5.1.2  Analisis  Struktur  kelembagaan  dalam  pengelolaan  DPL  di  Pulau Sebesi.
a. Batas Yuridiksi pengelolaan DPL Pulau Sebesi
Batas  yuridiksi  merupakan  wilayah  kekuasaan  atau  batas  otoritas  yang dimiliki.  Pulau  sebesi  mempunyai  batas-batas  yuridiksi  yang  dicirikan  dengan
adanya susunan endapan gunung api muda,  yang merupakan daratan perbukitan dengan  tiga  kerucut  yang  mempunyai  tiga  puncak  yang  di  tumbuhi  pohon  dan
kondisi air yang lumayan jernih. Sebagian daratan pantai di batasi dengan hutan mangrove dan dibatasi oleh pulau-pulau kecil salah satunya Pulau Umang  yang
merupakan lokasi DPL Sebesi.
Berdasarkan  musyawarah  dan  pengkajian  oleh  masyarakat  Pulau  Sebesi menyepakati terumbu karang Pulau Sebesi menjadi DPL yang di sahkan dengan
surat keputusan desa Tejang Pulau Sebesi tahun 2002, yang memiliki satu DPL untuk setiap dusun. Luas total DPL Pulau Sebesi dari empat lokasi tersebut adalah
56.65 ha dengan rincian DPL I 11.55 ha, DPL II 3.50 ha, DPL III 40.60 ha, dan DPL IV 1 ha Suhendra 2003.
Sebagai  sekelompok  masyarakat  yang  sebagaian  besar  berasal  dari  suku jawa dikaitkan dengan sistem kekerabatan yang akan menentukan kadar keeratan
sosial  dan jarak  masyarakat,  yang  secara  tidak  langsung  berpengaruh  terhadap pengelolaan  sumberdaya  tersebut,  sehingga  semakin  kecil  organisasi,  maka
semakin homogen pula kepentingan-kepentingan anggotanya. Barret et al.  2005 menuturkan dalam konteks sumberdaya, tingkat homogenitas akan mempengaruhi
akses sumberdaya dan persepsi terhadap risiko dari eksploitasi sumberdaya dalam jangka  panjang,  selain  itu  adanya  keterbukaan  dan  stabilitas  komunitas  secara
umum sangat berperan. Semakin tinggi laju migrasi, mobilitas dan integrasi pasar, semakin rendah kemungkinan kerjasama atau pengorganisasian sukarela.
b. Hak Penguasaan Property Right
Sistem kepemilikan atas tanah daratan Pulau Sebesi dimiliki oleh individu, tetapi hak milik tersebut menjadi hak pakai bagi siapa saja dengan terlebih dahulu
meminta  ijin  kepada  pemiliknya.  Pemilikan  sumberdaya  berdasarkan  tempat tinggal  nenek  moyangnya,  sehingga  pewarisnya  tersebut  memiliki  hak  dalam
menentukan keputusan.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Kepemilikan atas wilayah laut juga terkait dengan lahan daratan, semua hak kepemilikan di turunknan ke keturunannya melalui sistem kekerabatan. Siapapun
tidak  berhak  memakai  atau  menjual  lahan  tanpa  ijin  dari  pemiliknya.  Terkait dengan  wilayah  pengelolaan  DPL,  sesuai  dengan  letaknya  berdasarkan  Dusun
agar  mempermudah  dalam  pengawasan,  tetapi  dalam  pengelolaan  dikelola  oleh satu  organisasi  pengelola  yang  sama, secara  tidak  langsung  DPL  dikelola  oleh
kelompok  pengelola  yang  berasal  dari  masyarakat  itu  sendiri.  Keterlibatan kelompok  pengelola  dan  masyarakat  dalam  melakukan  pengawasan  terumbu
karang hanya sebatas memfasilitasi penyediaan kapal untuk menuju lokasi DPL, keterbatasan  keahlian  dan  pengetahuan  yang  dimiliki  oleh  masyarakat
mempengaruhi pelaksanaan monitoring.
Kegiatan  dalam  pemantauan  dan  evaluasi  memerlukan  informasi  yang dikumpulkan  secara  periodik,  seperti  informasi  tentang  dampak  ekologis,
misalnya  perubahan  tutupan  karang  dan  jumlah  kepadatan  biota  dalam  DPL. Melalaui  pemantauan  dan  evaluasi  maka  program  yang  telah  dibuat  dapat  terus
disesuaikan dengan perubahan permasalahan yang ada.
Kelompok  pengelola  DPL  yang  berasal  dari  penduduk  Pulau  Sebesi semakin  kuat  dengan  adanya  Peraturan  Keputusan  Kepala  Desa  Tejang  Pulau
Sebesi  pada  tahun  2002.  Namun,  sejak  tahun  2006  hingga  saat  ini  intensitas pengawasan  cenderung  menurun.  Menurut  Jentoft  et  al. 2011  suatu  rencana
pengelolaan tidak bisa dilihat atau diukur tingkat keberhasilan pelaksanannya jika tidak dilakukan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan.
Berkaitan  dengan  sistem  zonasi  yang  rancang  untuk  memberikan  ijin pemanfaatan  yang  berwawasan  lingkungan,  maka  pemanfaatan  diatur  di  dalam
zona  tertentu  yang  sisesuaikan  dengan  peruntukannnya.    Daerah  Perlindungan Laut Pulau Sebesi dibagi dalam tiga zonasi yaitu 1 zona inti; 2 zona penyangga;
3zona pemanfaatan. Tidak adanya tanda batas zonasi DPL juga mempengaruhi ketidaktahuan oleh masyarakat. Berdasarkan wawancara pemasangan tanda batas
telah di lakukan pada saat penetapan DPL, akibat dari keterbatasan kekuatan tanda batas  telah  rusak  atau  hilang  akibat  tidak  tahan  terhadap  kondisi  laut  misalnya
adanya gelombang yang kuat dan arus.
Umumnya  masyarakat  cukup  mengetahui  adanya  DPL  di  Pulau  Sebesi, berkaitan dengan Pemahaman tentang sanksi dari penggunaan alat-alat yang tidak
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
ramah  lingkungan,  tetapi  belum  mengetahui  dengan  jelas  tentang  jenis  sanksi, apakah berupa denda atau hukuman yang lainnya.
Konflik dan kerjasama juga merupakan pola-pola perilaku yang dihasilkan dari perikalu-perilaku individu, tidak ada konflik yang berarti dalam pengelolaan
DPL,  namun  ada  beberapa  kondisi  yang  menimbulkan  potensi  konflik  salah satunya  yaitu  kurangnya  koordinasi  antara  HSNI  dan  pihak  pengelola  DPL.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola, dalam hal Pendanaan yang mendukung  keberlanjutan  DPL hanya  berlangsung  5  tahun  setelah  dibentuknya
DPL Pulau  Sebesi  sekitar  tahun  2006,  dan  2007  hingga  sekarang  tidak  ada masukan dari pihak lain.
c. Aturan Representatif