Ikan Chaetodontidae sebagai Bioindikator Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang

37 kelimpahan individu berkolerasi sangat nyata dengan komponen Non-Acropora dan total karang hidup. Interaksi ikan karang lainnya yang terjadi dalam ekosistem terumbu karang Nybakken 1993 adalah: a Pemangsaan, dimana ada dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni-koloni karang, yaitu spesies memakan polip-polip karang mereka sendiri, seperti ikan buntal Tetraodontidae, ikan kuli pasir Monacanthidae, ikan pakol Balistidae dan ikan kepe-kepe Chaetodontidae dan sekelompok multivora omnivora yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan baik alga di dalam kerangka karang atau sebagai invertebrata yang hidup dalam lubung kerangka Acanthuridae dan Scaridae. b Grazing, dilakukan oleh ikan-ikan famili Siganidae, Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang merupakan herbivora grazer pemakan alga sehingga pertumbuhan alga yang bersaing ruang hidup dengan karang dapat terkendali. Tipe pemangsaan yang paling banyak di terumbu karang adalah karnivora, yakni ± 50 – 70 dari spesies ikan. Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua yaitu ± 15 dari spesies yang ada dan yang paling penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan Acanthuridae. Sisanya diklafisikasikan sebagai omnivora atau multivora yaitu ikan-ikan dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomachantidae, Monacanthidae Ostaciontidae dan Tetraodontidae. Ikan-ikan pemakan zooplankton memiliki ukuran tubuh yang kecil, yaitu ikan dari famili Clupidae dan Atherinidae Nybakken 1993.

2.5 Ikan Chaetodontidae sebagai Bioindikator

Reese 1991 merupakan peneliti pertama yang melakukan percobaan untuk mengidentifikasi spesies indikator dengan memakai ikan butterfly fishes Chaetodontidae jenis pemakan karang untuk penilaian kondisi terumbu karang. Ikan Chaetodontidae memungkinkan untuk dijadikan sebagai bioindikator karena hubungannya yang erat dengan karang yang mereka makan dan fungsi 21 38 morphology dari organ-organ tubuh ikan ini yang memungkinkan memakan jaringan karang tanpa merusak susunan dasar koral Crosby Reese 1996. Ikan Chaetodontidae dapat dijadikan sebagai bioindikator bagi karang berdasarkan kriteria yaitu: a salah satu dari jenis ikan karang yang keberadaannya sangat banyak di terumbu karang dan terdapat di beberapa bagian dunia; b mudah untuk dikenali dan diamati karena aktifitasnya yang bersifat diurnal; c secara taksonomi sangat mudah dipelajari dan diidentifikasi oleh orang yang tidak berpengalaman; d memiliki wilayah sebaran yang luas dan dapat mencapai usia yang panjang sehingga individu yang sama dapat diteliti berulang-ulang Hourigan 1989. Ikan Chaetodontidae sebagai indikator juga menunjukkan tingkat kesukaan pada spesies karang tertentu sehingga sangat sensitif apabila terjadi perubahan suatu sistem terumbu karang. Selain itu ikan Chaetodontidae sangat territorial sehingga akan sangat mudah memantaunya secara periodik. Untuk teritori dari ikan Chaetodontidae ditentukan oleh jumlah makanan karang yang tersedia. Jika ketersediaan makanan karang sedikit di suatu area terumbu karang, maka ikan ini akan memperluas daerah teritorinya Crosby Reese 1996. Perubahan tingkah laku sosial tersebut menyediakan indikasi dini yang sensitif bahwa terjadi ketidakstabilan dan perubahan di dalam ekosistem terumbu karang.

2.6 Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang menyediakan sumber makanan tidak hanya kepada organisme yang berada disekitarnya, namun merupakan sumber vital bagi ketersedian makanan bagi ratusan juta manusia di dunia. Terumbu karang merupakan sumber utama bagi mata pencaharian penduduk pesisir dan pantas menerima perhatian dari seluruh dunia. Terumbu karang menutupi hampir kurang lebih 1 dari wilayah lautan, terumbu karang juga merupakan tempat hidup bagi hampir sepertiga spesies ikan laut di dunia, menyediakan sekitar 10 dari total konsumsi ikan oleh manusia, disamping itu bahwa terumbu karang menjadi fokus utama dari industri pariwisata Rinkevich 2008. Ketika perusakan berlangsung, maka terumbu karang akan kehilangan fungsi ekologi dan biologinya. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi terumbu karang akibat dari alam dan kegiatan manusia, maka diperlukan 22 39 pengelolaan ekosistem terumbu karang. Pengelolaan ini pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan oleh manusia, agar kerusakan oleh alam dan pemanfaatan ekosistem terumbu karang dan ikan karang yang berasosiasi di dalamnya dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kelestarian lingkungan Rinkevich 2008. Berdasarkan UU 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang menyatakan bahwa perikanan merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan potensi semua jenis ikan dan lingkungannya perairan tempat hidup ikan, termasuk faktor alamiah sekitarnya, maka pemanfaatan sumberdaya perikanan oleh manusia harus memperhatikan adanya interaksi antara ikan, lingkungan perairan serta manusia sebagai pengguna. Dengan adanya interaksi tersebut diperlukan sebuah pengelolaan agar dapat berjalan secara seimbang dalam sebuah ekosistem. Artinya pengelolaan sumberdaya ikan adalah penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungan dan pengelolaan manusia sebagai pengguna perairan Nikijuluw 2002. Menurut Bengen 2005 bahwa suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan, yaitu ekologi, sosial dan ekonomi. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti, bahwa pengelolaan dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumberdaya ikan termasuk keanekaragaman hayati biodiversity, sehingga pemanfaatan dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial dan pengembangan kelembagaan. Sedang keberlanjutan ekonomi berarti bahwa kegitan pengelolaan dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Mengingat begitu besarnya peranan terumbu karang bagi manusia dan untuk mencegah kerusakannya, maka pengelolaan ekosistem terumbu karang tidak lepas dari beberapa aspek sebagai berikut Supriharyono 2000 : 23 40 a Pertimbangan fisik, pengelolaan ekosistem terumbu karang meliputi area lokasi, kondisi geologis, tipe arus pasang surut utama di daerah tersebut dan gambaran awal lokasi b Pertimbangan biologis, meliputi kondisi biota penyebaran, kelimpahan, komposisi; perubahan, indikator kerusakan, indikator pemanfaatan dan eksploitasi; pertimbangan khusus pada lokasi pembesaran atau pemijahan spesies langka yang endemik dan ekonomis. c Pertimbangan sosio-ekonomis, meliputi pemanfaatan ekosistem terumbu karang; konflik faktual dan potensial yang akan terjadi diantara pemanfaat. d Pertimbangan budaya, meliputi asal usul pemanfaat ekosistem terumbu karang secara tradisional; tradisi pemanfaatan; perubahan konsep pemanfaatan secara tradisional ke modern.

2.7 Kawasan Konservasi Laut Daerah