten. Pemerintah sebagai fasilitator dituntut untuk lebih menitik beratkan pada kepentingan masyarakat
dalam pengembangan hutan rakyat ini. Berbagai kebijakan dalam pengelolaan hutan rakyat yang dituangkan dalam peraturan perundangan hendaknya tidak
saling tumpang tindih atau bahkan bertentangan tetapi hendaknya berlandaskan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang terwujud dalam program
pengembangan hutan rakyat yang lebih matang.
Pengaruh Status Sosial X
2. 7