Asumsi Dasar yang Digunakan

30 Switching value merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu komponen inflow atau outflow yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih dapat tetap layak untuk dijalankan Nurmalina et al. 2010

4.4.2.6. Incremental Net Benefit

Incremental Net Benefit adalah manfaat bersih tambahan yang diperoleh dari manfaat bersih tanpa bisnis dikurangi dengan manfaat bersih tanpa bisnis. Hal ini terjadi karena ada faktor-faktor produksi yang sebelumnya tidak tergunakan atau tidak terpakai ataupun belum termanfaatkan sehingga pada saat ada bisnis apakah faktor tersebut memberikan manfaat atau tidak bagi bisnis yang dijalankan Nurmalina et al. 2010. Incremental Net Benefit dapat dihitung menggunakan rumus: Incremental Net Benefit = Manfaat bersih dengan bisnis – Manfaat bisnis tanpa bisnis Sumber : Nurmalina, et al 2010

4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan

Asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1 Modal usaha dari modal sendiri. 2 Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga Bank Indonesia pada saat penelitian yaitu tingkat suku bunga Bank Indonesia bulan Maret 2012 sebesar 5,75. 3 Umur usaha adalah 10 tahun, didasarkan pada umur investasi terlama yaitu bangunan wisata agro. 4 Harga paket wisata terdiri dari : a Paket kunjungan sehari dengan harga : i Paket standar : Rp 25.000 per orang ii Paket eksklusif : Rp 50.000 per orang iii Paket eksklusif order : Rp 105.000 per orang iv Paket pertemuan : Rp 50.000 per orang + biaya sewa gedung v Paket pendidikan  Sekolah Dasar : Rp 7.500 per orang  Sekolah Menengah Pertama : Rp 10.000 per orang  Sekolah Menengah Umum : Rp 12.500 per orang 31 vi Paket wisata taman : Rp 5.000 per orang b Paket menginap i Menginap di home stay Flower : Rp 438.000 per kamar menginap dan menikmati kegiatan dengan jumlah maksimal dua orang per kamar. ii Menginap di home stay Mountain : Rp 375.000 per kamar menginap dan menikmati kegiatan dengan jumlah maksimal dua orang per kamar. iii Menginap di home stay Bird A : Rp 315.000 per kamar menginap dan menikmati kegiatan dengan jumlah maksimal dua orang per kamar. iv Menginap di home stay Bird B : Rp 280.000 per kamar menginap dan menikmati kegiatan dengan jumlah maksimal dua orang per kamar. v Menginap di home stay Podang : Rp 345.000 per kamar menginap dan menikmati kegiatan dengan jumlah maksimal dua orang per kamar. vi Menginap di home stay Merak : Rp 375.000 per pondok menginap dan menikmati kegiatan dengan kapasitas berjumlah empat orang. vii Menginap di home stay Gladiol : Rp 1.250.000 per pondok menginap dan menikmati kegiatan yang terdiri dari tiga kamar viii Menginap di home stay Teratai : Rp 1.250.000 per pondok menginap dan menikmati kegiatan yang terdiri dari empat kamar. ix Menginap di home stay Cemara : Rp 1.565.000 per pondok menginap dan menikmati kegiatan yang terdiri dari tiga kamar. x Menginap di home stay Louhan : Rp 625.000 per pondok menginap dan menikmati kegiatan dengan kapasitas sebanyak empat orang. xi Menginap di home stay Kersen Kembar : Rp 1.250.000 per pondok menginap dan menikmati kegiatan yang terdiri dari dua kamar. xii Menginap di home stay Anggrek : Rp 800.000 per pondok menginap dan menikmati kegiatan dengan kapasitas sebanyak empat orang. 32 xiii Menginap di home stay Tulip : Rp 500.000 per pondok menginap dan menikmati kegiatan dengan kapasitas sebanyak empat orang. xiv Menginap di home stay Sansevieria I : Rp 650.000 per pondok menginap dan menikmati kegiatan dengan kapasitas sebanyak lima orang. xv Menginap di home stay Sansevieria II : Rp 500.000 per pondok menginap dan menikmati kegiatan dengan kapasitas sebanyak empat orang. 5 Nilai total pendapatan usaha merupakan jumlah paket wisata yang terjual dikalikan dengan harga dari paket wisata tersebut. 6 Pendapatan setiap tahun naik sebesar 10. Hal ini berdasarkan target perusahan yang menargetkan penjualan paket wisata Wisata Agro Tambi naik sebesar 10 setiap tahunnya. Hal ini pun didukung oleh strategi-strategi promosi yang diterapkan di Wisata Agro Tambi serta dukungan pemerintah khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo melalui program-program yang diadakan. 7 Terdapat dua pajak yang dibebankan kepada Wisata Agro Tambi yaitu pajak penghasilan sebesar 25 persen sesuai dengan UU RI No.36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 2a dan Pajak Bumi dan Bangunan PBB. 8 Biaya yang dikeluarkan untuk usaha ini terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama. Sedangkan biaya reinvestasi dikeluarkan jika umur ekonomis dari peralatan-peralatan telah habis. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. 9 Penyusutan dihitung dengan metode garis lurus berdasarkan umur ekonomis aset perusahaan. 10 Dalam satu bulan terhitung 30 hari kerja dan dalan satu tahun adalah 360 hari 12 bulan. 11 Pendapatan mini market diperoleh dari harga jual produk oleh-oleh dikalikan dengan kuantitasnya. 12 Pada skenario III, Wisata Agro Tambi melakukan pinjaman sebesar Rp 1.000.000.000 pada Bank BRI dengan suku bunga pinjaman sebesar sepuluh persen. V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Perusahaan Awalnya pada tahun 1865 PT Tambi merupakan perusahaan perkebunan milik pemerintah Hindia Belanda yang disewakan kepada pengusaha-pengusaha swasta Belanda. PT Tambi memiliki tiga perkebunan yang bertempat di tiga lokasi yang berbeda yaitu Tambi, Tanjungsari, dan Bedakah. Perkebunan teh Tanjungsari disewa oleh D. Vander Ships, sedangkan perkebunan teh Tambi dan Bedakah disewa oleh W.D. Jong. Pada tahun 1880 ketiga perkebunan tersebut dibeli oleh MR. M.P Van Den Berg, A. W. Holle dan Ed. Jacobson. Mereka kemudian bersama-sama mendirikan Begelen Thee en Kina Maatschappij di Wonosobo. Pengurusan dan pengelolaan perkebunan teh tersebut diserahkan kepada Firma Jhon Peet dan Co yang bertempat di Jakarta. Pada saat Jepang di Indonesia tahun 1942 kebun Bedakah, Tambi dan Tanjungsari diambil alih oleh mereka. Tanaman teh tersebut tidak dirawat bahkan sebagian dibongkar dan diganti dengan tanaman lain seperti palawija, ubi-ubian, pyretiun dan jarak. Namun, setelah Indonesia merdeka, kebun Bedakah, Tambi dan Tanjungsari diambil alih kembali oleh Republik Indonesia dan berada dibawah Pusat Perkebunan negara PPN yang berpusat di Surakarta, sedangkan kantor dari ketiga perkebunan tersebut berpusat di Magelang. Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar KMB di Belanda maka perusahaan-perusahaan asing yang ada di Indonesia yang sebelumnya sudah diakui sebagai milik negara harus diserahkan kembali kepada pemilik semula. Oleh karena itu, perkebunan Bedakah, Tanjungsari dan Tambi diserahkan kembali kepada pemilik semula yanitu Bagelen Thee en Kina Maatscappij. Namun, setelah beberapa tahun Bagelen Thee En kina Maatschappij tidak berniat untuk melanjutkan usahanya. Akhirnya ketiga perkebunan tersebut diserahkan kepada Indonesia. Selanjutnya, pada tanggal 26 November 1954 didirikan PT oleh PPN yang bernama PT NV ex PPN Sindoro Sumbing. Status perkebunan Bedakah, Tanjungsari dan Tambi resmi dibawah penguasaan PT NV ex PPN Sindoro Sumbing. 34 Pada tahuun 1957, ada kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Pemda Wonosobo dan PT NV ex PPN Sindoro Sumbing untuk bersama-sama mengelola ketiga perkebunan tersebut, dengan pembagian modal sebesar 50 persen dari Pemda Wonosobo dan 50 persen dari PT NV ex PPN Sindoro Sumbing. Perusahaan baru tersebut diberi nama PT Tambi. PT Tambi memiliki perbedaan dengan perkebunan lain yaitu lahan atau kebun milik PT Tambi tersebar di tiga wilayah yang berjauhan. Oleh karena itu, untuk meghemat biaya transportasi PT Tambi membangun tiga pengelolaah teh, yaitu Unit Perkebunan UP Bedakah, Tambi, dan Tanjungsari. Namun, sejak tahun 1981 UP Tanjungsari tidak mengelola sendiri dan pucuk tehnya diolah di UP Bedakah dan UP Tambi. Agar koordinasi antar unit perkebunan dan hubungan dengan para relasi perusahaan menjadi mudah, maka kantor direksi dibangun di pusat Kota Wonosobo. Kantor direksi PT Tambi terletak di Jalan Tumenggung Jogonegoro No. 39 dan tiap-tiap unit perkebunan ditempatkan di kantor perwakilan yang mempunyai hak otonomi untuk mengurus rumah tangga unit perkebunan sendiri.

5.2. Profil Wisata Agro