Pengujian Anthrax Serologi pada sapi dan Kultur Anthrax pada sampel tanah

Laporan Tahunan Tahun 2016 Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta 257 di laboratorium untuk mengisolasi agen penyebab, uji serologis dan molekuler . Gejala penyakit pada hewan Hewan dapat tertular Anthrax melalui pakan rumput atau minum yang terkontaminasi spora. Spora yang masuk ke dalam tubuh melalui oral dan akan mengalami germinasi, multiplikasi di sistem limfe dan limpa, menghasilkan toksin sehingga menyebabkan kematian biasanya mengandung ± 10 9 kumanml darah. Anthrax pada hewan dapat ditemukan dalam bentuk perakut, akut, subakut sampai dengan kronis. Untuk ruminansia biasanya berbentuk perakut dan akut ; kuda biasanya berbentuk akut ; sedangkan anjing, kucing dan babi biasanya berbentuk subakut sampai dengan kronis. Gejala penyakit pada bentuk perakut berupa demam tinggi 42°C, gemetar, susah bernafas, kongesti mukosa, konvulsi, kolaps dan mati. Darah yang keluar dari lubang kumlah anus, hidung, mulut atau vulva berwarna gelap dan sukar membeku.Bentuk akut biasanya menunjukan gejala depresi, anoreksia, demam, nafas cepat, peningkatan denyut nadi, kongesti membran mukosa.Sedangkan pada bentuk subakut sampai dengan kronis, terlihat adanya pembengkakan pada lymphoglandula pharyngeal karena kuman Anthrax terlokalisasi di daerah itu. Di Indonesia, kejadian Anthrax biasanya perakut, yaitu : demam tinggi, gemetar, kejang-kejang, konvulsi, kolaps dan mati. Pengujian AnthraxSerologi dilakukan pada 278 spesimen yang berasal dari Kabupaten Sleman. Pengujian anthrax serologi menggunakan metode Polymerase Chain Reaction belum dapat dilaporkan karena belum adanya kontrol positif Anthrax yang menentukan validitas hasil pengujian. Kontrol positif masih menunggu dari BBVet Wates. Hasil pengujian nantinya akan tetap diinformasikan kepada kabupaten. Sedangkan pengujian kultur Anthrax dilakukan pada 25 sampel tanah yang diambil di Pasar Hewan di wilayah DIY yaitu pengujian Laporan Tahunan Tahun 2016 Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta 258 menunjukkan semua spesimen negatif. Pelaksanaan vaksin anthrax untuk ternak hendaknya ditingkatkan dan vaksinasi harus tetap dilakukan secara terencana dan teratur meskipun penyakit anthrax tidak ditemukan dalam waktu puluhan tahun. Perlu secara ketat dilakukan penutupan daerah endemik anthrax bagi keluar masuknya ternak. Kabupaten Jumlah Sampel Hasil Pemeriksaan Positif Negatif Bantul 3 - 3 Kulon Progo 4 - 4 Gunungkidul 9 - 9 Sleman 9 - 9 DIY 25 - 25 Tabel 8.71. Hasil Rekapitulasi Pengujian Kultur Anthrax tahun 2016

5. Pengujian RBT Rose Bengal Test pada Sapi

Brucellosis atau penyakit keluron menularmerupakan salah satu penyakit hewan menularstrategis karena penularannya yang relatif cepat antar daerah dan lintas batas sertamemerlukan pengaturan lalulintas ternak yang ketat. Brucellosismengakibatkan tingginya angka keguguranpada sapi, pedet lahir mati lemah, infertilitas,sterilitas dan turunnya produksi susu. Penyakit Bruselosis disebabkan oleh Brucella abortus. Spesies Brucella diketahui memiliki 9 biotipe, yang rupanya semuanya menghasilkan penyakit yang sama. Sumber utama penularan Brucella pada sapi di antaranya sekresi cairan uterus, jaringan placenta, janin, kolostrum dari susu penderita atau semen beku yang tercemar Brucella. Pada wilayah penyebaran ternak yang tidak terkendali terutama tidak adanya pengawasan penyakit, screening test dapat di lakukan pada daerah produksi susu sebelum susu dikirim. Pada industri Laporan Tahunan Tahun 2016 Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta 259 pengolahan susu dapat dilakukan pemeriksaan Milk Ring Test MRT tetapiharus dilanjutkan dengan pemeriksaan individu pada sapi mana saja yang terinfeksi dengan pengujian serologi test atau Rose Bengal Plate Testdan uji Complement Fixation Test, bahkan lebih teliti lagi yaitu dengan pengujian ELISA Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay. Pulau Jawa sebagai sentra sapi perah dengan populasi mencapai 98 dari populasi nasional menghadapi masalah brucellosis dengan angka prevalensi yang masih cukuptinggi.Tingginya populasi serta sanitasi danhigiene kandang yang kurang memadaimemudahkan penularan penyakit melaluikontak langsung. Selain itu tidak telihatnyagejala klinis pada ternak reaktor brucellosis,sukarnya monitoring lalu-lintas ternak, belumoptimalnya pelaksanaan test and slaughter,tidak sesuainya biaya kompensasi denganjumlah kasus, pemakaian vaksin B. abortusS19 di beberapa daerah, dan belum optimalnyakeikutsertaan petani dalam penaggulanganmenjadi penyebab sulitnya melakukanpemberantasan dan pengendalian brucellosispada sapi perah. Untuk mencegah kerugian yangditimbulkan akibat brucellosis perlu ditetapkansuatu program yang bersifat menyeluruh untukmelakukan pemberantasan dan pengendalianpenyakit pada sapi.Salah satu usaha yang dilakukan adalah melakukan pengambilan spesimen secara rutin untuk mengethaui kejadian bruselosis di lapangan. Spesimen yang diuji dengan RBT berasal dari Kota Yogyakarta sebanyak39 spesimen, Kabupaten Bantul sebanyak 120 spesimen, Kabupaten Kulonprogo sebanyak100 spesimen, Kabupaten Gunungkidul 120 spesimen, serta Kabupaten Sleman sebanyak 121 spesimen. Spesimen tersebut terdiri dari 124 ekor sapi perah dan 376 sapi potong. Hasil pengujian menunjukkan 0,4 ternak yang diperiksa menunjukkan hasil positif terhadap penyakit Brucellosis.Keberhasilan