Metode Toksisitas akut OECD no. 425, 2001 .1 Bahan

30

3.3.6 Elusidasi struktur

Ekstrak terpilih dipartisi secara berurutan dengan dietil eter, akuades, kloroform, dan metanol. Fase metanol ditampung dan selanjutnya difraksinasi dalam kolom kromatografi silika gel G-60 dengan eluen kloroform:metanol 8:2, kloroform:metanol 5:5 dan kloroform:metanol 2:8. Eluat yang didapat selanjutnya diidentifikasi pada kromatogafi lapis tipis silika gel F 254 dengan eluen kloroform:metanol:air:asam asetat 53:38:6:3. Floroglusinol digunakan sebagai standar. Eluat yang didapat selanjutnya ditambah sodium karbonat anhidrat, kemudian dicuci dengan metanol p.a. tiga kali dan dimasukkan dalam ruang pembeku selama semalam. Sebagian kristal yang didapat selanjutnya dihaluskan dan dibaca serapan spektra infra merahnya dengan spektrofotometer Shimazhu IR Prestige-21 FTIR-8000 Series. Sebanyak 5 mg kristal dilarutkan dalam dimetilsulfoksida p.a. untuk didapatkan konsentrasi 5 ppm, lalu dielusi dalam HLPC-ESI-TOF-MS Waters system Alliance 2695 dengan detektor photodiode array 2996 Waters. Kolom yang digunakan Sunfire C 18 , 5 µm, 4,6 mm id x 150 mm Waters dan sistem elusi secara isokratis dengan eluennya: 95 H 2 Uji toksisitas akut dilakukan untuk menentukan dosis kematian 50 LD O + 0,05 asam format, 5 asetonitril. Volume injeksi 3 µL dan laju alir eluen 1 mL per menit. Deteksi dilakukan pada UV dengan λ 210 nm. Hasil berupa kromatogram serapan ultra ungu, kromatogram kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogram spektra massa. 3.4 Toksisitas akut OECD no. 425, 2001 3.4.1 Bahan Bahan utama dalam pengujian ini adalah mencit Mus musculus strain BALBc jantan dan betina berumur 2 bulan. Hewan uji didapat dari Universitas Gajah Mada. Bahan lainnya adalah ekstrak metanol S. echinocarpum, ransum, akuades, dan minyak wijen.

3.4.2 Metode

50 ektrak metanol S. echinocarpum pada mencit Mus musculus strain BALBc. 31 Mencit dibagi secara acak dalam lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari enam ekor yang terdiri dari tiga ekor jantan dan tiga ekor betina. Mencit diaklimatisasi dalam laboratorium selama tujuh hari. Sebelum diperlakukan, mencit dipuasakan terlebih dulu selama 3-4 jam dengan tetap diberi minum. Dosis ekstrak metanol S. echinocarpum yang diberikan mengikuti Nagayama et al. 2002 yaitu: 0, 625, 1250, 2500, dan 5000 mgkgBB. Ekstrak diberikan secara oral dengan sonde satu jam sebelum pemberian ransum standar. Ransum standar dibuat berdasar formula AOAC 1995 yaitu: karbohidrat 75, protein 8, lemak 5, mineral 5, vitamin 1, serat 1, dan air 5. Karbohidrat bersumber dari pati jagung, protein dari kasein, lemak dari minyak jagung, dan serat dari carboxy methyl cellulose CMC. Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Selanjutnya dalam 24 jam pertama hewan uji diamati jumlahnya yang mati. Bila tidak ada yang mati pengamatan dilanjutkan hingga 14 hari dengan juga mengamati perubahan berat badan harian. Nilai LD 50 dapat ditentukan berdasar nisbah jumlah hewan percobaan yang mati dan jumlah hewan uji tiap kelompok dan dinyatakan dalam persen. Nilai yang didapat selanjutnya dilihat nilai probitnya pada tabel harga probit. Sementara itu dosis perlakuan dikonversi menjadi log. Dosis toksisitas akut 50 LD 50 ditentukan berdasar hubungan persamaan linier antara konsentrasi dosis dalam log sebagai nilai absis x dan nilai probit sebagai ordinat y. Daftar harga probit terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Harga Probit Nilai Probit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 - 2,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45 3,52 3,59 3,66 10 3,72 3,77 3,85 3,87 3,92 3,96 4,01 4,05 4,08 4,12 20 4,16 4,19 4,23 4,26 4,29 4,33 4,36 4,39 4,42 4,45 30 4,48 4,50 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64 4,67 4,69 4,72 40 4,75 4,77 4,80 4,82 4,85 4,87 4,90 4,92 4,95 4,97 50 5,00 5,03 5,05 5,08 5,10 5,13 5,15 5,18 5,20 5,23 60 5,25 5,28 5,31 5,33 5,36 5,39 5,41 5,44 5,47 5,50 70 5,52 5,55 5,58 5,61 5,64 5,67 5,71 5,74 5,77 5,81 80 5,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,08 6,13 6,18 6,23 90 6,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,75 6,88 7,05 7,33 99 7,33 7,37 7,41 7,46 7,51 7,58 7,65 7,75 7,88 8,09 Sumber: Derelanko dan Hollinger 1995 32 Pengamatan histopatologi dilakukan pada akhir masa uji atau pada hewan uji yang mati untuk mengamati perubahan sel atau jaringan pada hati dan ginjal mencit uji. Mula-mula mencit dietanasi dengan cara dislokasi, selanjutnya perut dibedah. Persiapan sediaan histopatologis meliputi tahapan: persiapan jaringan, pembuatan blok, pemotongan blok, pemasangan pita sayatan, pewarnaan, penjernihan dan mounting. Persiapan jaringan dimulai dengan pengambilan organ uji dengan pinset dan segera dicuci dengan larutan fisiologis serta difiksasi dengan formalin buffer 10. Jaringan selanjutnya dimasukkan dalam larutan alkohol 70 dan dilanjutkan dengan dehidrasi. Dehidrasi dilakukan bertujuan untuk menghilangkan air agar jaringan tidak mengkerut. Tahapan dehidrasi adalah jaringan dimasukkan dalam alkohol 80 selama 1 jam, lalu dalam alkohol 95 selama 1 jam dengan diulang 2 kali dan akhirnya dalam alkohol 100 selama 1 jam dengan pengulangan 3 kali. Jaringan selanjutnya diclearing untuk menghilangkan alkohol dengan dimasukkan dalam xylol selama 1 jam sebanyak 2 kali dan akhirnya jaringan dimasukkan dalam parafin cair yang dipanaskan dalam pemanas selama 3 jam agar seluruh ruang atau rongga antar atau dalam sel yang ditinggal xylol terisi sempurna oleh parafin. Pembuatan blok dimulai dengan pemberian label pada cetakan dan selanjutnya cetakan dituangi parafin cair. Jaringan ditempatkan dalam cetakan pada posisi yang diinginkan untuk memudahkan penyayatan jaringan. Setelah itu parafin didinginkan. Pemotongan blok dimulai dengan meletakkan blok pada mikrotom sesuai dengan posisi jaringan yang akan disayat. Selanjutnya pisau mikrotom dipasang dan mengatur tingkat ketebalan potongan yaitu 4 mikron. Hasil potongan berupa pita bersambung. Ujung pita diangkat dengan kuas dan direntangkan di atas permukaan air hangat. Pemasangan pita sayatan dimulai dengan melapisi gelas objek dengan lapisan putih telur yang tipis sebagai perekat dan dibiarkan mengering. Pita sayatan selanjutnya dipotong dengan silet yang terlebih dahulu direndam xylol dan potongan dibiarkan mengapung di atas air. Gelas objek selanjutnya dicelupkan dalam air yang berpita sayatan dan pita sayatan diangkat dengan gelas 33 objek tersebut. Lalu gelas objek dimasukkan dalam inkubator bersuhu 30 o Skor pembacaan perubahan histopatologis ginjal yaitu: 0 = normal, 1 = ringan, 2 = moderat, dan 3 = parah. Perubahan tubulus ginjal dinyatakan normal bila tidak ada dilatasi, sel epitel yang terkelupas, penggabungan antar tubulus, C selama 30 menit hingga 3 jam. Pita sayatan yang telah menempel pada gelas objek selanjutnya diwarnai. Pewarnaan dimulai dengan melakukan penghilangan parafin pada pita sayatan dengan merendam gelas objek dalam wadah berisi xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Selanjutnya pita sayatan dihidrasi dengan memasukkan gelas objek dalam wadah berisi alkohol 100, kemudian alkohol 95, dan alkohol 80 masing-masing selama 2 menit. Pita sayatan selanjutnya diwarnai hematoksilin dengan cara merendam gelas objek selama 15 menit. Selanjutnya gelas objek dicuci dengan air mengalir selama 20 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam alkohol asam 2-3 kali dan diikuti dengan mengaliri air selama 2 menit. Selanjutnya pita sayatan diwarnai dengan eosin selama 0,5-1 menit. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 80 dan 95 masing-masing selama 5 menit. Tahap akhir dari uji histopatologis ini adalah clearing dan mounting. Clearing atau penjernihan dilakukan dengan merendam gelas objek dengan xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Gelas objek selanjutnya dimounting dengan cara menetesi permukaan objek gelas dengan Canadian balsem atau entelan lalu ditutup dengan gelas penutup. Pengamatan perubahan morfologi menggunakan mikroskop cahaya pada pembesaran 400X. Tiap bagian sampel masing-masing diwakili oleh sediaan dan perhitungan dilakukan pada tiga lapang pandang yang diambil secara acak. Pengamatan mikroskopis hati dan ginjal didasarkan pada perubahan jaringan. Skor pembacaan perubahan histopatologis hati yaitu: 0 = normal, 1 = ringan, 2 = moderat, dan 3 = parah. Hepatosit dinyatakan tidak mengalami nekrosis normal bila tidak ada piknosis, kariolisis, karioreksis, dan sel radang, Hepatosit dinyatakan nekrosis ringan bila perubahannya 13, moderat bila perubahannya 13-23, dan parah bila perubahannya 23 tiap lapang pandang Sigala et al. 2006. 34 membran dasar tubulus yang hilang, dan nekrosis. Perubahan ringan bila perubahannya 13, moderat bila perubahannya 13-23, dan parah bila perubahannya 23 tiap lapang pandang Bayrak et al. 2008. 3.5 Stres oksidatif dan Disfungsi sel endotelium 3.5.1 Bahan dan Alat