Kondisi Parameter Kualitas Perairan Pulau Sebesi

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Parameter Kualitas Perairan Pulau Sebesi

Pengukuran parameter kualitas air dibagi menjadi empat titik stasiun pada lokasi penelitian, dimana stasiun satu di DPL 4 Kayu duri, stasiun dua di DPL 3 Pulau Umang, Stasiun tiga di DPL 2 Gosong Sawo dan stasiun empat berada di DPL 1 Sianas. Pengukuran parameter kualitas perairan merupakan faktor penting bagi pertumbuhan atau perkembangan serta distribusi organisme perairan tersebut. Adanya perubahan kualitas yang ekstrim dapat mempengaruhi penyebaran, pertumbuhan organisme dan berkurang kepadatannya. Beberapa parameter kualitas perairan penting yang di ukur adalah suhu permukaan, salinitas permukaan, kecerahan dan kecepatan arus Tabel 10 Tabel 1 Parameter kualitas perairan setiap stasiun pengamatan DPL Stasiun Salinitas ‰ Kecepatan Arus mdet Suhu o C Kedalaman m Kecerahan 1 4 31.2 0.133 29.5 3 100 10 84.5 2 3 32.0 0.132 29.3 3 100 10 87 3 2 30.0 0.134 29.3 3 100 10 84.6 4 1 32.7 0.132 29.6 3 100 10 86.4 Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010, dimana di Pulau Sebesi masuk kondisi musim timur yang merupakan musim kemarau yang panas dan kondisi angin tenang dan laut tidak bergelombang. Dari parameter suhu yang terukur pada seluruh stasiun pengamatan rata-rata berkisar 29.3 o C-29.6 o C. Pelletier et al. 2005 mengatakan bahwa perkembangan terumbu karang yang paling optimal terjadi di perairan yang rata- rata suhu tahunannya 23 o C-25 o C dan dapat mentolerir suhu sampai kira – kira 36 o C-40 o C. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa kisaran suhu yang didapat merupakan suhu yang cukup baik untuk pembentukan terumbu karang. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Karang hermatyipic sebagai pembentuk utama terumbu karang dikenal sebagai organisme dan ekosistem yang berhubungan dengan perairan yang hangat, yang hanya ditemukan di daerah tropis sampai daerah sub-tropis. Pertumbuhan karang hermatypic tumbuh dan berkembang dengan subur antara suhu 25 o C sampai 29 o C. Kenyataan di alam bahwa karang hermatypic sendiri tidak memiliki fluktuasi temperatur yang sempit. Secara umum diketahui suhu terendah untuk organisme ini sebagian besar hidup di atas suhu 18 o C pada musim dingin dan suhu tertinggi sekitar 32 o C pada musim panas Thamrin 2006. Suhu dapat mempengaruhi tingkah laku makan bagi karang. Kebanyakan karang kehilangan kemampuan untuk menangkap makanan pada suhu di atas 33.5 o C dan di bawah 16 o C Supriharyono 2000. Kecepatan arus di setiap stasiun penelitian berkisar antara 0.132 mdet hingga 0.134 mdet. Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk, yaitu bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang. Kondisi perairan pada saat pengamatan cukup baik dimana perairan cukup tenang dan tak berarus, tetapi mempunyai tingkat kecerahan mencapai tingkat yang optimum yaitu 100. Kondisi seperti ini menunjukkan tersedianya intensitas cahaya matahari yang cukup, sehingga fotosintesis yang dilakukan oleh zooxantellae dan produsen lainnya dapat berlangsung maksimal yang akan mendukung dalam pertumbuhan terumbu karang. Kecerahan dan kedalaman perairan dapat mempengaruhi dan membatasi pertumbuhan karang berhubungan dengan kebutuhan karang hermatipic akan cahaya. Cahaya merupakan salah faktor penentu perkembangan kehidupan tumbuhan air seperti fitoplankton yang secara langsung atau tidak menentukan kehidupan organisme lainnya yang menjadikan sebagai makanan, Sehingga kemampuan penetrasi cahaya sampai kedalaman tertentu sangat menentukan distribusi vertikal organisme perairan. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang utama bagi kehidupan jasad termasuk kehidupan di perairan karena ikut menentukan produktivitas perairan. Intensitas cahaya matahari merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju produktivitas primer perairan, sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis Daneri et al. 2000. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com 9.54 48.32 3.52 38.62 Acropora Non Acropora Dead Coral Biota lain Alga 38.30 2 6.00 52.36 1.34 Acropora Non Acropora Biota lain Alga Abiotik 10 m Salinitas pada setiap stasiun penelitian berkisar antara 30-32 ‰. Kondisi tersebut merupakan salinitas yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan biota laut. Secara keseluruhan salinitas di setiap stasiun penelitian adalah baik, yaitu sesuai menurut Thamrin 2006 faktor lain yang membatasi perkembangan terumbu karang adalah salinitas. Berdasarkan hasil pengukuran parameter perairan di kawasan DPL Pulau Sebesi, maka disimpulkan kondisi perairan tersebut dapat mendukung untuk pertumbuhan terumbu karang secara alami, sehingga diharapkan tutupan karang hidup di kawasan ini dapat meningkat. 5.2 Kondisi Terumbu Karang DPL Pulau Sebesi 5.2.1 Kondisi Terumbu Karang DPL 1 Sianas