Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
211
Anggaran kegiatan sebesar Rp455.397.300,- realisasi keuangan sebesar Rp. 443.949.100,- atau 97,49, ada sisa mati Rp11.488.200,-
Realisasi kegiatan fisik mencapai 100.
1 Peningkatan Keamanan Pangan Asal Hewan
Anggaran kegiatan sebesar Rp. 455.397.300,- realisasi keuangan sebesar Rp. 443.949.100,- atau 97,49, ada sisa mati Rp.
11.488.200,- Realisasi fisik mencapai 100. Penyebab munculnya deviasi atau sisa mati adalah terjadinya efisiensi.
Dalam rangka memberikan jaminan Pangan Asal Hewan yang ASUH bagi masyarakat, maka Seksi Diagnostik Kehewanan secara rutin
melakukan pengujian terhadap daging yang dijual di pasar-pasar seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, selengkapnya adalah :
a Pengujian Cemaran Mikroba pada Daging Ayam
Penyediaan daging ayam yang kandungan mikrobanya tidak melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba BMCM sangat
diharapkan dalam memenuhi persyaratan untuk mendapatkan daging sapi yang aman, sehat, utuh dan halal ASUH. Produk
makanan asal hewani terutama daging segar dapat dikategorikan aman jika total koloni bakteri Total Plate CountTPC tidak
melebihi 1 x 10
6
Coloni Forming Unit per gram CFUgram. Pasar merupakan salah satu tempat pemasaran daging,
tempat tersebut merupakan tempat yang rawan dan berisiko cukup tinggi terhadap cemaran mikroba patogen. Sanitasi dan
kebersihan lingkungan penjualan pasar perlu mendapat perhatian baik dari pedagang itu sendiri maupun petugas terkait
untuk meminimumkan tingkat cemaran mikroba. Pasar dibagi menjadi dua jenis, yaitu pasar modern
swalayan dan pasar tradisional. Pasar swalayan merupakan pasar yang menjual produk pangan yang sudah melewati standar
mutu tertentu dan keamanan pangan. Pasar swalayan juga dipandang sebagai tempat yang sangat
memperhatikan aspek kebersihan, kenyamanan dan keamanan
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
212
dalam berbelanja. Daging yang dijual di pasar swalayan disebut daging beku dan tidak bisa dikatakan daging segar karena telah
mengalami berbagai proses. Daging tersebut dikemas dan disimpan pada suhu tertentu sehingga kemungkinan untuk bakteri
tumbuh itu sangat sedikit. Keberadaan pasar tradisional masih menjadi tumpuan bagi masyarakat Indonesia, terutama pelaku
usaha yang terlibat langsung penjual dan pembeli ataupun masyarakat yang terlibat tidak langsung dengan adanya aktivitas
pasar tradisional. Daging segar pada khususnya di pasar tradisional merupakan daya tarik yang paling tinggi karena untuk
komoditas ini tidak bisa ditemukan di pasar modern. Pada tahun 2016 dilakukan pengujian cemaran daging ayam
pada 365 sampel daging ayam dari kabupatenkota di Daerah Istimewa Yogyakarta.Sampel yang diuji berasal dari Kota
Yogyakarta sebanyak 82 sampel, Kabupaten Bantul sebanyak 90 sampel, Kabupaten Kulonprogo sebanyak 48 sampel, Kabupaten
Gunungkidul sebanyak 77 sampel serta Kabupaten Sleman sebanyak 68 sampel. Jika ditilik dari jumlah unit usaha yang
diambil sampelnya yaitu 28 unit usaha dan sisanya merupakan sampel dari individu. Cara kerja pengujian cemaran daging ayam
yaitu dengan metode Total Plate Count TPC, Coliform, E. coli, dan
Salmonella serta
pengujian residu
Oxytetracyclin, Streptomycin, Penicillin dan Makrolida.
Sesuai dengan hasil pengujian cermaran mikroba yang telah dilakukan, ternyata mikroba pada bahan pangan asal ternak
terdeteksi sebagian melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba BMCM seperti yang tercantum dalam SNI. Yaitu sampel daging
yang melebihi BMCM pada metode TPC adalah 7, sampel yang melebihi BMCM pada metode Coliform 79, sampel yang melebihi
BMCM pada metode E. coli 26 dan positif Salmonella sebanyak 0,3. Hal ini mengindikasikan belum maksimalnya penerapan
aspek sanitasi dan hygiene dalam pengelolaan bahan pangan asal
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
213
hewan. Sedangkan hasil pengujian residu menunjukkan hasil negatif pada semua sampel Tabel 3.
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
214
KABUP ATEN
JUM LAH
TPC COLIFORM
E.COLI Salmonell
a Oxytetra
cyclin Streptom
ycin Penicillin Makrolida
BM CM
BM CM
BM CM
BM CM
BM CM
BM CM
BM CM
BM CM
BMC M
P N P
P N P
P N P
P N P
P N P
KOTA 82
75 7
2 10
72 20
66 16
4 1
8 1
0. 3
0 82 0 0 82 0 0 82 0 0 82 0 BANTU
L 90
77 13
4 8
82 22
61 29
8 9
0. 0 90 0 0 90 0 0 90 0 0 90 0
KULON PROG
O 48
48 15
33 9
35 13
4 4
8 0.
0 48 0 0 48 0 0 48 0 0 48 0 GUNU
NG KIDUL
77 75
2 1
25 52
14 62
15 4
7 7
0. 0 77 0 0 77 0 0 77 0 0 77 0
SLEMA N
68 65
3 1
17 51
14 47
21 6
6 8
0. 0 68 0 0 68 0 0 68 0 0 68 0
DIY
365 340
25
7
75 290
79
271 94
26
1 3
6 4
0. 3
36 5
0 0
36 5
0 0
36 5
0 0
36 5
Tabel 8.58.Hasil Pengujian Cemaran Mikroba dan Residu pada Daging Ayam
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
215
Grafik 1. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba pada Daging Ayam
7 13
2 3
72 82
33 52
51 16
29 13
15 21
1 10
20 30
40 50
60 70
80 90
TPC BMCM Coliform BMCM
E. coli BMCM Positif Salmonella
Positif Oxytetracyclin
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
216
Grafik 2. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba pada Daging Ayam Tahun 2009-2012, 2014-2016
Cemaran Coliform pada daging ayam dapat terjadi karena penanganan daging ayam yang kurang higienis, terutama dalam
penggunaan air dalam mencuci yang belum dapat dipastikan kualitasnya karena sebagian besar pelaku usaha tidak pernah menguji kualitas air yang
digunakan. Sedangkan kontaminasi Eschericia coli pada daging ayam dapat berasal dari hewan, kebersihan alat perlengkapan dan air yang
digunakan serta tangan penjual dan pembeli. Pencemaran daging ayam oleh bakteri Salmonella spp. disebabkan pencemaran oleh feses dan
penanganan daging ayam yang buruk dengan peralatan, perlengkapan dan alat angkut yang kotor sejak dari peternakan hingga ke tempat distribusi.
Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi karena hasil pengujian terhadap bakteri Salmonella spp harus negatif.
Unit usaha rumah potong ayam yang menjadi tempat pengambilan sampel umumnya masih sederhana. antara ruang kotor dan ruang bersih
belum terpisah. penanganan daging ayam setelah disembelih dilakukan di lantai. air yang digunakan untuk mencuci daging belum semuanya teruji
sehingga kualitasnya tidak terjamin begitu pula dengan pengemasan hanya menggunakan bagor plastik dan pengangkutan ke tempat pemasaran
58
30
1 ,00
3,00 7,00
75 80
68
37 40,00
63 79
25 20
48 30
28,00 29
26 12
2 2
3 4,00
2 0,3
10 20
30 40
50 60
70 80
90
2009 2010 2011 2012 2014 2015 2016 TPC BMCM
Coliform BMCM E Coli BMCM
Positif Salmonella
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
217
dilakukan secara sederhana. Pemasaran di pasar tradisional terkesan asal saja karena umumnya tidak dilengkapi dengan pelindung daging dari
polusi, bahkan terdapat penjual daging ayam yang tidak bertempat di los daging. namun ada beberapa unit usaha rumah potong hewan dan pasar
swalayan yang telah memiliki nomor kontrol veteriner dimana unit usaha tersebut telah menerapkan prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan
produk pangan asal hewan. Pembinaan kepada para pelaku usaha pangan asal hewan
hendaknya dilakukan lebih intensif agar mereka memahami tentang higiene sanitasi sehingga dapat menerapkan Good Hygiene Practises dalam
penanganan dan pengolahan produk pangan asal hewan.
b Pengujian Cemaran Mikroba pada Daging Sapi
Permintaan pangan hewani daging, telur, susu dari waktu ke waktu cenderung
meningkat sejalan
dengan pertambahan
penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran
akan gizi, dan perbaikan pendidikan masyarakat. Sumber pangan, baik
yang berasal dari sumber nabati maupun hewani perlu penanganan khusus, terutama pangan hewani segar seperti daging sapi, ayam, ikan
dan lainnya. Produk pangan asal ternak berisiko tinggi terhadap
cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Setelah ternak di potong,
mikroba yang terdapat pada hewan mulai merusak jaringan sehingga bahan pangan
hewani cepat mengalami kerusakan bila tidak mendapat penangan yang baik.
Daging sapi mudah rusak dan merupakan media yang cocok bagi pertumbuhan mikroba, karena tingginya kandungan air
dan zat gizi seperti protein. Oleh karena itu penanganan yang baik harus dilakukan selama proses produksi berlangsung.
Beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari daging adalah E. Coli, Salmonella, dan Staphylococcus sp. Kontaminasi mikroba pada
daging sapi dapat berasal dari peternakan dan rumah potong hewan yang
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
218
tidak higienis, begitu juga sumber air dan lingkungan tempat diolahnya daging tersebut sebelum sampai kepada konsumen. Kelompok mikroba
pembusuk akan mengubah makanan segar menjadi busuk bahkan dapat menghasilkan toksin racun, oleh sebab itu sebelum manusia
mengkonsumsi bahan pangan, perlu dilakukan pengawasan melalui pengujian laboratorium untuk memastikan bahwa bahan pangan asal
ternak tersebut bebas dari mikroorganisme yang berbahaya. Pengujian cemaran daging sapi tahun 2016 dilakukan 220 sampel
daging sapi dari kabupatenkota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampel yang berasal dari Kota Yogyakarta sebanyak 92 sampel, Kabupaten Bantul
sebanyak 57 sampel, Kabupaten Kulonprogo sebanyak 25 sampel, Kabupaten Gunungkidul sebanyak 23 sampel serta Kabupaten Sleman
sebanyak 23 sampel. Pengujian yang dilakukan pada sampel daging sapi yaitu untukTotal Plate Count TPC, Coliform, E. coli, dan Salmonella serta
pengujian residu Oxytetracyclin, Streptomycin, Penicillin dan Makrolida. Sesuai dengan hasil pengujian yang telah dilakukan, ternyata
terdapat sebagian sampel pangan asal hewan yang terdeteksi melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba BMCM yang tercantum dalam
SNI.Sampel yang melebihi BMCM pada uji TPC adalah 1, sampel yang melebihi BMCM pada uji Coliform 70, sampel yang melebihi BMCM pada
metode E. Coli 23 dan positif Salmonellaspp. sebanyak 0. Sedangkan hasil pengujian residu menunjukkan hasil negatif pada semua sampel.
Kabupaten Jumla
h TPC
COLIFORM E.COLI
SALMONELLA BMCM
BMCM BMCM
BMCM BMCM
BMCM POSITI
F NEGATI
F
Kota 57
57 46
11 53
4 2
55 Bantul
52 52
22 30
37 15
52 Kulon
Progo 28
28 15
13 18
10 1
27 Gunungkid
ul 39
38 1
21 18
23 16
1 38
Sleman 44
44 29
15 37
7 2
42
220 219
1 133
87 168
52 6
214
Tabel 8.58. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba pada Daging Sapi
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
219
Grafik 3. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba pada Daging Sapi Cemaran Coliform pada daging dapat terjadi karena penanganan
daging yang tidak higienis, penggunaan air yang kualitasnya tidak terjamin. Kontaminasi Eschericia coli dapat berasal dari hewan, alat perlengkapan
dan tangan yang tidak bersih dan air yang digunakan. Pencemaran daging oleh bakteri Salmonella spp. disebabkan pencemaran oleh feses,
penanganan daging yang buruk, penggunaan peralatan, perlengkapan dan alat angkut yang kotor sejak dari peternakan hingga ke tempat
distribusi.Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi karena hasil pengujian terhadap bakteri Salmonella spp harus negatif. Hal ini mengindikasikan
belum maksimalnya penerapan aspek sanitasi dan hygiene dalam pengelolaan pangan asal hewan.
3 5
1 1
74
32 19
9 19
15 16
7 6
6 10
20 30
40 50
60 70
80
KOTA BANTUL
KULON PROGO
GUNUNG KIDUL
SLEMAN TPC BMCM
Coliform BMCM E. coli BMCM
Positif Salmonella Positif Oxytetracyclin
Positif Streptomycin Positif Eritromycin
Positif Makrolida
56
22 73
2 ,450 2,00 1,00
65 73
73
46 40,00
56 70
18 17
45 31
24,00 22
23 11
2 2
2 3,00
2 10
20 30
40 50
60 70
80
2009 2010 2011 2012 2014 2015 2016 TPC BMCM
Coliform BMCM E Coli BMCM
Positif Salmonella
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
220
Grafik 4. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba pada Daging Sapi Tahun 2009- 2012, 2014-2016
Pembinaan kepada para pelaku usaha pangan asal hewan hendaknya dilakukan lebih intensif agar mereka memahami tentang higiene
sanitasi sehingga dapat menerapkan Good Hygiene Practises dalam penanganan dan pengolahan produk pangan asal hewan.
c Pengujian Cemaran Mikroba pada Susu Sapi
Susu adalah hasil pemerahan dari ternak sapi perah atau dari ternak menyusui lainnya yang diperah secara kontinyu dan komponen-
komponennya tidak
dikurangi dan tidak pula ditambahkan bahan-
bahan lain. Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17 tahun 1983 dijelaskan, susu adalah susu sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu
pasteurisasi, dan susu sterilisasi. Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara
pemerahan yang benar yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu
yang masih dalam kelenjar susu dapat dikatakan steril tetapi setelah keluar dari puting dapat terjadi kontaminasi. Faktor yang berpengaruh besar
terhadap kualitas susu segar adalah adanya bakteri baik bakteri patogen maupun bakteri non patogen. Jumlah bakteri dalam susu dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor baik yang berasal dari hewannya sendiri faktor intrinsik maupun yang berasal dari luar tubuhnya faktor ekstrinsik.
Susu yang baik adalah susu yang memenuhi persyaratan, antara lain kandungan jumlah bakteri yang cukup rendah, bebas dari spora dan
mikroorganisme penyebab penyakit, memiliki rasa yang baik, bersih, bebas dari debu atau kotoran. Produk susu dinyatakan rusak dan tidak layak
untuk dikonsumsi apabila dalam susu tersebut terjadi perubahan rasa dan aroma, bau susu yang berubah menjadi tidak segar dan susu menggumpal
atau memisah. Untuk produk susu cair, perubahan warna biasanya
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
221
menunjukkan indikasi awal kerusakan produk, yaitu adanya pertumbuhan bakteri dan peningkatan asam.
Pada tahun 2016 dilakukan pengujian cemaran susu sapi pada 110 sampel susu sapi dari kabupatenkota di Daerah Istimewa Yogyakarta
terdiri dari Kota Yogyakarta sebanyak 5 sampel, Kabupaten Bantul sebanyak 28 sampel, Kabupaten Sleman sebanyak 77 sampel. Sampel
susu diuji untuk pengujian Total Plate Count TPC, Coliform, E. coli, dan Salmonella serta pengujian residu Oxytetracyclin, Streptomycin, Penicillin
dan Makrolida. Adapun hasil uji tercantum dalam tabel sebagai berikut :
Kabupate n
Jumla h
TPC COLIFORM
E.COLI SALMONELLA
BMC M
BMC M
BMC M
BMC M
BMC M
BMC M
POSITI F
NEGAT IF
Kota 8
8 7
1 8
8 Bantul
25 25
24 1
25 25
Kulon Progo
18 18
15 3
18 18
Gunungki dul
3 3
3 3
3 Sleman
56 48
8 22
34 56
56
110 102
8 71
39 110
110
Tabel 8.59. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba pada Susu Sapi
2 13
4 19
44
1 5
11 10
20 30
40 50
KOTA BANTUL
KULON PROGO
GUNUNG KIDUL
SLEMAN TPC BMCM
Coliform BMCM E. coli BMCM
Positif Salmonella Positif Oxytetracyclin
Positif Streptomycin Positif Eritromycin
Positif Makrolida
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
222
Grafik 5. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba pada Susu Sapi
Grafik 6. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba pada Susu Sapi Tahun 2009- 2012, 2014-2016
Hasil pengujian menunjukkan hasil bahwa sampel susu yang melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba BMCMuntuk uji TPC adalah
14, sampel untuk Coliform 61, uji E. Coli 15 sedangkan untuk uji Salmonella tidak ada sampel yang melebihi BMCM.Untuk pengujian residu
semua sampel menunjukkan hasil negatif. Terdapatnya sampel yang melebihi batas dapat disebabkan belum maksimalnya penerapan aspek
sanitasi dan hygiene dalam pengelolaan susu pada sebelum, selama dan setelah proses pemerahan dimulai dari peternak sampai konsumen.
Cemaran ini dapat berasal dari lingkungan pemerahan, kebersihan pemerah, wadah susu perah. Oleh karena itu menjadi perhatian bagi pihak
terkait baik dalam hal pengawasan, pembinaan agar pada tahun mendatang semua susu yang dikonsumsi dinyatakan memenuhi standar
sehingga aman untuk dikonsumsi.Sedangkan hasil pengujian residu menunjukkan hasil negatif pada semua sampel Tabel 5.
Kerusakan susu dapat terjadi
apabila telah
menunjukkan penyimpangan yang melebihi batas yang dapat diterima secara normal
oleh panca indera atau parameter lain yang biasanya digunakan. Faktor- faktor yang mempengaruhi pencemaran bakteri dalam susu meliputi faktor
30 12
16 7,00
9,00 14,00
50 28
46,667 52
35,00 49
61
16,667 20
,00 9
15 ,00
10 20
30 40
50 60
70
2009 2010 2011 2012 2014 2015 2016 TPC BMCM
Coliform BMCM E Coli BMCM
Positif Salmonella
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
223
penyakit dan faktor perlakuan seperti: alat yang digunakan untuk memerah, tindakan sanitasi dan pemberian pakan sapi.
d Pengujian Cemaran Mikroba pada Telur
Telur merupakan produk asal hewan yang paling sering dikonsumsi masyarakat. Komoditas ini berhubungan dengan cemaran mikroba
terutama Salmonella spp. Telur ayam buras adalah salah satu jenis bahan
pangan asal hewan yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai campuran madu, susu, atau jamu. Telur ayam buras lebih disukai
masyarakat karena warna kuning telur yang lebih tua dan rasa lebih gurih jika dibandingkan dengan telur ayam ras. Telur ayam buras sedikit atau
bahkan tidak mengandung residu yang berbahaya bagi konsumen, tetapi perlu diwaspadai adanya penularan bakteri pada telur ayam buras sebab
dalam pemeliharaan ayam buras, peternak sering menggunakan sistem semi intensif bahkan secara ekstensif yang memungkinkan ayam terinfeksi
bakteri. Salah satu tempat pemasaran telur ayam adalah pasar tradisional
yang merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli, secara langsung, bangunan pasar terdiri atas kios
–kios, dan los, kebanyakan yang dijual adalah kebutuhan sehari
–hari seperti bahan makanan berupa ikan, buah, sayur, daging, kue, telur, dan lain
–lain. Para konsumen khususnya kalangan menengah ke bawah kebanyakan membeli kebutuhan sehari
– hari di pasar tradisional, termasuk juga membeli telur ayam baik untuk
dikonsumsi maupun dijual kembali. Kondisi sanitasi pasar tradisional umumnya sangat buruk, hal ini dapat dilihat dari lingkungan yang kotor,
becek, bau, tidak nyaman dan tidak aman bagi pembeli. Keadaan inilah yang memudahkan bakteri berpindah dari satu tempat ke tempat lain atau
kontaminasi silang. Tahun 2016 pengujian cemaran telur pada 100 sampel telur dari
kabupatenkota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Spesimen yang diuji
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
224
berasal dari Kota Yogyakarta sebanyak 20 sampel, Kabupaten Bantul 20 sampel, Kabupaten Kulonprogo 25 sampel, Kabupaten Gunungkidul 23
sampel dan Kabupaten Sleman 12 sampel. Cara kerja pengujian cemaran daging sapi yaitu dengan metode Total Plate Count TPC, Coliform, E.
Coli, dan Salmonella.
Kabupaten Jumlah TPC
COLIFORM E.COLI
SALMONELLA BMCM
BMCM BMCM
BMCM BMCM
BMCM POSITIF NEGATIF
Kota 20
20 19
1 20
20 Bantul
20 20
18 2
18 2
20 Kulon Progo 25
25 24
1 24
1 25
Gunungkidul 23 23
23 23
23 Sleman
12 12
9 3
12 12
100 100
93 7
97 3
100
Tabel 8.60. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba pada Telur
Grafik7. Hasil Pengujian Residu dan Cemaran Mikroba pada Telur
1 3
2 1
1 0,5
1 1,5
2 2,5
3 3,5
TPC BMCM Coliform BMCM
E. coli BMCM Positif Salmonella
Positif Oxytetracyclin Positif Streptomycin
Positif Eritromycin
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
225
Grafik 8. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba pada Telur Tahun 2011, 2012, 2014-2016
Hasil uji cemaran mikroba yang telah dilakukan terhadap sampel telur menunjukkan yang melebihi BMCM untuk uji Coliform 6, uji E. Coli 2
sedangkan untuk uji TPC tidak ada sampel yang melebihi BMCM dan untuk uji Salmonella tidak ada yang positif. Sedangkan hasil pengujian residu
menunjukkan hasil negatif pada semua sampel Tabel 6. Cemaran mikroba pada telur dapat berasal dari kotoran ayam dalam
kloaka atau dalam kandang. Pencemaran dapat terjadi pada kondisi suhu dan kelembaban yang tinggi, penanganan telur yang tidak dilakukan
dengan baik, misalnya kotoran unggas masih menempel pada cangkang telur, maka kemungkinan mikroba dapat mencemari telur. Terdapatnya
bakteri yang melebihi ambang batas mengindikasikan belum maksimalnya penerapan aspek sanitasi dan hygiene dalam penanganan telur. Para
pengumpul telur kurang memperhatikan asal telur, kebersihan tempat penyimpanan telur, alat angkut telur, kemasan telur, kebersihan karyawan
pengumpul telur. Salah satu tempat pemasaran telur ayam adalah pasar tradisional
yang merupakan
tempat bertemunya
penjual dan
pembeli.Kondisi sanitasi pasar tradisional yang umumnya buruk, hal ini dapat dilihat dari lingkungan yang kotor, becek, bau, tidak nyaman dan
tidak aman bagi
pembeli. Keadaan inilah
yang memudahkan
bakteriberpindah dari satu tempat ke tempat lain atau kontaminasi silang.
4,00 13,333
2 7
3 6
3,333 4
3 1
2 2
4 6
8 10
12 14
2011 2012
2014 2015
2016 TPC BMCM
Coliform BMCM E Coli BMCM
Positif Salmonella
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
226
e Pengujian Formalin pada Daging Ayam dan Olahan
Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37 dan larutan ini biasa di gunakan untuk mengawetkan sampel biologi atau
mengawetkan mayat. Formalin merupakan bahan kimia yang sering disalahgunakan untuk pengawetan tahu, mie basah, dan bakso Djoko,
2006. Formaldehid merupakan bahan kimia dengan berat molekul 30,03 suhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau
pedas menusuk dan sangat reaktif mudah terbakar. Bahan ini larut
dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter Moffat, 1986.
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari- hari. Penggunaannya sangat bermanfaat untuk antibakteri atau pembunuh
kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni disinfektan, pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun
berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas.
Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan kosmetika dan
pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah
korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan
sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis polywood. Dalam kosentrasi yang sangat kecil 1 digunakan sebagai pengawet berbagai
barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet Yuliarti, 2007.
Pengujian formalin pada tahun 2016 dilakukan terhadap 112 sampel daging ayam dari kabupatenkota di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu
dari Kota Yogyakarta sebanyak 21 sampel, Kabupaten Bantul 28 sampel, Kabupaten Kulonprogo 24 sampel, Kabupaten Gunungkidul 17 sampel dan
Kabupaten Sleman sebanyak 22 sampel. Pengujian formalin di Laboratorium Kesmavet UPTD BPBPTDK menggunakan reagen formalin
formaldehyde. Kadar formalin yang mampu terdeteksi menggunakan alat
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
227
ini minimal 10 mgl kadar formalin sehingga jika kadar di bawahnya tidak dapat terdeteksi.
Hasil uji tahun 2016 menunjukkan hasil tidak ada sampel yang positif dari kelima kabupatenkota di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan
demikian kesadaran para pedagang untuk tidak menggunakan formalin sebagai pengawet pada daging dan olahan sudah baik. Dengan hasil ini,
masyarakat dapat merasa aman dalam mengkonsumsi pangan asal hewan. Namun demikian, konsumen harus tetap berhati-hati dalam memilih
produk pangan asal hewan dan bersikap cerdas dapat membedakan produk pangan asal hewan mengandung formalin atau tidak.
KABUPATEN JUMLAH
HASIL UJI POSITIF NEGATIF
POSITIF KOTA
21 21
BANTUL 28
28 KULONPROGO
24 24
GUNUNG KIDUL 17
17 SLEMAN
22 22
TOTAL DIY 112
112 Tabel 8.61. Hasil Pengujian Formalin Tahun 2016
Grafik 9. Hasil Pengujian Formalin Pada Tahun 2016
21 28
24 17
22
5 10
15 20
25 30
Positif Negatif
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
228
Grafik 10. Hasil Pengujian Formalin Tahun 2019-2012, 2014-2016 Ciri-ciri produk daging dan olahan yang mengandung formalin
adalah tekstur daging kencang dan padat, warnanya sudah pucat dan tidak lagi merah, tidak dihinggapi lalat, aroma daging tidak lagi segar
dan bau formalin agak menyengat. Kegiatan monitoring dan pengambilan sampel harus terus dilaksanakan untuk menjaga
keamanan pangan. Selain pengujian formalin, perlu juga dikembangkan pengambilan sampel dan pengujian untuk pengawet lain seperti boraks,
tawas dan lain-lain. Dari data juga dapat dibandingkan bahwa jumlah sampel yang
menunjukkan hasil positif mengandung formalin yaitu pada tahun 2011 0, tahun 2012 2, tahun 2013 0, tahun 2014 0, tahun 2015 0
dan tahun 2016 0. Hal ini menunjukkan bahwa pembinaan dan pendampingan yang dilakukan kepada pedagang menunjukkan hasil
yang baik yaitu positif 2 pada tahun 2012 menjadi positif 0 pada tahun 2013, tahun 2014, tahun 2015 dan tahun 2016. Hendaknya hasil
ini tidak mengurangi pengawasan terhadap produk asal hewan, dan hendaknya diiringi pencermatan penyimpangan terhadap daging yang
lain seperti penyimpangan dengan menggunakan borax atau tawas.
f Pemalsuan Daging Sapi dengan Daging Babi Spesies Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan hewani yang
dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia karena kaya akan protein
2
0,5 1
1,5 2
2,5
2009 2010 2011 2012 2014 2015 2016 Positif
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
229
dan asam amino lengkap yang diperlukan oleh tubuh. Selain protein, daging sapi juga kaya akan air, lemak, dan komponen organik lainnya.
Daging yang dibutuhkan konsumen tidak hanya sehat dan bergizi semata, tapi lebih dari itu harus terjamin keamanannya termasuk dari
tindakan pemalsuan daging sapi dengan daging babi. Kasus pemalsuan daging sapi dengan daging babi merupakan
tindakan yang merugikan konsumen baik dari dari sisi kesehatan maupun dari sisi kehalalannya. Daging babi banyak mengandung agen
penyakit seperti cacing dan kandungan lemaknya sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan kolesterol tinggi dan yang lebih utama
dari segi hukum syariat agama, babi tergolong makanan haram untuk dikonsumsi umat muslim.
Kegiatan monitoring pengambilan sampel dan pengujian yang dilakukan UPTD BPBPTDK Dinas Pertanian DIY terhadap pemalsuan
daging sapi dengan daging babi ini merupakan salah satu perlindungan konsumen untuk tetap terjamin daging yang aman, sehat, utuh, dan
halal untuk dikonsumsi. Tahun 2016 pengujian dilakukan terhadap 160 sampel, terdiri dari 39 sampel daging sapi dan 136 sampel olahan
daging di 5 KabupatenKota. Hasil pengujian sebagai berikut :
Kabupaten Jumlah
Hasil Uji Positif
Negatif
Kota 51
2 49
Bantul 28
28 Kulon Progo
38 1
37 Gunungkidul
25 10
15 Sleman
18 18
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
230
Total DIY 160
13 147
Tabel 8.62. Hasil Uji Pemalsuan Daging Sapi dengan Daging Babi Tahun 2016
Grafik 11. Persentase Hasil Uji Pemalsuan Daging Sapi dengan Daging Babi Tahun 2016
Grafik 11. Persentase Hasil Pengujian Pemalsuan Daging Sapi dengan Daging Babi Tahun 2016
3
97 Positif
Negatif
1 1
2 32
37 40
30 17
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Positif Negatif
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
231
Grafik 13. Hasil Pengujian Pemalsuan Daging Tahun 2009-2016 Hasil pengujian prosentase hasil positif dari Kota Yogyakarta 1,
Kabupaten Kulon Progo 1 dan Gunungkidul 1, sedangkan hasil negatif dari Kabupaten Bantul 0 dan Sleman sebanyak 0. Secara
keseluruhan total positif dari D. I. Yogyakarta sebesar 3 dengan jumlah positif 4 sampel dari 160 sampel. Nilai ini mencerminkan bahwa
kejadian pemalsuan daging sapi dengan daging babi di D. I. Yogyakarta masih tinggi.
Jika ditilik dari jenis sampel yang diperiksa, sampel menunjukkan hasil positif menunjukkan bahwa kasus pemalsuan daging sapi tidak
hanya terjadi pada daging sapi tapi juga pada olahan daging sapi seperti bakso, kikil, rambak, rendang, abon, dendeng, dan lain-lain. Daging sapi
matang menunjukkan persentase positif 0,6, daging sapi mentah menunjukkan persentase positif 0,6, sedangkan bakso menunjukkan
persentase positif 1,3, sedangkan abon dan rambak menunjukkan persentase positif 0.
15 25
12 24
18
8 9
3 5
10 15
20 25
30
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Positif
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
232
Grafik 14. Prosentase Hasil Pengujian Pemalsuan Daging Sapi Tahun 2016 Berdasarkan Jenis Sampel
- Mahalnya daging sapi dijadikan alasan oleh para pedagang yang curang
untuk memalsukan daging sapi dengan daging babi, hal ini menunjukkan tingkat kesadaran pedagang untuk menyediakan produk yang ASUH
terutama halal untuk dikonsumsi masih rendah. Pengawasan dan pembinaan perlu dilakukan pihak berwenang dari pemerintah mengingat
ada beberapa pelaku usaha sama yang masih melakukan tindakan tersebut secara berulang-ulang.
- Mengingat rawannya pengoplosan daging sapi dengan daging babi, maka
masyarakat diminta waspada dalam memilih daging sapi. Masyarakat harus memahami perbedaan daging sapi dari segi warna, tekstur dan
aromanya. Warna daging babi lebih pucat dari daging sapi, dan warna daging babi mendekati warna daging ayam, serat daging sapi lebih padat
dan garis-garis seratnya terlihat jelas berbeda dengan babi yang seratnya samar dan sangat renggang, lemak daging babi memiliki tekstur lebih
elastis sedangkan lemak sapi lebih kaku dan berbentuk, lemak pada babi sangat basah dan sulit dilepas dari dagingnya sementara lemak daging
sapi agak kering dan tampak berserat, tekstur pada daging sapi lebih kaku dan padat dibanding dengan daging babi yang lembek dan mudah
diregangkan, aroma daging sapi dengan babi juga berbeda.Untuk daging
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
233
babi memiliki aroma khas tersendiri sedangkan aroma daging sapi adalah anyir seperti yang telah diketahui semua masyarakat.
- Dari data juga dapat dibandingkan bahwa jumlah sampel yang
menunjukkan hasil positif pemalsuan daging sapi dengan daging babi yaitu pada tahun 2011 sebesar 12, tahun 2012 sebesar 24, tahun
2013 sebesar 18, tahun 2014 sebesar 8, tahun 2015 sebesar 9 dan tahun 2016 sebesar 3.Hal ini menunjukkan bahwa pemalsuan daging
sapi dengan daging babi masih banyak terjadi di masyarakat setiap tahunnya, meskipun telah mengalami penurunan.
g Pengujian Daging Bangkai Tiren pada Daging Ayam
Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan mayoritas yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena harga
daging ayam dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Daging ayam mengandung protein yang tinggi serta berlemak rendah Murtidjo, 2003
menjelaskan bahwa daging ayam memiliki tekstur lebih halus dan lunak jika dibandingkan dengan daging sapi dan ternak lain sehingga lebih
mudah dicerna dan banyak mengandung zat gizi sehingga sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Di zaman yang semakin modern ini, banyak terjadi penyimpangan- penyimpangan pangan hewani yang berasal dari ayam, salah satunya
adalah maraknya penjualan daging ayam yang berasal dari ayam yang telah mati tanpa proses penyembelihan yang halal atau ayam tiren. Hasil
pengujian daging bangkai tahun 2016 sebanyak 120 sampel dari 5 KabupatenKota D.I. Yogyakarta dengan hasil sebagai berikut :
KABUPATEN JUMLA
H HASIL UJI
POSITI F
NEGATIF POSITIF
KOTA 26
3 23
3 BANTUL
36 2
34 2
KULONPROGO 20
3 17
3 GUNUNG KIDUL
14 6
8 5
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
234
SLEMAN 24
3 21
3 TOTAL DIY
120 17
103 14
Tabel 8.63. Hasil Pengujian Daging Bangkai Tiren Tahun 2016
Grafik 15. Hasil Pengujian Daging Bangkai Tiren Pada Tahun 2016
Grafik 16. Persentase Hasil Pengujian Daging Bangkai Tiren Pada Tahun 2016
Grafik 17. Hasil Pengujian Daging Bangkai Tiren Pada Tahun 2012- 2016
3 2
3 6
3 23
34 17
8 21
10 20
30 40
Positif Negatif
14
86 Positif
Negatif
44
1 1
4 14
10 20
30 40
50
2012 2013
2014 2015
2016 Positif
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
235
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan sampel dari lima KabupatenKota, hasil positif dari Kota Yogyakarta 3
sampel 3, Kabupaten Bantul 2 sampel 2, Kabupaten Kulon Progo 3 sampel 3, Kabupaten Gunungkidul 6 sampel 5 dan Kabupaten
Sleman 3 sampel 3. Prosentase keseluruhan total positif Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 14. Nilai ini meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu sebesar 4. Penjualan ayam bangkai oleh pedagang ayam sangat merugikan konsumen karena dari segi kesehatan dapat
menyebabkan gejala sakit perut ringan hingga berat. Dari hasil pengujian terlihat bahwa kasus pemanfaatan ayam tiren
termasuk rendah, tetapi kita perlu waspada terhadap pemanfatan ayam tiren menjadi olahan matang seperti dijadikan bakso, sosis, abon, dll
karena dengan cara pengolahan menjadikan produk tidak dapat dikenali sebagai ayam bangkai dibandingkan dijual sebagai produk mentah.
Harga yang murah dapat sebagai indikasi, oleh karena itu jika harga terpaut jauh dengan harga pasaran, maka konsumen sebaiknya mulai
mempertanyakan kualitas pangan asal hewan tersebut. Mengkonsumsi makanan semacam ini jelas tidak memenuhi nilai gizi, kehalalan,
keamanan pangan. Yang paling berbahaya, kandungan bahan kimia dalam olahan ayam tiren selama bertahun-tahun akan memicu kanker.
Tindakan monitoring, pengambilan sampel, dan pengujian terhadap daging bangkai perlu terus dilaksanakan secara rutin untuk
melindungi konsumen. Kepada para pelaku usaha yang terbukti melakukan kecurangan dengan menjual daging bangkai perlu diberikan
pembinaan lebih lanjut, dan ke depan perlu dikembangkan pengujian yang dapat mengidentifikasi pemanfaatan daging bangkai dalam bentuk
olahan matang. Data di atas menunjukkan bahwa jumlah sampel yang
menunjukkan hasil positif daging bangkai tiren pada tahun 2012 sebesar 44, tahun 2013 sebesar 1,2, tahun 2014 sebanyak 1,
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
236
tahun 2015 sebanyak 4 dan tahun 2016 sebesar 14.Hal ini menunjukkan perlunya pembinaan dan pendampingan yang lebih
intensif lagi kepada pedagang.
h Pengujian Campylobacter jejuni pada Daging Ayam
Campylobacter jejuni adalah spesies bakteria berbentuk lengkung, batang, non-spora, Gram- negatif dan bersifat motil. Pada umumnya,
bakteria tersebut ditemukan di kotoran hewan, tumbuh pada suhu 37- 42°C. Bakteria ini bersifat zoonosis dan menyebabkan penyakit yang
disebut dengan campylobacteriosis. Gastroenteritis pada manusia di dunia salah satunya juga disebabkan oleh bakteria tersebut. Keracunan
makanan yang disebabkan oleh spesies Campylobacter dapat menimbulkan penyakit, tetapi sangat jarang mengakibatkan kematian.
Campylobacter jejuni secara alami ada dalam saluran pencernaan ayam. Gejala klinis tidak terlihat meskipun invasi bakteri ini terjadi pada
organ internal ayam. Bakteri ini diperlukan dalam jumlah besar untuk dapat menimbulkan penyakit pada ayam yang terinfeksi dan dapat
diisolasi dari swab kloaka dan feses dalam periode yang lama. Sumber terjadinya infeksi pada ayam dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu
mulai dari infeksi day old chick DOC sampai pada ayam dewasa, kontaminasi pakan dan kontaminasi air. Campylobacter jejuni pada ayam
terdapat di dalam sel epitelia dan sel monokulear dari lamina propria yang dapat menyebabkan jejenum dan ileum rusak parah. Pada umumnya
Campylobacter pada unggas ayam, kalkun menyebabkan gejala subklinis, ditandai dengan turunnya produksi telur secara drastis, kurus,
kering, layu shriveled, pial bersisik scaly combs, tidak berdaya dan menyendiri. Pada pemeriksaan histopatologis ditemukan perdarahan dan
daerah-daerah nekrotik
dalam jaringan
hati, ascites
dan hydropericardium, ginjal pucat dan membesar. Campylobacteriosis
biasanya menyebabkan infeksi intestinal akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi dengan Campylobacter jejuni. Gejala yang timbul
Laporan Tahunan Tahun 2016
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
237
akibat penyakit ini adalah berupa sakit kepala, demam, gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah, sakit perut, dan diare yang sering
disertai dengan darah, bahkan menyerang otot yang menimbulkan nyeri otot. Bakteri ini merupakan salah satu penyebab terjadinya Guillain barre
syndrome pada kondisi tertentu yang berkaitan dengan sistem imun. Campylobacter jejuni pada ayam tidak menyebabkan penyakit
tetapi kejadian kontaminasi karkas ayam oleh bakteri ini cukup tinggi yang mengakibatkan
campylobacteriosis pada
manusia. Kasus
campylobacteriosis pada manusia disebabkan oleh adanya kontaminasi Campylobacter jejuni pada karkas ayam. Selama proses pemotongan
bakteri Campylobacter jejuni akan menyebar ke karkas ayam. Pada tahun 2016, UPTD BPBPTDK melakukan pengujian
Campylobacter jejuni sebanyak 125 sampel dari 5 KabupatenKota D.I. Yogyakarta. Dari 125 sampel tersebut yang dilakukan pengujian
sebanyak 41 sampel dengan hasil 6 sampel 15 positif.Hal ini mengindikasikan bahwa sanitasi danhygiene dalam pengelolaan bahan
pangan asal ternak masih harus terus diperbaiki. KabupatenKota
Jumlah Positif Negatif Positif KOTA
25 BANTUL
25 KULON PROGO
24 15
GUNUNG KIDUL 26
6 20
15 SLEMAN
25 TOTAL DIY
125 6
35
15 Tabel 8.64. Hasil pengujian Campylobacter jejuni pada Daging Ayam tahun
2016