Sel Endotelium .1 Struktur dan Fungsi
16 sebagai antioksidan dengan cara menyumbangkan atom hidrogennya ke radikal
bebas dan quenching oksigen singlet. Vitamin E dapat bertindak sebagai antioksidan melalui pendonoran atom hidrogen dari gugus hidroksil pada cincin
kromanol dan scavenger radikal bebas. Karotenoid bertindak sebagai antioksidan karena kemampuannya sebagai quencher terhadap radikal bebas. Sementara itu
polifenol dapat bersifat sebagai antioksidan karena kemampuannya mendonorkan atom hidrogen, scavenger radikal bebas, dan pengkelat ion logam Desphande et
al. , 1996; Lee et al., 2004.
Polifenol dapat bersifat sebagai antioksidan dijelaskan oleh Rice-Evans et al.
1997 karena senyawa ini mempunyai sifat pereduksi yakni agen pendonor atau penyumbang hidrogen. Lebih lanjut ditegaskan bahwa aktivitas
antioksidannya sangat ditentukan oleh: reaktivitasnya sebagai agen pendonor hidrogen kaitannya dengan potensial reduksi, reaktivitasnya dengan antioksidan
yang lain, potensial transisi pengkelat logam, dan kemampuannya untuk menstabilisasi dan mendelokalisasi elektron tak berpasangan.
Polifenol mempunyai struktur kimia yang ideal dalam kaitannya sebagai scavenger
radikal. Hal ini dapat dilihat dari uji interaksi, laju konstanta reaksi, dan stabilitas radikal polifenol dengan radikal hidroksil OH, azida N
3
, anion superoksida O
2 -
Sel endotelium adalah selapis sel epitel yang berbentuk poligonal dan berasal dari mesoderm. Sel ini terletak di bagian intima pembuluh darah dan
melekat pada membran basalis. Sel endotelium mempunyai sebuah inti dengan panjang 5-25
µm dan tebal 3 µm. Sel ini memanjang seiring dengan aliran darah. Pada hubungan antar sel endotelium terdapat bagian yang overlapping untuk
membantu perlekatan pada pembuluh darah. Pada kondisi fisiologis sel ini merupakan pembatas intima dan media pembuluh darah dari pengaruh fisik
, dan lipid peroksil LOO dibanding vitamin E dan C. Potensi polifenol sebagai antioksidan dapat juga diamati dari kecenderungan senyawa ini
untuk mengkelat logam terutama besi dan tembaga, sehingga dapat menghambat pembentukan radikal bebas yang dikatalis oleh logam Rice-Evans et al., 1997.
2.3 Sel Endotelium 2.3.1 Struktur dan Fungsi
17 komponen darah. Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg, sel ini meliputi
area seluas 700 m
2
dengan berat 11,5 kg Haller, 1997. Sel endotelium merupakan bagian yang sangat penting tidak saja sebagai
sistem pembatas namun juga sebagai tempat beberapa reseptor dan angiogenesis. Sel ini juga berfungsi menghasilkan berbagai mediator yang berperan terhadap
viskositas, kontraktilitas pembuluh darah, proliferasi sel otot polos dan interaksi elemen darah dengan dinding pembuluh darah. Sel endotelium yang sehat akan
bersifat anti adesi dan anti trombosis serta berperan terhadap mengalirnya fluiditas aliran darah Nystrom, 2005.
Fungsi sel endotelium tersebut dapat berlangsung karena adanya substansi yang disekresikan oleh sel endotelium ke darah dan otot halus. Substansi itu ada
dua golongan besar yaitu Endothelium Derived Relaxing Factors EDRF yang terdiri atas NO nitrit oksida, prostasiklin PGI
2
, dan faktor relaksasi hiperpolarisasi, dan Endothelium Derived Contracting Factors EDCF yang
terdiri atas endotelin-I ET-I, tromboksan A, prostaglandin, dan angiotensin II
Haller 1997.
Interaksi sel endotelium dan darah tidak hanya melibatkan interaksi komponen darah dengan sel, namun juga berperan terhadap aliran darah. Hal ini
menjadikan sel endotelium bertanggung jawab terhadap pengaturan secara akut dan adaptasi secara kronis pembuluh darah. Pengaturan pembuluh darah secara
akut sel endotelium ditandai dengan dihasilkannya faktor-faktor vasodilator, seperti nitrit oksida NO, endothelium derived hyperpolarization factor EDHF
dan prostaglandin PGI
2
PGE
2
NO dihasilkan melalui pengubahan L-arginin oleh NOS menjadi L-sitrulin dengan keberadaan oksigen dan kofaktor. Kofaktor yang terlibat dalam reaksi
. Sel ini juga mampu menginduksi vasokonstriktor yaitu endothelin-1 ET-1 deVriese et al. 2000.
NO adalah senyawa yang dihasilkan sel endotelium yang berperan dalam pengaturan pembuluh darah. NO dihasilkan melalui aktivitas NO sintase NOS
yang menginduksi vasodilatasi, peningkatan aliran darah, hipotensi, penghambatan agregasi dan adesi platelet, dan penurun proliferasi otot polos. NO
dihasilkan eNOS dikenal sebagai senyawa aktif yang berperan dalam pencegahan aterosklerosis Schmitt and Dirsch, 2009.
18 tersebut antara lain: calmodulin, tetrahidrobiopterin BH4, NADPH tereduksi,
heme, FAD, dan FMN. Peningkatan konsentrasi Ca
2+
, fosforilasi Ser
1177 1179
dari fosfatidilinositol-3 PI-3 kinase dan SerThr protein kinase Akt dapat
mengaktifkan NOS. Produksi NO sangat tergantung pada ketersediaan L-arginin. L-Arginin di dalam sel dihasilkan dari L-sitrulin melalui aktivitas arginosuksinat
sintase dan arginosuksinat liase deVriese et al. 2000. NO dilepaskan dari sel endotelium dalam merespons keberadaan senyawa
kimia asetilkolin [ACh], bradikinin [BK] atau ionofor Ca
2+
dan tekanan fisik tegangan geser, aliran darah yang menghasilan vasodilatasi, menurunkan
tekanan pembuluh darah, tekanan darah, menghambat agregasi dan adesi platelet, menghambat adesi dan migrasi leukosit, dan menurunkan proliferasi otot polos
hingga pada akhirnya mencegah aterosklerosis. Fungsi NO ini dimediasi oleh cyclic
-Guanylate Monophosophate cGMP yang disintesis soluble guanylyl cyclase
, yaitu suatu enzim yang mengandung heme deVriese et al. 2000. Produksi NO dalam pembuluh darah sangat tergantung pada aktivitas
eNOS. Enzim ini dapat diregulasi oleh senyawa aktif, seperti polifenol, dalam beberapa mekanisme, yaitu: 1 ekspresi gen eNOS, melalui mekanisme
epigenetik, yaitu metilasi promoter eNOS dan deasetilasi histon, 2 modifikasi post translasi, fosforilasi eNOS adalah mekanisme utama dalam regulasi aktivitas
eNOS, seperti terfosforilasinya Ser
1177
akan meningkatkan aktivitas eNOS melalui masuknya elektron dalam enzim. Fosforilasi ini dikatalisis oleh protein kinase B
Akt, 3 interaksi protein-protein, calmodulin CaM adalah protein yang pertama kali diketahui berinteraksi dengan eNOS. Interaksi ini akan
meningkatkan masuknya elektron dalam enzim dan selanjutnya meningkatkan aktivitas eNOS, 4 ketersediaan substrat, L-arginin adalah substrat utama bagi
eNOS untuk menghasilkan NO. L-arginin dapat dihasilkan melalui daur ulang L- sitrulin melalui aktivitas arginosuksinat sintase, 5 inaktivasi NO oleh anion
superoksida dan aktivitas eNOS yang tidak normal, anion superoksida mempunyai reaktivitas yang tinggi terhadap NO, sehingga ketersediaan NO menjadi rendah.
Aktivitas eNOS yang tidak normal akan menghasilkan anion superoksida Schmitt and Dirsch, 2009.
19 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa polifenol pada anggur, teh hijau
dan hitam, cokelat, kedelai, dan buah delima dapat meningkatkan modulasi eNOS untuk menghasilkan NO. Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa polifenol
dapat meningkatkan ketersediaan NO melalui peningkatan ekspresi eNOS, peningkatan ikatan CaM terhadap eNOS, peningkatan konsentrasi Ca
2+
yang mendorong pada fosforilasi eNOS pada Ser
1177
Disfungsi endotelium adalah suatu keadaan di mana produksi faktor vasodilator tidak seimbang dengan faktor vasokontriksi. Faktor vasodilator antara
lain nitrit oksida, prostasiklin dan endothelial derived hyperpolarizing factor melalui lintassan fosfatidilinositol-
3-kinase PI-3KAkt, dan menurunkan kadar anion superoksida. 2.3.2 Disfungsi Sel Endotelium
Sel endotelium pada pembuluh darah mudah mengalami stres hemodinamis yaitu tekanan akibat aliran, tekanan, dan viskositas darah. Apabila
kondisi hemodinamis berubah, seperti hiperglikemia, maka fungsi sel endotelium sebagai pengendali perlintasan larutan, makromolekul ataupun sel darah ke dalam
pembuluh darah akan berubah pula. Stres hemodinamis yang ringan dan sesaat masih memungkinkan sel endotelium tidak kehilangan fungsi utamanya melalui
reendotelisasi, namun bila berlangsung lama dan berat sel endotelium akan kehilangan fungsinya Drenckhahn and Ness, 1997.
Sel endotelium dapat menghasilkan granul membran protein 140 kDA GMP-140 yang dapat mengikat neutrofil dan monosit, sehingga bila sel
endotelium teraktivasi dengan cepat terjadi translokasi neutrofil dan monosit ke dalam membran. Setelah monosit menempel pada endotelium, segera monosit
melanjutkan migrasinya ke lapisan intima. Proses migrasi monosit sangat berkaitan dengan adanya monocyte chemoatractant protein-1 MCP-1 yang
dihasilkan oleh sel endotelium, otot polos dan makrofag. Masuknya monosit ke dalam dinding arteri merupakan hal yang berguna dalam membantu
menghilangkan endapan yang terbentuk. Pembersihan dilakukan oleh sel makrofag yang berasal dari modifikasi monosit. Namun bila prosesnya berjalan
kronis, maka proses pengambilan monosit oleh lapisan endotelium arteri ini dapat merusak Ross, 1999, Nystrom, 2005.
20 EDHF dan faktor vasokontriksi adalah endotel-1, angiotensin II dan
prostaglandin. Ketidak-seimbangan kedua faktor ini akan mengarah pada kondisi pro-aterogenesis Eckel et al., 2002, Suryadipraja, 2003, Fonseca et al., 2004,
Nystrom, 2005. Disfungsi sel endotelium dapat disebabkan oleh kerusakan morfologi atau
struktur sebagai akibat terjadinya disintegrasi sel dan gangguan fungsi walau sel tidak mengalami disintegrasi. Kerusakan struktur dapat terjadi akibat aktivitas
beberapa enzim proteolitik yang menyebabkan pecahnya matriks molekul adesi dan akibatnya sel endotelium menjadi terlepas. Terjadinya disfungsi endotelium
merupakan awal pembentukan plak ateroma yang ditandai dengan meningkatnya adesi monosit pada endotelium arteri yang dipicu oleh intracellular adhesion
molecul -1 ICAM-1 yang juga akan menarik neutrofil dan monosit. Sel
endotelium saat kondisi hiperglikemia atau diabetes dapat rusak karena adanya faktor-faktor sirkulasi seperti tingginya asam lemak bebas, lipoprotein, turunan
glikasi dan oksidasi Eckel et al., 2002, Nystrom, 2005. Sel endotelium pada kondisi hiperglikemik akan mengalami disfungsi
akibat peningkatan permeabilitas dan penurunan vasorelaksan. Kondisi hiperglikemik dapat memicu pengaktifan protein kinase C PKC yang berada
dalam sitoplasma sel endotelium. Teraktivasinya enzim ini akan mengaktifkan interaksi aktin dan miosin hingga terjadi permeabilitas atau kontraksi sel Haller,
1997. Sowers and Lester 1999 menjelaskan bahwa saat hiperglikemia produksi vasorelaksan menurun hingga sel endotelium mengalami kontraksi.
Ada beberapa mekanisme penyebab disfungsi sel endotelium pada diabetes melitus, yaitu: penurunan produksi satu di antara EDRF, peningkatan
inaktivasi EDRF, kegagalan difusi EDRF ke sel otot polos, penurunan respons otot polos terhadap EDRF dan peningkatan endhothelium-derived contracting
factor EDCF. Mekanisme disfungsi sel endotelium pada kondisi diabetes
melitus secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.
21
Gambar 3. Mekanisme disfungsi sel endotelium akibat diabetes deVriese et al. 2000
Gambar 3 menunjukkan keadaan hiperglikemia dapat mengakibatkan keadaan disfungsi sel endotelium. Ada enam faktor yang menyebabkan kondisi ini
muncul saat diabetes melitus. Pertama, hiperglikemik mengakibatkan perubahan konformasi membran sel endotelium dan reseptor, sehingga sel endotelium kurang
sensitif terhadap keberadaan agonis. Kedua, hiperglikemik menurunkan produksi EDRF dan meningkatkan produksi EDCF yang berakibat pembuluh darah
dominan mengalami kontraksi. Ketiga, hiperglikemik menghambat difusi EDHF sehingga efflux K
+
terhambat dan konsentrasi Ca
2+
menjadi tinggi yang berakibat pembuluh darah menjadi tegang. Keempat, hiperglikemik menghambat kerja ion
K
+
channel yang mengakibatkan konsentrasi K
+
dalam sitosol otot polos tetap tinggi dan berakibat otot polos tegang. Kelima, anion superoksida yang dihasilkan
kondisi hiperglikemia berinteraksi dengan PGI
2
Disfungsi sel endotelium dapat juga diakibatkan oleh degradasi NO dan stres oksidatif. NO yang disintesis melalui NOS atau dari donor NO secara non
enzimatis akan diinaktivasi secara cepat melalui oksidasi menjadi nitrit atau nitrat. Ketidakcukupan BH
dan berakibat bioaktivitasnya untuk vasorelaksasi menurun. Keenam, hiperglikemik meningkatkan
vasoconstriction substances, seperti turunan prostaglandin yang berakibat
pembuluh darah mengalami konstraksi deVriese et al. 2000.
4
juga berperan pada terjadinya disfungsi ini, karena aktivitas NOS menjadi tidak normal yang berakibat menghasilkan anion superoksida
22 menggantikan NO. Anion superoksida dapat bereaksi dengan NO membentuk
peroksinitrit, yaitu salah satu spesies oksigen reaktif yang sangat toksik. Radikal ini dapat secara efektif dibersihkan oleh SOD dan katalase.