Pola Spasial Tipologi Kinerja Pembangunan

5.2.6. Pola Spasial Tipologi Kinerja Pembangunan

Hasil analisis factor score dapat digunakan untuk bangun indeks komposit dengan skala 1-9. Indeks komposit pengukur kinerja pembangunan terdiri atas; 1 indeks kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang, 2 indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan, dan 3 indeks kinerja pembangunan sektor pertanian. Pola spasial tipologi indeks sumberdaya kinerja pembangunan di Gugus Pulau Kaledupa dapat dilihat dalam grafik berikut. Gambar 28 Grafik indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar masyarakat Gugus Pulau Kaledupa Dari grafik di atas menunjukkan bahwa ukuran kesejahteraan penduduk paling tinggi adalah Desa Lagijaya, Ambeua, dan Ollo Selatan dengan nilai indeks sebesar 9, Desa Waduri dan Ambeua Raya dengan masing-masing nilai indeks sebesar 8. Sedangkan wilayah yang memiliki ukuran kesejahteraan rendah adalah di Desa Peropa, Tampara dan Pajam. Hal di atas menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah bagian timur Gugus Pulau Kaledupa memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ukuran kesejahteraan wilayah-wilayah bagian barat Pulau Kaledupa. Dari hasil analisis Tree-clustering dengan memaksimumkan tingkat ke- takmiripan 40 terhadap 3 variabel indeks komposit kinerja pembangunan maka Gugus Pulau Kaledupa dapat dibagi menjadi 4 klaster tipologi wilayah. Hasil analisis K-Means Clustering yang dibangun 4 klaster wilayah dengan menggunakan kriteria nilai jarak terdekat Euclidean Distance sebesar 1,1. Tipologi wilayah kinerja pembangunan dapat diklasifikasi 3 tingkat yaitu; ≥ 0,1 adalah tinggi, ≥ 1,1 jarak ≤ -1,1 sedang dan jarak ≤ -1,1 adalah rendah. Dari 3 variabel komposit di atas masing-masing nyata membedakan spasial tipologi dengan P-value yang signifikan. Nilai tengah Euclidean Distance indeks kinerja pembangunan di Gugus Pulau Kaledupa dapat disajikan dalam grafik berikut. Plot of Means for Each Cluster Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 IndIKE_F1Pdpt IndIKE_F1Pdpt IndIKE_F1Pdpt Variables -6 -5 -4 -3 -2 -1 1 2 Gambar 29 Grafik nilai tengah Euclidean Distance spasial tipologi kinerja pembangunan Gugus Pulau Kaledupa Keterangan; IndIKE_F1Pdtn = indeks kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang IndIKE_F2Pdtn = indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar IndIKE_F3Pdtn = indeks kinerja pembangunan sektor pertanian Dari hasil analisis tipologi wilayah di atas, jumlah dan anggota wilayah dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 43 Kelompok wilayah berdasarkan tipologi kinerja pembangunan Gugus Pulau Kaledupa Tipo logi Nama Daerah IndIKE_ F1Pdtn IndIKE_ F2Pdtn IndIKE_ F3Pdtn I II III IV Hoga Horuo, Ollo, Balasuna, Pajam, Tampara, Kasuari dan Peropa Sombano, Laolua, Ambeua, Lewuto, Ambeua Raya, Lagijaya, Kalimas, Ollo Selatan, Buranga, Waduri, Balasuna Selatan, Langge, Sandi, Tanomeha, Tanjung, Lentea dan Darawa Samabahari dan Mantigola rendah sedang sedang sedang sedang rendah sedang sedang sedang sedang sedang rendah Sumber: Data sekunder diolah 2009 Keterangan; IndIKE_F1Pdtn = indeks kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang IndIKE_F2Pdtn = indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar IndIKE_F3Pdtn = indeks kinerja pembangunan sektor pertanian Ti n ggi Se dang Rend ah Dari tabel di atas 4 tipologi wilayah kinerja pembangunan yaitu; Tipologi I terdiri atas 1 wilayah desa yaitu; Hoga. Tipologi Wilayah I ini dicirikan dengan; 1 indeks kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang, rendah, 2 indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar penduduk, sedang dan 3 indeks kinerja pembangunan sektor pertanian, sedang. Dengan melihat indeks komposit penciri wilayah di atas maka tipologi Wilayah I dapat dideskripsikan sebagai kawasan kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang rendah. Tipologi II terdapat 7 desa yaitu Desa Horuo, Ollo, Balasuna, Pajam, Tampara, Kasuari dan Peropa. Tipologi Wilayah II ini dicirikan dengan; 1 kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang, sedang, 2 indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan, rendah dan 3 indeks kinerja pembangunan sektor pertanian, sedang. Dengan melihat indeks komposit penciri wilayah di atas maka tipologi Wilayah II dapat dideskripsikan sebagai kawasan kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar penduduk rendah. Tipologi III terdiri atas 19 wilayah desa yaitu; Sombano, Laolua, Ambeua, Lewuto, Ambeua Raya, Lagijaya, Kalimas, Ollo Selatan, Buranga, Waduri, Balasuna Selatan, Langge, Sandi, Tanomeha, Tanjung, Lentea dan Darawa. Tipologi Wilayah III ini dicirikan dengan; 1 indeks kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang, sedang, 2 indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan, sedang, dan 3 indeks kinerja pembangunan sektor pertanian sedang. Dengan melihat indeks komposit penciri wilayah di atas maka tipologi Wilayah III dapat dideskripsikan sebagai kawasan dengan kinerja pembangunan merata. Tipologi IV terdapat hanya 2 desa yaitu; Desa Samabahari dan Mantigola. Tipologi wilayah IV dicirikan dengan; 1 indeks kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang, sedang, 2 indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan, sedang, dan 3 indeks kinerja pembangunan sektor pertanian rendah. Dengan melihat indeks komposit penciri wilayah di atas maka tipologi indeks pertanian terkait negatif dengan keluarga nelayan maka Wilayah I dapat dideskripsikan sebagai kinerja pembangunan sektor perikanan tinggi. Pola spasial tipologi kinerja pembangunan Gugus Pulau Kaledupa dapat dilihat pada peta berikut. Gambar 30 Peta pola spasial tipologi kinerja pembangunan Gugus Pulau Kaledupa 5.3 Model Spasial Hubungan Fungsional Antara Sumberdaya dengan Kinerja Pembangunan Gugus Pulau Kaledupa Indikator kinerja pembangunan wilayah dapat dilihat dari tingkat pendapatan perkapita masyarakat, pendapatan tiap sektor dan tingkat kemiskinan. Indikator kinerja ekonomi kawasan Gugus Pulau Kaledupa dapat diukur dan direpresentasikan oleh: 1 indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar yang terdiri atas; pendapatan perkapita, pendapatan keluarga agar dan tingkat kemiskinan Y 1 , 2, indeks kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang yang terdiri atas; pendapatan sektor perdagangan, jasa, angkutan, tambanggalian dan industri kecil Y 2 . dan 3 indek kinerja pembangunan sektor pertanian Y 3 . Ketiga variabel indeks di atas dijadikan sebagai variabel tujuan dependent variable atau variabel eksogen dalam analisis regresi Spatial Durbin Model yang masing-masing dilakukan analisis secara terpisah. Langge Sombano Lewuto Laulua Ambeu Raya Ambeu Lagijaya Kalimas Ollo Ollo Selatan Buranga Waduri Balasuna Balasuna Selatan Tanomeha Tanjung Lentea Darawa Pajam Kasuari Peropa Tampara Horuo Mantigola Samabahari P. Hoga Sandi 5.3.1. Model Spasial Hubungan Fungsional Antara Sumberdaya dengan Kinerja Pembangunan Bidang Kesejahteraan dan Budidaya Agar Dari hasil uji regresi Spatial Durbin Model 7 pengaruh potensi sumberdaya ekonomi wilayah terhadap kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar yang meliputi informasi pendapatan perkapitapendapatan keluarga budidaya agar dan penurunan tingkat kemiskinan dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut: LnIndIKE_F2_Pdtn= -0.6352 + 0,501618 LnIndSDM_F1_Pdkn + 0,380912 LnIndSDM_F2Pdkn + 0.292353 LnIndIFU_F1Ikn + 0.278458 LnIndSDM_F3Tngkrj + 0.218534 LnIndIFU_F1Wst + 0.638134 Wr_LnIndSDA_F1LU - 0.313405 LnIndIFU_F2Ikn - 0.183140 LnIndIFU_F2Wst - 0.259608 LnIndIFU_ F5SrnPbk Keterangan; LnIndIKE_F2Pdtn = Ln indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan, LnIndSDM_F1Pdkn = Ln indeks pendidikan SMU ke-atas, LnIndSDM_F2Pdkn = Ln indeks pendidikan SMP ke-bawah, LnIndIFU_F1Ikn = Ln indeks sarana perahu dan peralatan tangkap ikan, LnIndSDM_F3Tngkrj = Ln indeks keluarga budidaya agar, LnIndIFU_F1Wst = Ln indeks obyek wisata bahari, Wr_LnIndSDA_F1LU = Ln indeks ketetanggaan dengan daerah berlahan pertanian dan mangrove, LnIndIFU_F2Ikn = Ln indeks areal tangkap ikan laut dalamkarang, LnIndIFU_F2Wst = Ln indeks obyek wisata budaya, LnInd IFU_ F5SrnPbk = Ln indeks keluarga berbahan bakar kayuminyak. Hasil regresi di atas memiliki nilai Adjusted R² sebesar 0.89483100, berarti keragaman variabel endogen menggambarkan 89 terhadap variabel eksogen. Uji F menunjukkan tingkat probabilitas P-value0000, yang berarti bahwa variabel endogen sangat signifikan menjelaskan variabel eksogen. Hasil uji regresi dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar daerah menunjukkan bahwa: 1. Meningkatnya 1 nilai indeks tingkat pendidikan penduduk SMU ke-atas di suatu daerah akan meningkatkan nilai kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar di wilayah tersebut sebesar 0,501618. Sedangkan tingkat pendidikan SMP ke- bawah mendorong tingkat kesejahteraan lebih rendah yaitu sebesar 0,380912 pada daerah tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia akan sangat menentukan nilai tambah ekonomi 7 Diperoleh melalui prosedur Fordward Stepwise Regression yang akan mendorong kinerja pembangunan bidang kesejateraan masyarakat. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia pada suatu wilayah akan mendorong peningkatan keterampilan dan pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan potensi sumberdaya ekonomi dan penggunaan teknologi sehingga produktivitas masyarakat pada kawasan tersebut akan semakin meningkat. 2. Dengan bertambahnya 1 nilai indeks sarana perahu dan alat tangkap ikan di suatu daerah akan mendorong meningkatkan nilai kinerja kesejahteraan masyarakat sebesar 0,292353 pada daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sarana perahu dan alat tangkap perikanan adalah sarana ekonomi penting bagi masyarakat kawasan Gugus Pulau Kaledupa. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya laut yang tinggi menyebabkan kebutuhan terhadap sarana perahu dan alat tangkap ikan menjadi tinggi. Sarana perahu selain untuk kegiatan ekonomi juga sebagai sarana transportasi yang umum digunakan dalam menghubungkan antar wilayah dan antar pulau. 3. Bertambahnya 1 nilai indeks keluarga yang bekerja budidaya agar meningkatkan nilai kinerja kesejahteraan daerah sebesar 0,278458. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya agar-agar menjadi peluang kerja masyarakat di Gugus Pulau Kaledupa yang masih potensial dalam memberikan nilai tambah ekonomi lebih tinggi yang dapat mendorong peningkatan kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar masyarakat. Budidaya agar baru dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat Gugus Pulau Kaledupa sebagai alternatif mata pencaharian pada awal tahun 1990-an Mansur, 2008 dan saat ini berkembang dengan pesat dan menjadi kegiatan utama masyarakat khususnya pada wilayah pesisir pantai. Produksi agar menjadi komoditi utama wilayah yang dipasarkan di wilayah lain seperti Kota Bau-Bau dan Kota Kendari. 4. Kawasan yang memiliki wisata bahari dapat mendorong indeks pembangunan bidang kesejahteraan daerah sebesar 0,218534. Hal tersebut menunjukkan bahwa kawasan wisata bahari memiliki potensi ekonomi yang tinggi dan dapat mendorong kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar masyarakat. Wilayah obyek wisata memiliki ekosistem karang dan mangrove yang masih terjaga dengan baik sehingga sangat potensial untuk pengembangan kegiatan wisata, kegiatan budiaya agar maupun kegiatan perikanan. Selain itu, kawasan tersebut memiliki potensi lahan perkebunan masih dapat dikembangkan untuk kegiatan pertanian. 5. Meningkatnya indeks lahan pertanianperkebunan dan mangrove akan meningkatkan nilai indeks pembangunan kesejahteraan masyarakat di daerah- daerah tetangga sebesar 0,638134. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah yang memiliki lahan pertanian dan perkebunan serta lahan mangrove menjadi wilayah akses ekonomi bagi masyarakat di wilayah sekitarnya. Hal ini terkait dengan semakin menurunnya lahan pertanian di wilayah sendiri sehingga keberadaan lahan pertanian di wilayah sekitarnya menjadi penting untuk menunjang kinerja peningkatan kesejahteraan masyarakat wilayah-wilayah sekitarnya. Interaksi antar wilayah di Gugus Pulau Kaledupa masih sangat rendah yang hanya pada kegiatan yang terkait dengan fungsi lahan pertanianperkebunan dan fungsi hutan mangrove saja. Rendahnya interaksi wilayah-wilayah tersebut salah satu penyebab utama masih rendahnya kinerja pembangunan ekonomi wilayah. 6. Meningkatnya 1 nilai indeks areal tangkap di wilayah laut dalam justru akan menurunkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut sebesar 0,183140. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan potensi perikanan laut dalam di Gugus Pulau Kaledupa belum optimal dan sebagian besar nelayan memilih aktivitas pada pada wilayah karang. Tidak optimalnya perikanan tangkap laut dalam ini terkait dengan ketersediaan sarana perikanan yang dimiliki nelayan masih minim, sehingga para nelayan tidak dapat menjangkau wilayah yang lebih luas serta aktivitas melaut sangat tergantung pada kondisi cuaca. 7. Meningkatnya 1 nilai indeks obyek wisata budaya akan menurunkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut sebesar 0,259608. Hal tersebut menggambarkan bahwa kawasan wisata budaya adalah kawasan yang memiliki potensi sumberdaya ekonomi relatif rendah sehingga kinerja pembangunan pada wilayah tersebut kurang berkembang. Potensi wisata budaya belum terkelola dengan baik sehingga belum memberikan nilai tambah ekonomi untuk mendorong kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. 8. Meningkatnya 1 indeks wilayah bahan bakar kayu akan menurunkan indeks pembangunan kesejahteraan wilayah tersebut sebesar 0.259608. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan sarana penerangan listrik menjadi penting untuk mendorong nilai tambah ekonomi wilayah sehingga wilayah–wilayah dengan tingkat penggunaan bahan bakar kayu meningkat cenderung semakin menurun tingkat kesejahteraannya. Minimnya ketersediaan energi listrik akan menyebabkan nilai tambah dari aktivitas ekonomi masyarakat di wilayah tersebut semakin rendah. 5.3.2 Model Spasial Hubungan Fungsional Antara Sumberdaya dengan Kinerja Pembangunan Sektor Jasa, Industri dan Tambang Dari hasil uji regresi Spatial Durbin Model hubungan fungsional potensi sumberdaya terhadap kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang yang meliputi kinerja pendapatan sektor perdagangan, jasa umum, angkutan, tambanggalian, dan industri dapat dilihat dalam persamaan berikut: LnIdIKE_F1-Pdtn = -0.665907 + 0.273370 LnIndIFU_F2Wst + 0.358890 LnIndIFU_F1Ikn + 0.435326 LnIndSDA_F2Tnm + 0.265260 LnIndIFU_F3SrnPbk + 0,290158 LnIndIFU_F4SrnPbk + 0.471512 Wr_LnIndSDA_F1LU - 0.733239 LnIndIFU_F1Wst - 0.079567 LnUndIFU_F1SrnPbk keterangan; LnIndIKE_F1 Pdpt = Ln indeks kinerja pembangunan jasa, industri dan tambang LnIndIFU_F2Wst = Ln indeks obyek wisata budaya LnIndIFU_F1_Ikn = Ln indeks sarana perahu dan peralatan tangkap LnIndSDA_F2Tnm = Ln indeks produktivitas lahan dan diversitas tanaman pertanian LnIndIFU_F3SrnPbk = Ln indeks listrik non PLN dan sumber air danau LnIndIFU_F4SrnPbk = Ln indeks sumber air sumur dan mata air Wr_LnIndSDA_F1LU= Ln indeks ketetanggaan terhadap lahan perkebunan dan mangrove LnIndIFU_F1Wst = Ln indeks obyek wisata bahari LnIndIFU_F4SrnPbk = Ln indeks rumah permanen dan sumber air PAM Hasil regresi di atas memiliki nilai Adjusted R² = 0.96391438, yang berarti keragaman variabel indogen menggambarkan 96 terhadap variabel eksogen. Uji F menunjukkan tingkat probabilitas P-value0000, yang berarti variabel endogen sangat signifikan menjelaskan variabel eksogen. Hasil uji regresi spasial dengan tujuan meningkatkan kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang, menunjukkan bahwa: 1. Meningkatnya 1 nilai indeks ketersediaan sarana perahu dan peralatan tangkap akan meningkatkan pendapatan sektor jasa, perdagangan dan industri sebesar 0.358890, dan indeks produktivitas lahan dan divesitas tanaman pertanian akan mendorong peningkatan pendapatan jasa, industri dan tambang sebesar 0,435326. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang seperti sangat terkait dengan kinerja pembangunan sektor-sektor lain seperti; kelautan dan pertanian. Ketersediaan sarana seperti perahu, alat tangkap dan produktivitas lahan sebagai pendorong kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar juga menjadi pendorong berkembangnya kinerja pembangunan bidang non pertanian seperti meningkatnya pendapatan sektor jasa, perdagangan, dan industri di wilayah tersebut. 2. Meningkatnya 1 nilai indeks obyek wisata budaya akan mendorong meningkatkan pendapatan jasa, perdagangan dan tambang dan industri sebesar 0,273370 di daerah tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pendapatan sektor jasa, perdagangan dan industri meningkat pada kawasan wisata budaya. Kawasan wisata budaya relatif kurang memiliki potensi sumberdaya alam, sehingga secara alamiah sebagian besar masyarakat cenderung memilih aktivitas ekonomi non pertanian seperti; tambang, perdagangan, industri kecil dan jasa lainnya. 3. Meningkatnya nilai 1 indeks kawasan sumber penerangan non PLN dan air dari hujan akan mendorong meningkatnya kinerja pendapatan non pertanian sebesar 0,26526. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan dengan sumber energi listrik yang disediakan oleh masyarakat secara mandiri atau bukan dari PLN mampu mendorong kinerja pembangunan dibidang non pertanian seperti kegiatan jasa, perdagangan dan tambanggalian dan industri di wilayah tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasokan energi dari PLN hanya untuk kebutuhan penerangan perumahan pada malam hari sedangkan energi yang disediakan oleh masyarakat adalah selain untuk kebutuhan penerangan juga untuk kebutuhan dalam menunjang aktivitas ekonomi. Namun pada wilayah tersebut ketersediaan air relatif kurang sehingga masih dominan menggunakan air hujan sebagai sumber air utama. 4. Meningkatnya 1 nilai indeks sumber air sumurmata air akan meningkatkan pendapatan jasa, tambang galian dan industri sebesar 0,290158. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan air sumur masih sangat tinggi sehingga ketersediaan air sumur mampu menggerakkan sektor jasa, tambanggalian dan industri lebih berkembang. Air di kawasan Gugus Pulau Kaledupa merupakan salah satu komoditi ekonomi yang banyak dibutuhkan oleh setiap rumah tangga. 5. Meningkatnya indeks lahan kebun dan mangrove akan meningkatkan nilai indeks pendapatan non pertanian sebesar 0.471512 pada daerah sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa interaksi wilayah dibidang pertanian dan aktivitas lainnya yang terkait dengan fungsi ekositem mangrove mampu menggerakan jasa transportasi, perdagangan serta non pertanian lainnya. Interaksi wilayah dibidang pertanain akan mendorong peningkatan kinerja sektor pertanian khususnya jasa transportasi. 6. Wilayah yang memiliki kawasan obyek wisata justru berpengaruh negatif terhadap kinerja pembangunan bidang non pertanian. Meningkatnya 1 nilai indeks wisata bahari akan menurunkan nilai indeks pendapatan non pertanian sebesar 0,733239. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan wisata bahari di Gugus Pulau Kaledupa belum mampu meningkatkan nilai tambah dibidang non pertanian wilayah tersebut. Hal ini terkait dengan model pengelolaan obyek wisata yang belum melibatkan masyarakat setempat dan sepenuhnya dikelolah oleh pihak asing. Kegiatan wisata di Gugus Pulau Kaledupa justru telah membatasi wilayah aktivitas masyarakat di wilayah perairan dengan adanya wilayah penyelaman di wilayah tersebut tanpa ada insentif konpensasi lainnya. Pendapatan masyarakat khususnya pendapatan pada sektor pertambangan semakin menurun dengan pelarangan aktivitas tambang umunya pasir dan batu pada wilayah tersebut. Selain itu kawasan wisata merupakan wilayah yang relatif terisolir sehingga kinerja pembangunan sektor jasa, perdagangan dan industri relatif tidak berkembang. 7. Kawasan rumah permanen dan sumber air PAM mendorong menurunnya kinerja pembangunan ekonomi bidang non pertanian pada daerah tersebut. Meningkatnya 1 nilai indeks rumah semi permanen dan sumber air PAM akan menurunkan kinerja pembangunan sektor jasa, perdagangan dan tambang dan industri sebesar 0.079567. Hal ini membuktikan bahwa air di wilayah Gugus Pulau Kaledupa merupakan komoditi perdagangan untuk kebutuhan rumah yang mampu meningkatkan kinerja pembangunan sehingga kegiatan jasa, perdagangan dan industri berkembangan pada daerah-daerah sumber air bukan dari PAM. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan air PAM dan perumahan permanen bukan pada daerah dengan tingkat kinerja pembangunan sektor non pertanian yang tinggi. Kegiatan industri, perdagangan dan jasa umumnya masih pada skala kecil sehingga tidak membutuhkan input air bersih yang besar. 5.3.3 Model Spasial hubungan fungsional Antara Sumberdaya dengan Kinerja Pembangunan Sektor Pertanian Dari hasil uji regresi Spatial Durbin Model pengaruh potensi sumberdaya ekonomi terhadap kinerja pembangunan sektor pertanian dapat dilihat dalam persamaan berikut; LnIdIKE_F3_Pdtn = 0,461789 + 0.97315 LnIndSDA_F2Tnm + 0.126286 lnIndIFU_F2Ikn + 0.157028 LnIndSDM_F2Pdkk + 0.146689 LnIndIFU_F6SrnPbk + 0.191974 Wr_LnIndSDA_F1LU - 0.17261 LnIndSDM_F2_Pdkn - 0.25756 LnIndSDM_F2TngKrj - 0.20743 LnIndIKE_F2_Pdtn - 0.10286 LnIndIFU_F2_Wst - 0.13049 LnIndSDM_F4_Pdkk Keterangan; LnIndIKE_F3Pdpt = Ln indeks kinerja pendapatan pertanian, LnIndSDA_F2Tnm = Ln Indeks produktivitas lahan dan diversitas tanaman pertanian LnIndIFU_F2Ikn = Ln indeks areal tangkap ikan wilayah lamun LnIndSDM_F2Pdkk = Lnindeks ketersediaan dokter dan tingkat kematian LnIndIFU_F6SrnPbk = Ln indeks kerapatan jalan dan jalan aspal Wr_LnIndSDA_F1LU = Ln ketetanggan terhadap indeks lahan kebun dan mangrove LnIndSDM_F2Pdkn = Ln indeks tingkat pendidikan SMP ke-bawah LnIndSDM_F2Tngkrj = Ln indeks tenagakerja pertanian LnIndIKE_F2Pdtn = Ln indeks kinerja ukuran kesejahteraan daerah LnIndIFU_F2Wst = Ln Indeks obyek wisata budidaya LnIndSDM_F4Pdkk = Ln indeks kepadatan dan kelahiran penduduk Hasil regresi di atas memiliki nilai Adjusted R² sebesar 0.98126752, berarti keragaman varabel indogen menggambarkan 98 terhadap variabel eksogen. Uji F menunjukkan tingkat probabilitas P-Value 0000, yang berarti variabel endogen sangat signifikan menjelaskan variabel eksogen. Hasil uji regresi Durbin spasial untuk meningkatkan kinerja pembangunan sektor pertanian Gugus Pulau Kaledupa ditemukan bahwa: 1. Kinerja pembangunan sektor pertanian dipengaruhi oleh produktivitas lahan dan diversitas tanaman pertanian. Meningkatnya 1 nilai indeks produktivitas lahan dan diversitas tanaman pertanian di suatu wilayah akan mendorong meningkatnya nilai indeks kinerja pembangunan bidang pertanian sebesar 0,97315. Hal diatas menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja pembangunan disektor pertanian dapat didorong oleh peningkatkan produktivitas lahan melalui peningkatan diversifikasi tanaman pertanian dan perkebunan pada wilayah tersebut. 2. Areal tangkap perikanan di wilayah laut dalam akan mendorong meningkatnya kinerja pembangunan bidang pertanian di wilayah tersebut. Meningkatnya 1 nilai indeks areal tangkap laut dalam akan mendorong meningkatnya pendapatan sektor pertanian di wilayah sebesar 0.126286. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat pada wilayah yang relatif jauh dengan kawasan areal tangkap ikan karang lebih memilih kegiatan pertanian sehingga pada kawasan tersebut kinerja pembangunan sektor pertanian relatif berkembang jika dibandingkan dengan kawasan lainnya. 3. Kinerja pembangunan bidang pertanian didorong oleh meningkatnnya ketersediaan dokter tinggi dan tingkat kematian. Meningkatnya 1 nilai indeks ketersediaan dokter dan tingkat kematian akan meningkatkan indeks kinerja pembangunan bidang pertanaian sebesar 0,157028. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja pembangunan bidang pertanian di suatu wilayah akan didorong oleh ketersediaan dokter wilayah tersebut. Ketersediaan tenaga dokter di suatu wilayah terkait erat dengan tingkat kematian di wilayah tersebut. 4. Kerapatan jalan beraspal nyata mendorong kinerja ekonomi sektor pertanian. Meningkatnya 1 nilai indeks kerapatan jalan dan jalan aspal mendorong meningkatnya pendapatan sektor pertanaian sebesar 0,146689. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan sarana jalan membuka askses ke areal lahan pertanianperkebunan lebih cepat dan mudah sehingga mampu mendorong kinerja pembangunan bidang pertanianperkebunan. 5. Kawasan perkebunan dan mangrove meningkatkan kinerja pertanian di daerah- daerah tetangga. Meningkatnya 1 nilai indeks perkebunan dan mangrove mendorong pembangunan sektor pertanian di daerah sekitarnya sebesar 0,191974. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pertanian dan perkebunan masyarakat di suatu wilayah tergantung oleh ketersediaan lahan pertanian dan kebun di wilayah-wilayah sekitarnya. 6. Tingkat pendidikan yang rendah berpengaruh negatif terhadap kinerja ekonomi bidang pertanian. Meningkatnya 1 nilai indeks tingkat pendidikan SMP ke- bawah akan berdampak pada menurunnya kinerja pendapatan sektor pertanian sebesar 0,17261 di wilayah tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya kualitas sumberdaya manusia akan lebih mampu memanfaatkan lahan pertanian lebih produktif sehingga kinerja pembangunan bidang pertanian dan perkebunan akan semakin berkembang. 7. Meningkatnya 1 nilai indeks keluarga tani akan menurunkan kinerja pembangunan sektor pertanian sebesar 0,25756. Hal tersebut menunjukkan bahwa tenagakerja dibidang pertanian di Gugus Pulau Kaledupa sudah melebihimelampaui rasio yang ekonomis antara jumlah tenaga kerja terhadap lahan pertanian yang tersedia. 8. Meningkatnya nilai 1 indeks pembangunan bidang kesejahteraan akan menurunkan nilai indeks kinerja pembangunan sektor pertanian sebesar 0,20743. Lahan pertanian di Gugus Pulau Kaledupa relatif kurang subur dan kegiatan pertanian saat ini tidak lagi memenuhi skala ekonomi akibat keterbatasan lahan. Hal ini menyebabkan kesejahteraan semakin menurun. Kondisi ini menyebabkan angka kemiskinan lebih tinggi terjadi pada keluarga yang bekerja di sektor pertanian. 9. Meningkatnya 1 nilai indeks obyek wisata budaya akan menurunkan kinerja pembangunan sektor pertanian sebesar 0,10286. Hal tersebut menunjukkan bahwa produktivitas lahan peranian dan perkebunan di kawasan yang memiliki obyek wisata budaya relatif rendah sehingga kinerja pembangunan dibidang pertanian dan perkebunan masyarakat di kawasan wisata budaya relatif rendah. 10. Meningkatnya kepadatan dan tingkat kelahiran akan mendorong menurunnya kinerja pembangunan bidang pertanian pada wilayah tersebut. Meningkatnya 1 nilai indeks kepadatan dan tingkat kelahiran pada suatu kawasan akan berdampak pada menurunnya kinerja pembangunan bidang pertanian sebesar 0,13049. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk akan semakin meningkatkan tingkat kepadatan sehingga rasio lahan pertanian terhadap penduduk semakin berkurang dan pada akhirnya akan menurunkan produksi pertanian. Untuk melihat hubungan struktur fungsional antara potensi sumberdaya dengan kinerja pembangunan dari ke-3 hasil analisis model spasial di atas dapat disajikan pada Gambar 5.24 berikut. Gambar 31 Struktur model spasial hubungan fungsional antara sumberdaya dengan kinerja pembangunan wilayah Gugus Pulau Kaledupa Dari struktur keterkaitan fungsional antar sumberdaya dengan kinerja pembangunan di atas menunjukkan bahwa aspek sumberdaya alam ada 2 variabel yang mempengaruhi kinerja pembangunan wilayah yaitu; 1 produktivitas dan diversitas tanaman pertanian dan 2 ketetanggaan dengan kawasan lahan mangrove dan kawasan hutan. Keberadaan lahan mangrove dan lahan hutan akan mendorong kinerja pembangunan di daerah-daerah sekitarnya baik kinerja kesejahteraan dan budidaya agar, kinerja jasa, industri dan tambang maupun kinerja sektor pertanian. Sedangkan faktor produktivitas lahan dan diversitas dan tamanan pertanian mendorong secara signifikan meningkatnya kinerja pembangunan sektor pertanian, jasa, industri dan tambang pada wilayah tersebut. Aspek sumberdaya manusia terdapat 5 faktor penciri utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan di kawasan Gugus Pulau Kaledupa. Tingkat pendidikan penduduk SMU ke-atas mendorong lebih kuat terhadap meningkatnya -0.259 Kinerja Pembangunan Kesejahteraan dan Budidaya Agar Kinerja Pembangunan JasaIndustry dan Tambang Kinerja Pembangunan Pertanian Pendidikan SMU Ke-Atas Perahu dan Alat Tangkap Ikan Pendidikan SMP Ke bawah Keluarga Budiaya Agar Bahan Bakar RT dari Kayu Obyek Wisata Budaya Dokter dan tingkat kematian Prodktivitas lahan dan Diverstas tanaman Pertanaian Obyek Wisaya Bahari Listrik Non PLN Air Sumur Rumah permanen Air PAM Kerapatn Jalan Aspal Ketenggaan Terhadap Lahan Mangrov Dan Pertanain Keluarga Tani kepadatan dan tingkat kelahiran 0.2923 0.3588 -0.079 0.2901 0.3809 0.2784 0.2733 -0.183 -0.733 0.2185 0.5016 -0.2652 -0.079 0.1466 0.1570 -0.130 -0.2575 0.9731 0.4353 0.1726 0.4715 0.6381 -0.207 Areal tangkap Laut Dalam -0.313 0.1262 -0.102 kinerja pembangunan kesejahteraan dan budidaya agar. Sedangkan meningatnya tingkat pendidikan SMP ke bahwa mendorong lebih sedikit terhadap kinerja kesejahteraan penduduk bahkan berdampak pada menurunnya kinerja pembangunan sektor pertanian. Keberadaan dokter dan tingkat kematian mendorong meningkatnya kinerja sektor pertanian pada wilayah tersebut. Sumberdaya manusia bidang ketenagakerjaan terdapat 2 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pembangunan yaitu keluarga budidaya agar dan keluarga pertanian. Meningkatnya keluarga yang bekerja pada sektor budidaya agar akan mendorong meningkatnya kinerja pembangunan dibidang kesejahteraan dan budidaya agar, sedangkan meningkatnya keluarga yang bekerja di sektor pertanian justru akan menurunkan kinerja pembangunan di sektor pertanian pada wilayah tersebut. Hal di atas menunjukkan bahwa kegiatan di sektor budidaya agar masih sangat prospektif untuk dikembangkan dalam mendorong kinerja pembangunan wilayah, sedangkan tenaga kerja di sektor pertanian telah melebihi daya dukung lahan dan skala ekonomi. Pada aspek infrastruktur dan sarana dan prasarana umum terdapat 5 faktor yang mempengaruhi kinerja pembangunan wilayah yaitu; ketersediaan sarana air PAM dan air sumur, ketersediaan aspal, ketersediaan sarana listrik dan PLN dan bahan bakar rumah tangga dari kayuminyak. Hal di atas menunjukkan bahwa ketersediaan akan air sumur mendorong meningkatnya kinerja pembangunan di bidang jasa, industri dan tambang sedangkan ketersediaan rumah permanenair PAM justru menghambat meningkatnya kinerja pembangunan sektor tersebut. Hal tersebut menggambarkan bahwa pada kawasan yang pemenuhan air dari PAM memiliki kinerja pembangunan di bidang jasa, industri dan tambang lebih rendah dibandingkan dengan pada wilayah-wilayah yang sumber air dari sumur. Selain itu ketersediaan listrik non PLN mendorong kinerja pembangunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan atau aktivitas ekonomi hanya didorong oleh ketersediaan listrik yang berasal dari masyarakat sedangkan listrik yang bersumber dari PLN belum mampu memenuhi kebutuhan untuk mendorong aktivitas ekonomi dan hanya untuk pemenuhan kebutuhan penerangan perumahan pada malam hari. Sedangkan bahan bakar rumahtangga dari kayu mendorong menurunnya kinerja pembangunan wilayah. Hal tersebut menunjukkan bahwa sumber bahan bakar rumahtangga dari kayu menghambat kinerja pembangunan wilayah. Pada aspek infrastruktur dan sarana perikanan, terdapat 2 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pembangunan yaitu ketersediaan sarana perahu dan alat tangkap dan areal tangkap ikan laut dalamkarang. Dari struktur hubungan fungsional di atas menunjukkan bahwa ketersediaan sarana perahu mendorong meningkatnya kinerja pembangunan baik kinerja pembangunan kesejahteraan dan budidaya agar serta kinerja pembangunan jasa, industri dan tambang. Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi di Gugus Pulau Kaledupa masih sangat tergantung dengan sarana dan prasarana perahu sebagai sarana utama baik untuk transportasi maupun aktivitas perikanan dan kelautan lainnya. Areal tangkap laut dalamkarang justru menghambat kinerja pembangunan kesejahteraan dan budidaya agar, namun mendorong positif terhadap peningkatan kinerja pembangunan pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kawasan atau wilayah dengan semakin meningkatnya pendapatan di sektor budidaya agar akan menurunkan kegiatan aktivitas masyarakat dalam melakukan kegiatan perikanan tangkap di laut dalam atau semakin meningkatnya aktivitas di areal karang. Sedangkan pada kawasan pertanian dengan tingkat aktivitas tinggi akan cenderung semakin meningkatnya aktivitas perikanan tangkap di areal laut dalam. Hal di atas menunjukkan bahwa kawasan-kawasan pertanian lebih dekat pada kawasan-kawasan areal tangkap laut dalam atau dengan kata lain kawasan aktivitas pertanian tinggi semakin meningkat pada kawasan yang tidak memiliki kawasan areal tangkap karang. Sumberdaya infrastruktur kepariwisataan terdapat dua faktor yang ikut mempengaruhi kinerja pembangunan daerah yaitu wisata bahari dan wisata budaya. Keberadaan wisata bahari akan mendorong meningkatnya kinerja kesejahteraan dan pendapatan budidaya agar di kawasan tersebut, namun akan menghambat kinerja pembangunan di bidang jasa, industri dan tambang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kawasan wisata bahari kegiatan budidaya agar lebih meningkat namun akan menghambat aktivitas atau kegiatan masyarakat pada sektor industri, tambang dan jasa. Ilustrasi ini menjelaskan bahwa aktivitas wisata bahari selama ini belum melibatkan komponen sumberdaya baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya lokal lainnya dan bahkan justru membatasi wilayah ekonomi masyarakat, khususnya di bidang tambang dan jasa lainnya. Sedangkan obyek wisata budaya akan mendorong semakin meningkatnya kinerja pembangunan jasa, industri dan tambang namun justru menghambat kinerja pembangunan disektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat pada kawasan wisata budaya memiliki nilai tambah ekonomi lebih tinggi pada aktivitas jasa industri atau tambang jika dibandingkan kegiatan pertanian atau kegiatan lainnya sebab karakteristik kawasan ini merupakan kawasan berbatuan yang relatif kurang subur dan jauh dari kawasan budidaya kelautan.

5.4. Pembahasan Umum dan Kebijakan Pengembangan Kawasan Gugus Pulau Kaledupa