29
3.3.3 Rendemen
Rendemen ditentukan berdasar nisbah antara berat ekstrak dan tepung kering S. echinocarpum dan dinyatakan sebagai persen.
3.3.4 Florotanin Koivikko et al. 2005
Ekstrak sebanyak 2 gram dimaserasi dengan etanol 85 1:2 pada ruang gelap selama 8 jam, lalu 0,05 mL ekstrak dilarutkan dalam 4,95 mL H
2
O, kemudian 1 mL campuran dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Tabung reaksi ditambah 1 mL reagen Folin-Ciocalteu dan 2 mL 20 Na
2
CO
3
t
Abs Abs
- Abs
, lalu dibiarkan berdiri tegak selama 3 menit. Setelah itu larutan dalam tabung
reaksi diinkubasi pada ruang gelap dan suhu ruangan selama 45 menit, lalu disentrifus selama 5 menit pada 448 g. Supernatan diambil dan segera dibaca
serapannya pada λ 730 nm. Sebagai standar digunakan floroglusinol. Kadar
florotanin dinyatakan dengan setara mg floroglusinol tiap g ekstrak.
3.3.5 Aktivitas antioksidan Sanchez-Moreno et al. 1998
Ekstrak 0,1-1 mg dilarutkan dalam 1 mL MeOH p.a. dan disaring. Larutan 0,5 mM DPPH dipersiapkan dengan melarutkan DPPH ke dalam MeOH p.a..
Larutan DPPH sebanyak 3,75 mL ditambahkan ke dalam 0,25 mL larutan ekstrak. Perbedaan absorbansi campuran DPPH diukur pada menit ke-30,
λ = 517 nm. Sebagai pembanding digunakan tokoferol. Persentase radikal DPPH tersisa
ditentukan dengan rumus = x 100 .
Nilai IC
50
ekstrak 50
tokoferol 50
IC IC
menunjukkan 50 radikal DPPH tersisa berdasar nilai serapan akibat pemberian dosis ekstrak. Nilai ini diambil secara grafik hubungan antara
besarnya konsentrasi ekstrak dan persentase DPPH tersisa dengan perangkat lunak
statistik GraphPad Prism versi 5. Aktivitas antioksidan setara tokoferol AAST dinyatakan berdasar rumus:
AAST mg tokoferol100 mg ekstrak = x 100
keterangan: Abs
= Nilai serapan pada menit ke-0 Abs
t
= Nilai serapan pada menit ke-t IC
50
= Konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk menurunkan 50 DPPH
30
3.3.6 Elusidasi struktur
Ekstrak terpilih dipartisi secara berurutan dengan dietil eter, akuades, kloroform, dan metanol. Fase metanol ditampung dan selanjutnya difraksinasi
dalam kolom kromatografi silika gel G-60 dengan eluen kloroform:metanol 8:2, kloroform:metanol 5:5 dan kloroform:metanol 2:8. Eluat yang didapat
selanjutnya diidentifikasi pada kromatogafi lapis tipis silika gel F
254
dengan eluen kloroform:metanol:air:asam asetat 53:38:6:3. Floroglusinol digunakan sebagai
standar. Eluat yang didapat selanjutnya ditambah sodium karbonat anhidrat,
kemudian dicuci dengan metanol p.a. tiga kali dan dimasukkan dalam ruang pembeku selama semalam. Sebagian kristal yang didapat selanjutnya dihaluskan
dan dibaca serapan spektra infra merahnya dengan spektrofotometer Shimazhu IR Prestige-21 FTIR-8000 Series.
Sebanyak 5 mg kristal dilarutkan dalam dimetilsulfoksida p.a. untuk didapatkan konsentrasi 5 ppm, lalu dielusi dalam HLPC-ESI-TOF-MS Waters
system Alliance 2695 dengan detektor photodiode array 2996 Waters. Kolom yang digunakan Sunfire C
18
, 5 µm, 4,6 mm id x 150 mm Waters dan sistem
elusi secara isokratis dengan eluennya: 95 H
2
Uji toksisitas akut dilakukan untuk menentukan dosis kematian 50 LD O + 0,05 asam format, 5
asetonitril. Volume injeksi 3 µL dan laju alir eluen 1 mL per menit. Deteksi
dilakukan pada UV dengan λ 210 nm. Hasil berupa kromatogram serapan ultra
ungu, kromatogram kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogram spektra massa.
3.4 Toksisitas akut OECD no. 425, 2001 3.4.1 Bahan