Latar Belakang Analisis Spasial untuk Perumusan Kebijakan Pengembangan Kawasan Pulau Pulau Kecil (Studi Kasus Gugus Pulau Kaledupa Kabupaten Wakatobi)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan archipelagic state terbesar di dunia, terdiri atas 17.504 buah pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km 2 terpanjang kedua di dunia setelah Kanada serta daerah teritorial seluas 5,1 juta km 2 63 dari total daerah teritorial Indonesia. Perairan Indonesia memiliki ekosistem terumbu karang seluas 75.000 Km 2 sekitar 15 dari terumbu karang dunia, padang lamun seluas 30.000 Km 2 , dan hutan mangrove seluas 9,2 juta ha. Lebih dari 10.000 pulau-pulau tersebut berukuran kecil dan sangat kecil dengan luas kurang dari 10.000 km 2 . Pulau-pulau ini mempunyai nilai penting dari sisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan Indonesia. Sumberdaya daerah pesisir merupakan sumber pendapatan vital bagi negara yakni; sekitar 24 Produk Nasional Bruto berasal dari sumberdaya pesisir; 60 protein dari sumber makanan berasal dari ikan; dan 90 produk perikanan laut diperoleh dari perairan 12 mil dari garis pantai Duncan 2004. Namun pemanfaatan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil belum dikelola secara optimal. Hal ini terkait dengan karakteristik pulau-pulau kecil seperti; smallness, isolatian, dependence dan vulnerability, sehingga pembangunan di kawasan pulau-pulau kecil masih mengalami berbagai kendala seperti; ketergantungan terhadap komponen impor, kecilnya pasar domestik, ketergantungan terhadap ekspor untuk menggerakkan ekonomi pulau, terbatasnya kemampuan untuk mempengaruhi harga lokal, terbatasnya kompetisi lokal dan persoalan yang terkait dengan pelayanan publik Adrianto 2005. Sebagian besar nelayan khususnya penduduk di wilayah pulau-pulau kecil di Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari US 10 perkapita perbulan Fauzi 2007. Pada sisi lain, ekosistem wilayah pesisir terancam kerusakan yang mengkhawatirkan. Kerusakan dapat dilihat dari presentase kerusakan hutan mangrove sebesar 57,6 , lamun sebesar 10 dan terumbu karang sebesar 36 . Perhitungan Green Accounting oleh Repetto 1989 diacu dalam Fauzi 2007, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada dekade 80-an ternyata tidak sebanding dengan laju kerusakan sumberdaya alam. Kerusakan sumberdaya alam tersebut dominan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu; 1 kebutuhan ekonomi economic driven, dan 2 kegagalan kebijakan policy failure driven. Lingkungan strategis baru dalam pengelolaan pembangunan daerah di Indonesia adalah dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. UU No. 32 2004 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pemerintah daerah memiliki peran yang penting dalam pengelolaan sumberdaya alam. Kewenangan tersebut mencakup pengaturan kegiatan-kegiatan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut. Kewenangan tersebut terwujud dalam bentuk pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang dan penegakan hukum. Hal penting untuk dilakukan oleh pemerintah daerah agar mampu mengemban amanah undang-undang dalam percepatan pembangunan daerah adalah: 1 memperkuat pengetahuan, 2 memperkuat penerapan basis pengetahuan dan 3 memperkuat keikhlasan berbuat Saefulhakim 2008. Tiga poin tersebut menjadi sangat urgen untuk daerah provinsi dan kabupatenkota, khususnya daerah yang masih relatif baru untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya ekonomi yang dimiliki. Salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki karakteristik wilayah sebagai gugusan pulau-pulau kecil adalah Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten Wakatobi terdiri atas 48 pulau dengan luas wilayah sekitar 13.990 km 2 dan panjang garis pantai 327 Km. Luas tersebut terdiri atas daratan seluas 457 km 2 dan perairan laut 13.533 Km 2 atau 97 wilayah laut dan daratan hanya 3 WWF 2006. Kepulauan Wakatobi pada tahun 1996 ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut memalui SK Menteri Kehutanan RI No 393 dengan luas yang sama dengan wilayah administrasi Kabupaten Wakatobi. Mengingat potensi kawasan Kepulaun Wakatobi di atas agar dapat sinergis dengan pencapaian tujuan pembangunan daerah serta tujuan kawasan konservasi, diperlukan suatu strategi kebijakan yang lebih spesifik dan terarah yang sesuai dengan kondisi dan tipologi tiap wilayah sehingga potensi yang dimiliki mampu dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah